Kasihan Nasib Petani Tebu, Komisi B Tolak Pengenaan PPh 4 Persen

DPRD Jatim, Bhirawa
Komisi B DPRD Jatim sangat menyesalkan sikap pemerintah yang membeli gula petani lewat Bulog dengan harga yang cukup rendah sekitar Rp9.700 per kg. Tak sampai disitu saja, para petani juga dibebani dengan PPh (Pajak Penghasilan) sekitar 4%, yang tentunya kebijakan ini sangat memberatkan mereka.
Ketua Komisi B DPRD Jatim, Firdaus Febrianto mengatakan, kini kondisi petani tebu sangatlah mengenaskan. Disatu sisi antara harga gula yang dibeli pemerintah lewat Bulog dengan cost yang dikeluarkan petani tebu tak sepadan. Dimana Harga Eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp9.700 per kg, sementara mereka mengeluarkan uang sekitar Rp10.700 per kg. Karena kondisi terpaksa, mereka terima kebijakan pemerintah.
”Disisi harga saja mereka sudah rugi sekitar Rp1.000 per kg, kini mereka dibebani dengan PPh sekitar 4% yang tentunya memberatkan petani tebu khususnya di Pulau Jawa. Terkecuali di luar Pulau Jawa, rata-rata pabrik tebu milik swasta tentunya petani tebu disana tidak terlalu beban,” tegas politisi asal Partai Gerindra, Senin (30/10).
Kalau hal ini dibiarkan, maka para petani tebu akan gulung tikar. Hal ini tidak dapat dibiarkan. Dalam waktu dekat ini, Komisi B akan segera menemui Kementerian Keuangan untuk mencabut kembali kebijakan itu. ”Dalam waktu dekat kami segera menghadap kepada Kementerian Keuangan, untuk menuntut pencabutan PP itu yang memang sangat merugikan petani tebu khususnya yang ada di Pulau Jawa,” lanjutnya.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi B DPRD Jatim, Subianto. Menurutnya, kondisi pabrik gula yang ada selama ini sangat memprihatinkan. Dimana gula yang digiling disana jauh dari rendemen yang ditetapkan yaitu dibawah 8%. Tentu saja kualitas gula petani tebu di Jatim tidak dapat bersaing dengan produksi pabrik swasta.
”Tak heran jika gula petani hanya dihargai Rp9.700 per kg. Ibaratnya petani seperti buah simalakama. Tidak dijual di Bulog kondisi gula sudah menyusut, jika dijual harganya cukup murah. Dan yang paling memprihatinkan kasus di Lamongan, dimana Bulog tak bisa menyerap gula petani karena anggaran yang ada sangatlah terbatas,” tegasnya.
Kondisi ini diperberat dengan kebijakan pemerintah yang menerapkan PPh sekitar 4% yang justru mematikan petani di Pulau Jawa. Untuk itu, pihaknya setuju dengan dicabutnya kebijakan itu karena memang sangat memberatkan petani tebu.
”Bagaimana mereka bisa hidup bahagia, jika kebijakan pemerintah tidak sedikitpun memihak bagi petani tebu. Sebaliknya, mereka akan tergerus dengan pabrik swasta, dimana mereka pemilik modal besar yang dengan mudah mempermainkan nasib petani tebu,” ungkap politisi asal Partai Demokrat dengan nada intonasi tinggi. [cty]

Tags: