Kasus Tertukarnya Surat Suara Disinyalir Sistematis

 Faf Adisiswo

Faf Adisiswo

Surabaya, Bhirawa
Tertukarnya  surat suara dalam pemilu legislatif  2014  di 590 Tempat Pemungutan Suara (TPS)  dari total 545.791 TPS di seluruh Indonesia mulai disebut sebagai tindakan yang sistematis.
Sekretaris DPD Partai Gerindra Jatim,  Faf Adisiswo menyebut masuk akal jika ada tudingan tertukarnya surat suara di sejumlah TPS merupakan tindakan yang disengaja , sistematis dan massif.
Gerindra, kata Faf, akan mempelajari serius kasus ini.     “Kalau benar terjadi seperti itu maka ini kejahatan pemilu yang tak bisa ditolerir. Bawaslu juga harus bisa mengungkap kejahatan pemilu ini, ” tegasnya. Indikasi itu semakian kuat karena pemilu ulang pakai door prize.
Sementara itu pengamat dari Bangun Indonesia,  Agus Mahfud Fauzi menilai jika benar dan bisa dibuktikan adanya kesengajaan dan sistematisasi kasus tertukarnya surat suara  maka seluruh penyelenggara yang terlibat bisa dipidanakan.
Bahkan, kata Agus,Pemilu 2014 bisa diulang,  mengingat kasus ini sudah menjadi isu nasional dan berlangsung sangat massif dan terstruktur. “Ini memang sulit diungkap tapi kalau benar terjadi maka pemilu kali ini akan jadi catatan sejarah terburuk sepanjang sejarah paska reformasi, ” jelasnya.
Terpisah,  KPU Jatim melalui salah seorang komisionernya ketika dikonfirmasi terkait masalah tersebut mengelak. “Duite warisane mbahe ta dibuat bancakan seperti itu, ” dalihnya via BBM. Senada,  komisioner KPU RI,  Arief Budiman juga membantah kasus surat suara tertukar itu suatu kesengajaan yang sistematis dan massif.
Memang sinyalemen kasus tertukarnya surat suara antar antar Dapil merupakan suatu kesengajaan mulai menguat. Bahkan, patut diduga praktek penukaran surat suara itu dilakukan secara sistematis,  massif dan terstruktur. Apalagi kalau 590 TPS dikalikan Rp 30 juta nilainya cukup fantastis yakni sekitar Rp 17,7 miliar.
Salah seorang ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di salah satu TPS  di  Kecamatan Gayungan Kota Surabaya yang minta namanya tidak disebut  mengaku kepada wartawan kaget ketika bertanya kepada ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) setempat soal kasus surat suara tertukar yang ada di 22 TPS yang tersebar di 5 Kecamatan di Kota Surabaya.
“Pokoknya setiap kotak suara dihargai Rp30 juta. Rinciannya,  Rp20 juta untuk PPS dan Rp10 juta untuk PPK (Panitia Pemungutan Kecamatan),” jelas sumber menirukan keterangan ketua PPS setempat ketika dikonfirmasi Selasa (15/4).
Menurut sumber yang mewanti-wanti namanya tak di korankan itu menyatakan bahwa surat suara tertukar patut diduga dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Pasalnya, PPS di Kecamatan Tegalsari Surabaya yang sempat tertukar kotak suaranya saat proses pendistribusian dari PPK tapi langsung dikembalikan begitu diketahui.
“Dari fisik tanpa harus membuka kotak suara jika PPS teliti sebenarnya bisa diketahui kalau kotak suaranya tak sesuai dengan dapil. Kalau  baru diketahui surat suara tertukar saat proses pemungutan atau penghitungan suara di TPS itu jelas ada unsur  kesengajaan, ” ungkap sumber.
Apalagi semua petugas KPPS dan PPS juga dibekali  buku panduan yang menjelaskan bahwa tugas KPPS sebelum melaksanakan proses pemungutan suara yakni memastikan kesesuaian antara setiap jenis surat suara dengan daerah pemilihan (dapil).
“Kalau ada ketidaksesuaian maka KPPS menunda proses pemungutan suara dan segera melapokan kepada PPS. Jika KPPS telah memperoleh surat suara yang sesuai dengan dapil, maka proses pemungutan suara dapat dilanjutkan, ” ungkapnya.
Bukti lain memperkuat adanya unsur kesengajaan itu adalah ketika KPPS menyetor kotak suara ke PPS selalu ditanyai “wajar atau tidak”. “Pada awalnya saya tak paham tapi setelah dijelaskan oleh ketua PPS akhirnya mengerti apa yang dimaksud dengan istilah tersebut. KPPS lain juga mendapat pertanyaan yang sama,” terang  sumber.
Sayangnya, sumber tidak tahu maksud dan tujuan dari praktek kotak suara sengaja ditukar tersebut. Alasannya  KPU dinilai lembaga “super body” karena setiap terjadi kesalahan penyelenggaraan pemilu maka dengan mudahnya mereka mengubah kebijakan baik melalui PKPU maupun SE.
“Setelah ketahuan ada surat suara tertukar KPU kemudian mengeluarkan SE supaya dilakukan pemilu susulan (ulang). Bahkan ada TPS melakukan pemilu ulang hanya selang beberapa hari paska hari H pencoblosan. Kalau semua tidak dipersiapkan matang tentu mereka harus mencetak lagi surat suara dan itu perlu waktu yang cukup lama, ” dalih pria yang sudah pengalaman jadi KPPS lima kali pemilu ini.  [cty]

Tags: