Kawasan Agropolitan Kab.Malang Dikaji KLHK

Bupati Malang H Rendra Kresna bersama pimpinan SKPD saat melihat film hasil kajian adaptasi perubahan iklim yang dilakukan KLHK dan IPB, di Peringgitan Pendapa Agung Kab Malang.

Bupati Malang H Rendra Kresna bersama pimpinan SKPD saat melihat film hasil kajian adaptasi perubahan iklim yang dilakukan KLHK dan IPB, di Peringgitan Pendapa Agung Kab Malang.

(Sebagai Daerah Adaptasi Perubahan Iklim)
Kab Malang, Bhirawa
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Fakultas Matematika dan Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan kajian tentang adaptasi perubahan iklim di kawasan agropolitan, di wilayah Kabupaten Malang.
Kajian adaptasi perubahan iklim tersebut, jelas
Staf Ahli KLHK Ferdinand menjelaskan kajian adaptasi perubahan iklim untuk menyusun rencana adaptasi perubahan iklim dan kawasan agropolitan melalui pemanfaatan kajian kerentanan, risiko dan perubahan iklim. Tujuan dari kajian yang ini agar pemerintah daerah memiliki dokumen kajian risiko dan dampak perubahan iklim.
“Jadi yang kita lakukan di Kabupaten Malang ini akan menjadi pembelajaran tidak hanya bagi orang di Indonesia, namun juga untuk orang di negara lain. Karena saat ini juga terjadi tingkat kerentanan sosial ekonomi dan tingkat bahaya, serta risiko terkait iklim,” paparnya.
Menurut Ferdinand, dalam proses penyusunan untuk mengkaji adaptasi perubahan iklim berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) KLHK Nomor 33 Tahun 2016 tentang Penyusunan Adaptasi Perubahan Iklim yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.
Kajian perubahan iklim ini pada bagian pertama yakni sosial dan ekonomi. Bagian ini akan memberikan informasi kepada Bupati Malang terkait dengan penggunaan data potensi desa 2014 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melihat di wilayah mana atau di desa mana di Kabupaten Malang yang perlu menjadi prioritas dan apa yang harus diprioritaskan.
“Sebagai kajian kami di Kabupaten Malang ini, yakni di kawasan agropolitan, di wilayah Kecamatan Poncokusumo,” terangnya.
Dikatakan, untuk bahaya dan risiko terkait perubahan iklim, pihaknya mencoba menyusun pemetaan potensi bahaya di satu wilayah di Kabupaten Malang. Dan yang menjadi ketertarikan dirinya melakukan studi kajian perubahan iklim ini di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo. Dimana tingkat curah hujan di wilayah tersebut tinggi, tapi potensi kekeringannya juga tinggi.
“Sehingga tools atau alat yang kami kembangkan ini paling tidak bisa mensimulasi apa yang terjadi di wilayah Kabupaten Malang atau tingkat kerawanan mana yang harus diperhatikan,” jelas Ferdinand.
Sementara itu, Bupati Malang H Rendra Kresna, sangat berterimakasih kepada tim dari Kementerian KLHK dan IPB. Karena kajian tersebut bisa menjadi referensi dalam membuat Perbup terkait lingkungan hidup strategis, untuk menunjang rencana program pembangunan daerah.
“Hasil kajian Kementerian KLHK dan IPB di Desa Ngadas tidak sepenuhnya benar. Karena Desa Ngadas tanahnya memang kering tidak membutuhkan air. Sebab, tanah di wilayah Desa Ngadas tersebut cocok untuk tanaman hortikultura,” tegasrnya. Sehingga hasil kajian itu, kata Rendra, harus terintimigrasi, real dan juga dapat dikroscek lagi datanya untuk lebih detail lagi, agar asilnya bisa disinkronkan  dengan strategi pembangunan Kabupaten Malang. Tentunya yang mengarah pada tiga hal yaitu pengurangan kemiskinan, peningkatan pariwisata dan lingkungan hidup. [cyn]

Tags: