Ke-tertinggal-an Upah

karikatur ilustrasi

Kenaikan upah buruh Indonesia tahun 2019 menjadi yang tertinggi kawasan Asia Tenggara, selama dua tahun terakhir. Tahun 2018 UMP (Upah Minimum Propinsi) naik 8,71%. Serta tahun 2019 akan naik 8,03%. Kenaikan wajib (minimal) persis senilai dengan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Namun akibat sistem upah murah rezim terdahulu, upah Indonesia masih tergolong murah. Masih peringkat ke-empat di ASEAN.
Pertumbuhan kenaikan upah di Indonesia tergolong sangat beragam, berdasar harga-harga di daerah. Hal itu disebabkan Indonesia terdiri dari ratusan kepulauan (17 ribu lebih pulau-pulau), dengan bentang area seluas 5,455 juta kilometer-persegi. Seluas 3,544 juta kilometer persegi berupa perairan. Maka ragam nilai UMP merupakan keniscayaan menuju keadilan ke-ekonomi-an. UMP tertinggi diperoleh Jakarta (Rp 3.941.000,-), terendah tercatat di DIY Yaogya (Rp 1.571.000,-).
Jika dikurs dengan dolar Amerika, UMP Jakarta sebesar US$ 262,73. Sedangkan UMP di DIY Yogya bernilai US$ 104,73. Pemerintah perlu segera mempertimbangkan percepatan standar upah. Diantaranya melalui pertambahan komponen KHL (Kebutuhan Hidup Layak) yang dimasukkan dalam upah. Serta (KHL) tidak dipagu dengan harga paling murah. Begitu pula standar UMP masih dipagu impas dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun lalu. Tanpa pertimbangan kemungkinan kenaikan harga pada tahun 2019.
Sehingga buruh selalu berharap-harap cemas tidak terjadi tambahan inflasi pada tahun 2019, terutama yang disebabkan kebijakan tarif oleh pemerintah. Berdasar data BPS (Badan Pusat Statistik), inflasi selama tahun 2018 tercatat sebesar 2,88%, dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,15%. Data BPS menjadi arahan peningkatan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Secara khusus kenaikan UMP diatur pada pasal 44 ayat (1), dan ayat (2). Di dalamnya terdapat frasa kata “penambahan” nominal upah yang disesuaikan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Frasa kata “penambahan” nominal upah, seharusnya tidak dipahami sebagai pertambahan nilai inflasi dengan pertumbuhan. Melainkan harus dipahami secara logis sebagai “perkalian.” Sehingga upah buruh tahun 2019 naik sebesar 14,83 dibanding tahun 2018.
Kenaikan upah menjadi keniscayaan. Tetapi patokan upah baru bisa direvisi selama 5 tahun. Kebutuhan hidup layak (KHL) menjadi pilar utama upah, tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015. KHL tahun 2019 ditetapkan berdasar standar harga tahun 2016 plus. Yakni, (plus) memperhitungkan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi, berdasar data BPS. Dus, sebenarnya UMP tidak naik. Melainkan sekadar disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi, secara pas-pasan pula.
Kenaikan harga (pangan, barang dan jasa) biasanya bukan sekadar suasana pasar, berdasar suplai dan kebutuhan. Melainkan juga akibat administrated price (kenaikan harga tarif wajib ditentukan pemerintah). Misalnya, kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), kenaikan TDL (Tarid Dasar Listrik), tarif air minum (pemerintah daerah). Juga retribusi pasar, dan tarif angkutan umum, seyogianya dikendalikan pemerintah (dan daerah).
Begitu pula harga pulsa telpon seluler, yang dikendalikan oleh perusahaan swasta level multi nasional. Kenaikan harga pulsa patut dicermati pemerintah. Belanja pulsa merupakan kebutuhan sekunder terbesar. Nilainya sekitar 25% kebutuhan pangan. Melebihi kebutuhan sandang, bisa menguras upah buruh.
Upah buruh layak, telah menjadi amanat konstitusi negara. UUD 1945 pasal 28D ayat (2), yang mengamanatkan: “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” Karena itu diperlukan ke-berpihak-an Kepala Daerah (Gubernur, serta Bupati dan Walikota), terhadap UMK maupun UMP. Toh, buruh merupakan warga masyarakat yang seharusnya dilindungi Kepala Daerah.

——— 000 ———

Rate this article!
Ke-tertinggal-an Upah,5 / 5 ( 1votes )
Tags: