Kasus Gizi Buruk dan Stunting di Jatim Diklaim Menurun

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim Dr dr Kohar Hari Santoso (kiri) saat memaparkan peningkatan gizi demi generasi sehat berprestasi di ruangannya, Selasa (6/2) kemarin. [gegeh bagus setiadi/bhirawa]

Pemprov Jatim, Bhirawa
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jatim mengklaim angka kasus gizi buruk dan stunting (bayi pendek, red) di kabupaten/kota terus menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Data yang dikantongi kasus gizi buruk dan stunting ada di angka 26,1 persen. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 27,2 persen.
“Di negara-negara maju pun kasus stunting kurang dari 20 persen, tapi masih ada. Di Jatim yang angka stuntingnya lebih tinggi dari nasional juga ada,” kata Kepala Dinkes Jatim Dr dr Kohar Hari Santoso saat ditemui di kantornya, Selasa (6/2) kemarin.
Menurut dia, stunting adalah ukuran tinggi seseorang kurang dari rata-rata normalnya. Meski begitu, pihaknya mengakui masih ada kabupaten/kota angka kasus stuntingnya masih tinggi dibanding nasional. Hal itu perlu adanya tindakan lebih lanjut. Namun saat ditanya manakah daerah itu, Kohar menyatakan pihaknya akan langsung melaporkan hal itu ke bupati setempat.
Dia menjelaskan, Dinkes Jatim bekerja agar pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang gizi makin baik. Jika ada kasus, pihaknya akan langsung menangani secara cepat. Pihaknya juga memperhatikan pengaturan gizi yang lebih baik bagi masyarakat. Bersama BPOM, Dinkes akan mengecek kualitas makanan.
“Kecenderungan kasus gizi buruk dan stunting saat ini semakin membaik. Jumlah gizi buruk itu berkurang dan bahkan Jatim sedang mengalami permasalahan gizi berlebih,” terangnya.
Gizi berlebih, lanjut dr Kohar, tidak bagus karena akan menyebabkan gangguan metabolisme dan gangguan pembuluh darah. “Laporan angka penyakit menular oleh WHO pada 1990-an, angka penyakit menular 57 persen, saat ini turun 30 persen. Tapi sebaliknya penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, diabetes dan gagal ginjal terus meningkat,” ungkapnya.
Dia mengemukakan, kasus gizi buruk dan stunting bisa terjadi disebabkan beberapa hal. Misalnya asupan gizi, gangguan pencernaan, atau karena fisik, seperti sakit dan tergantung dari ketersediaan pangan. Juga tergantung dari daya beli.
Menurut dr Kohar, jika makanan ada tapi tidak ada daya beli maka gizinya jelek. Selain itu, tergantung juga pengetahuan tentang gizi. “Mungkin juga dia bisa beli makanan tapi yang dibeli salah. Misal dia cuma beli karbohidrat saja atau cuma makan nasi dan kerupuk,” paparnya seraya menyebut gizi kurang juga bisa dikarenakan selera makan rendah.
Oleh karenanya, Dinkes telah menyiapkan pemberian makanan tambahan. Pemberian makanan itu, diutamakan untuk mereka yang gizinya kurang dan tidak mampu. Jika ada permintaan dari kabupaten/kota berapa pun juga bakal dipenuhi. “Kami juga memberikan makanan tambahan berupa biskuit yang kita utamakan pada mereka yang gizinya kurang dan tidak mampu,” jelasnya.
Pihaknya mengimbau masyarakat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya fasilitas seperi Posyandu untuk dapat diketahui bayi tersebut kurang gizi atau tidak sehingga lebih cepat diintervensi. [geh]

Tags: