Kawasan Smelter : Segera Bangun atau Tertinggal Lagi

Dr. Abdul Hamid, MPOleh :
Dr  Abdul Hamid, MP   
Balitbang Provinsi Jatim
Kekuatan dan daya tahan perekonomian suatu negara sangat tergantung pada kemampuan dan kapasitas struktur hulu dan dasar setiap sektornya. Setiap sektor ekonomi memiliki kemampuan, sifat, karakteristik, dan jangkauan masing-masing yang mempengaruhi sektor tersebut, dan juga mempunyai pengaruhi terhadap sektor lainnya.
Indonesia yang dalam struktur ekonominya dalam satu dasawarsa terakhir berada dalam tahapan sekunder karena dominasi sektor perdagangan dan jasa relatif melebihi tahapan primer seperti sektor pertanian dan industri. Namun perekonomian seperti itu relatif labil karena kurang didukung dan didorong oleh basis struktur setiap sektor yang mumpuni pada semua sektor ekonomi, mulai sektor pertanian, sektor pertambangan sampai sektor industri.
Indikasi relatif labil-nya tahapan perekonomian itu bisa dilihat dari besaran kebutuhan akan barang dan produk impor karena tidak tersedianya dari dalam negeri. Mulai dari kebutuhan produk-produk pertanian, holtikultura, jagung, kedelai dan lain-lain yang sudah sangat tergantung dari impor. Juga kebutuhan akan barang konsumen seperti alat-alat telekomunikasi, mobil dan lain-lain. Indikasi labil-nya tahapan perekonomian kita juga bisa diraba dari dorongan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih banyak didorong oleh sisi demand (pengeluaran konsumsi), dan memiliki kesenderungan konsumtif.
Bangsa yang besar dan maju adalah bangsa yang tidak hanya mampu menghargai pahlawannya saja tetapi juga harus mampu mengelola dan menghargai faktor endowment sumber daya alam dan mineral yang dimilikinya karena selain faktor sumber daya manusia (SDM) yang berpengaruh terhadap kemajuan bangsa tetapi juga faktor kekayaan alam yang dimiliki.
Sektor industri di dalam negeri sangat tergantung dari sektor pertambangan dan penggalian karena input dan bahan baku berasal dari sektor ini, tetapi sektor pertambangan dan penggalian selama ini lebih banyak hanya sebatas gali dan angkut saja ke luar negeri tanpa ada proses produksi yang bernilai tambah tinggi. Putaran ekonomi yang diharapkan tidak muncul karena interaksi ekonomi yang terjadi bersifat lokal dan terbatas hanya pada perusahaan tambang yang mempunyai hak konsesi saja meskipun pemerintah mendapat hak sharing dan pajak.
Ketegasan pemerintah tentang Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) Nomor 4 Tahun 2009 yang melarang ekspor mineral mentah mulai 12 Januari 2014 akhirnya mundur lagi karena berbagai alasan yang dikemukakan oleh beberapa perusahaan tambang yang mempunyai kekuatan tawar maupun oleh beberapa pejabat indonesia yang semua orang sudah mengetahuinya.
Industri tambang mengaku tidak siap dan minta waktu lagi dalam membangun industri pengolahan hasil tambang atau smelter. Pemerintah akhirnya pun mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014, yang memberi batasan waktu pembangunan smelternya dalam waktu tiga tahun ke depan.
Padahal industri pertambangan terutama perusahaan-perusahaan tambang besar sudah puluhan tahun, bahkan ada yang sudah beroperasi hampir satu generasi tetapi tetap saja belum mampu membangun smelter sendiri. Pertanyaannya ada apa?
Kawasan Industri Smelter Sebagai Solusi
Ketidakjelasan dan ketidakpastian industri pengolahan mineral atau smelter selama ini akan terus berlangsung selama belum ada kejelasan sikap pemerintah terhadap pelaku industri pertambangan. Apalagi kalau ketentuan keharusan pembangunan smelter tersebut diserahkan kepada masing-masing perusahaan. (baca: Kelanjutan proyek smelter PT.Freeport meragukan. Harian bisnis indonesia tgl 30 april 2014)
Oleh karenanya pemerintah harus pro aktif merangsang dan menjembatani ketentuan pembangunan smelter itu dengan menyediakan fasilitas lahan dan infrastruktur pendukungnya. Salah satu solusi yang realistis adalah urgensi pembangunan kawasan industri khusus smelter bagi industri pertambangan di lndonesia.
Bangsa yang kuat adalah bangsa yang memperkuat basis struktur setiap sektor ekonominya, termasuk sektor pertambangan dan industri. Seperti negara india dan China, mereka telah memperkuat basis industrinya dengan membangunan industri smelter dalam bentuk industrial estate sehingga kemampuan sektor industrinya diakui secara internasional. China memiliki industri smelter yang juat di beberapa daerah seperti di Fengzhen, Shenzhen, Shenyang dan daerah lainnya. Begitu juga india memiliki basis industri smelter di distrik Yamuna Nagar, Korba, Riddhi Heatron, Mumbai dan di distrik-distrik lainnya. Sehingga india mampu dan dikenal sebagai kekuatan basis produksi besi dan baja yang terkenal di dunia.
Percepatan pembangunan industri smelter sudah dicetuskan oleh kementerian perindustrian, namun kesulitan utama adalah pilihan lokasi lahan yang baik dan representatif bagi pembangunan kawasan industri smelter yang membutuhkan lahan besar lebih dari 1.500 hektar.
Seperti kawasan industri smelter di China dan di India, kebutuhan lahan yang luas dan murah merupakan syarat pertama dan kedua dari beberapa syarat dalam pembangunan industri smelter. Kemudian peralatan dan biaya konstruksi smelter harus lebih banyak disuplai dari domenstik agar lebih murah karena selama ini tergantung luar negeri termasuk teknologi dan kontraktornya sendiri. Syarat keempat adalah kemudahan akses pembiayaan yang super murah. Untuk membangun satu smelter saja dibutuhkan investasi US$1,2-2 miliar. Sedangkan bank domestik saat ini hanya mampu memberikan pinjaman US$200 juta per proyek. Syarat kelima adalah membutuhkan upah buruh yang murah untuk membangun dan mengoperasikan smelter. Sedangkan syarat keenam adalah dibutuhkan pertumbuhan domestik yang tinggi untuk hasil produk smelter. Syarat ketujuh adalah membutuhkan infrastruktur yang menunjang smelter, dari pelabuhan, kereta agar investasi smelter tidak terlalu besar, termasuk pasokan listrik yang besar, stabil dan murah juga dibutuhkan untuk menekan biaya operasional smelter agar dapat bersaing. Sedangkan syarat kesembilan dan kesepuluh adalah persyaratan lingkungan yang harus diperlonggar dan pengurangan dana CSR karena membangun smelter membutuhkan dana besar dalam jangka panjang.
Dan Jawa Timur, yang terletak di posisi yang strategis dan sebagai salah satu pioner pembangunan nasional serta penggerak laju pertumbuhan ekonomi Indonesia layak sebagai kawasan industri smelter karena memiliki beberapa syarat pembangunan industri smelter seperti yang diuraikan diatas, dan memiliki banyak industri dalam berbagai tingkatan termasuk jumlah SDM dan upah tenaga kerja yang relatif kompetitif. Dari berbagai literatur dan penelitian, lokasi yang cenderung layak dan reasonable serta capable adalah Kabupaten Situbondo Jawa Timur.

———- *** ———

Tags: