Kebangkitan Isra’ Mi’raj

foto ilustrasi

Bangkit dari masa sulit, menjadi tema peringatan Isra’ Mi’raj tahun ini. Negara secara resmi rutin (telah 67 kali) menyelenggarakan peringatan Isra’ Mi’raj. Negara lain dengan penduduk mayoritas muslim, juga menyelenggarakan hal yang sama. Hal itu menandakan, bahwa peringatan Isra’ Mi’raj memiliki makna (urgensi) strategis. Sebagai penglipur spiritual sosial. Tidak putus pengharapan, melainkan terus berupaya (dan berdoa).
Hari esok yang lebih baik, menjadi doa utama Nabi Muhammad SAW pada masa sulit. Amul Huzni (masa paling sulit), pernah dialami kanjeng Nabi SAW, sekitar tahun 619 masehi (9 tahun dari masa kenabian). Pada setahun itu, Khadijah r.a. (istri Nabi SAW) dan Abu Thalib r.a. (paman sekaligus wali asuh Nabi SAW) meninggal dunia. Padahal, istri dan paman beliau SAW, merupakan pelindung utama secara fisik, moral, sosial, dan ekonomi.
Andai Nabi SAW “menyerah” pada situasi sulit, niscaya seluruh dunia akan tenggelam dalam kegelapan. Ilmu (dan pencerahan) yang diajarkan melalui Al-Quran, bisa mandeg. Ahli tarikh (sejarah Islam), meyakini bahwa kehidupan dunia (serta moralitas) saat itu pada situasi kritis. Karena kebencian dan serangan kepada Nabi SAW makin gencar dan terang-terangan. Seluruh utusan Allah yang terdahulu juga mengalami ujian yang sama, dianiaya oleh bangsanya.
Sampai suatu malam, tanggal 27 bulan Rajab (tahun 620 masehi), Nabi Muhammad SAW pasrah merebahkan diri di sisi Ka’bah. Saat itulah malaikat Jibril datang atas perintah Allah. Tujuannya, membawa Nabi SAW melaksanakan isra’ (perjalanan dari Mekkah ke Yerusalem). Lalu berlanjut mi’raj  menghadap Allah sang Maha Pencipta. Inilah pesan utama Isra’ Mi’raj, bahwa pada masa sulit, pasti akan terdapat momentum kebangkitan (pengharapan).
Nabi Muhammad SAW, merasa berbahagia, karena bertemu nabi-nabi utusan Allah terdahulu. Sekaligus menerima tutorial dari para “senior,” sejak nabi Adam a.s., sampai nabi Isa al-masih. Tutorial nabi-nabi pendahulu sangat penting. Masing-masing nabi dan rasul Allah berkewajiban (dakwah) membimbing umatnya. Disesuaikan dengan waktu dan adat bangsa tertentu.
Sehingga “tutorial” dari utusan Allah yang terdahulu, menjadi bekal Nabi Muhammad SAW. Menjadi pelayan seluruh bangsa-bangsa sampai berakhirnya dunia. Selama tutorial di langit (mi’raj), diberikan percontohan perilaku berbagai umat terdahulu, beserta akibat dan cara menyelesaikannya. Maka gairah berdakwah menyampaikan ajaran Al-Quran, meningkat setelah isra’ dan mi’raj. Walau peristiwa isra’ dan mi’raj pada awalnya dianggap sebagai sihir.
Sebab (saat itu), tidak mungkin perjalanan Mekkah – Yerusalem bisa ditempuh dalam semalam. Hanya sayydina Abubakar r.a., dan sahabat terdekat lainnya yang percaya. Namun kelak (saat ini), perjalanan Mekkah – Yerusalem, lazim ditempuh hanya dalam waktu 2 jam. Peristiwa isra’ dan mi’raj, menjadi “garis batas” keimanan. Yang percaya akan memperoleh berbagai pengajaran dan hikmah.
Hikmah isra’ dan mi’raj, adalah bersabar dan melaksanakan kewajiban shalat. Perintah shalat, merupakan hadiah paling istimewa dari Tuhan seluruh alam. Dalam surat Al-Baqarah ayat ke-45 (QS 2:45), difirmankan, “Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat…” Firman ini diulang pada surat Al-Baqarah ayat ke-153. Namun dalam Al-Quran juga diakui, bahwa shalat, memang berat. Kecuali orang yang khusyuk.
Isra’ dan mi’raj, merupakan “buah” dari kesabaran Nabi Muhammad menghadapi kaumnya. Setelah peristiwa mi’raj, Nabi SAW memilih melaksanakan perintah hijrah. Itu bagian dari strategi, sebagai pemimpin, senantiasa berupaya untuk umatnya. Maka Isra’ mi’raj, mestilah dipahami sebagai pengharapan rakyat. Yakni, bahwa para pemimpin akan meneladani sifat Nabi SAW : berbuat benar, dapat dipercaya, cerdas (menguntungkan rakyat), dan selalu hadir melindungi.

——–   000   ———
 

Rate this article!
Tags: