Kasus TBC Mencapai 5 Ribu Lebih Enggan Berobat, Takut Diduga Covid 19

Warga terlihat sangat antusias mengikuti kegiatan peringatan hari TBC di Pendopo Pemkab Sidoarjo. [achmad suprayogi/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Berdasarkan target yang dihitung sesuai ketetapan WHO (World Health Organization) tahun 2020, di wilayah Sidoarjo terdapat sekitar 5.694 kasus baru TBC (Tuberkolusis). Dari jumlah tersebut baru 44,2 persen atau sekitar 2.516 orang yang terkaver pengobatan TBC dan ditangani Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes).

“Ada sekitar 112 kematian selama 2020 akibat TBC. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi Dinas Kesehatan yang harus segera diselesaikan,” ungkap Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Sidoarjo Muhammad Athoillah dalam acara Peringatan Hari TBC di Pendopo Kabupaten Sidoarjo,

Menurutnya pengobatan tidak optimal di tahun 2020 itu karena ada pandemi yang membuat penderita TBC takut berobat ke Puskesmas. Apalagi khususnya penderita TBC yang berdampak pada paru-paru dan erat dengan Covid-19, mereka enggan berobat ke Puskesmas. “Takut diduga Covid-19,” jelas Athoillah, (31/1) lalu.

Ia juga menegaskan apabila menemukan kasus TBC perlu partisipasi masyarakat, kader TBC di semua desa dan kelurahan serta organisasi kemasyarakatan. Lalu membawa mereka ke Fasyankes.

Masyarakat tidak perlu khawatir sebab mulai layanan kesehatan, pemeriksaan, obat-obatan TBC tersebut gratis ditanggung pemerintah pusat hingga di penderita sembuh.

“Pemerintah telah menggelontor anggaran Rp 3 miliar untuk pengobatan TBC ini,” tegasnya.

Selain itu pengobatan penderita TBC yang tidak tuntas, menyebabkan kasus TBC belum terhenti. “Apalagi kalau sudah reda penyakitnya, pengobatan terputus. Sehingga TBC di Sidoarjo sedikit sulit dikendalikan,” katanya.

Sementara itu, dokter spesialis paru RSUD Sidoarjo Detty Rahmawati juga mengatakan selama pandemi, penemuan kasus TBC berkurang. Sebelum pandemi dirawat jalan RSUD Sidoarjo mampu menemukan tiga hingga lima pasien baru. Belum lagi di IGD dan rawat inap.

“Sejak pandemi, kunjungan ke klinik paru kebanyakan keluhan pneumonia karena Covid-19. 100 pasien setiap hari,” jelasnya.

Lalu bagaimana membedakan Covid-19 dan TBC Detty menjelaskan kedua penyakit tersebut hampir sama. Ada batuk. Namun kalau TBC penyakit kronis, kalau Covid karena virus yang bersifat akut.

“Kalau batuk lama tidak sembuh, kita berfikirnya ke kronis. TBC disertai batuk berdahak. Covid batuk kering,” urainya.

Detty menganjurkan apabila menemui orang dengan gejala batuk lama tidak sembuh lebih dari dua Minggu, demam tidak nafsu makan maka harus segera diperiksakan. Pengobatan TBC ini berjalan minimal enam bulan.

Sebab hampir seluruh penderita TBC tidak mau mengakui penyakitnya ini. Penularan tidak terputus. Apalagi penularan tinggi terjadi di lingkup keluarga. Dikarenakan ada penderita TBC di dalam satu rumah yang memakai alat makan dan minum yang juga dipakai anggota keluarga dalam satu rumah tersebut.

“Ditambah lagi ada anggota keluarga yang merokok. Semakin memperparah penyakit TBC ini,” terangnya. [ach]

Tags: