Kasus Penjualan Tanah Cawisan Bancang Masuk PN Mojokerto

Dua orang ahli waris Tanah Cawisan Bancang menuntut ganti rugi kepada Pemkot Mojokerto ketika menunggu sidang di PN Mojokerto.. [kariyadi/bhirawa]

Kota Mojokerto, Bhirawa
Perkara dugaan penjualan tanah Cawisan Lingkungan Bancang, Kel Wates, Kec Magersari oleh Pemkot Mojokerto, masuk ke Pengadilan. Namun empat kali upaya mediasi diberikan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto terhadap kedua belah pihak yang bersegketa gagal menemukan kata sepakat.
Sebanyak 36 ahli waris tanah ini menggugat Pemkot Mojokerto agar mengembalikan uang pelepasan tanah mereka sebesar Rp16 miliar. Dengan Estimasi perhitungan,   tanah seluas 16.000 M2 kali Rp1 juta per M2. Pihak Pemkot melalui staf Bagian Hukum setempat menyatakan pihaknya belum menemukan keterkaitan adanya penerimaan uang pembayaran dari pihak Perumnas Wates selaku pembeli
”Belum ada bukti yang mengarah Pemkot menerima uang hasil penjualan itu. Kecuali pengakuan warga yang mengatakan penjualan tanah cawisan itu diterima Wali Kota (Samioedin) kala itu,” ungkap seorang staf Bagian Hukum yang enggan disebut jati dirinya, karena bukan pihak berwenang memberi keterangan pers, usai sidang, Senin (9/10) kemarin.
Apakah dengan demikian gugatan warga salah alamat? ”Mungkin demikian, sebab warga dalam rapat hanya ditunjukkan kwitansi penjualan oleh wali kota. Lah uangnya dibawa siapa, kita tidak tahu,” imbuhnya.
Karena gagal mencapai kata sepakat, sidang perdata yang dipimpin Hakim Joko Waluyo itu akan dilanjutkan pada tahapan berikutnya pada 19 Oktober mendatang.
Sementara itu, Moch Oshin SH penasehat hukum warga mengungkapkan pihaknya akan menjalani proses sidang ke tahapan berikutnya.
”Empat kali mediasi yang diberikan hakim gagal menemukan kata sepakat, kita lanjut ke gugatan. Kita memperjuangkan warga untuk mendapatkan haknya atas penjualan tanah Cawisan oleh Pemda tahun 1981,” terang penasehat hukum dari LBH Pengayoman itu.
Ia menyebutkan keanehan dibalik kasus ini. ”Ada kesan Pemda menghilangkan dokumen penjualan dengan cara sistematis. Mereka tak mempunyai satu dokumen pun,” ujarnya.
Sementara itu, Ibnu Sulkan dari pihak penggugat menyatakan tidak ada istilah kadaluarsa dalam kasus ini. ”Kami mengurus masalah ini sudah lama sejak 2005, bukan kadaluarsa. Dan kami menuntut ganti rugi atas penjualan tanah Cawisan,” tegasnya.
Dalam waktu dekat, katanya, pihaknya juga akan mengadukan kasus ini ke Kejagung RI, Kapolri dan KPK. Menurut ia, ada unsur korupsi yang diduga dilakukan oknum wali kota dalam kasus ini. ”Akan kami adukan kasus ini ke seluruh jajaran termasuk Kejagung, Kapolri dan KPK. Kita akan menuntut hak kita sampai titik darah penghabisan,” tegasnya.
Seperti diketahui, sebanyak 36 ahli waris tanah Cawisan Bancang, Wates, menuntut ganti rugi Rp16 miliar kepada Pemda setempat. Permintaan tertulis itu disampaikan kepada Wali Kota dan Ketua DPRD.
Koordinator warga, Ibnu Sulkan mengungkapkan, ahli waris tak pernah mendapatkan haknya pasca pembebasan lahan seluas 2 hektar untuk pembangunan Perumnas Wates tahun 1982. Tanah itu, terbagi menjadi dua bagian. Masing-masing 1,6 hektar di Dusun Bancang dan 0,4 hektar di Dusun Karanglo.
”Janji Pemkot saat Wali Kota Moch Samioedin untuk membayar ganti rugi tanah itu tidak pernah terealisasi sama sekali. Hanya ahli waris tanah Cawisan Karanglo yang mendapatkan haknya. Itupun dibayar di era Wali Kota Abdul Gani pada tahun 2006 silam,” ungkap Ibnu Sulkan. [kar]

Tags: