Keberatan Lakukan Sertifikasi Kompetensi Sendiri

3-Foto_tamDindik Jatim, Bhirawa
Persaingan tenaga kerja pada momentum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan semakin berat bagi lulusan SMK. Mulai digelarnya MEA tahun depan membuat lulusan SMK harus mengantongi sertifikat kompetensi selain ijazah dari pemerintah. Sekolah mengaku keberatan menggelar sertifikasi kompetensi sendiri tanpa bantuan pemerintah.
Diungkapkan Agus Budi Santoso, guru SMKN 2 Probolinggo yang baru sajalolos uji kompetensi di UPT Pelatihan dan Pengembangan Pendidikan Kejuruan (PPPK) Dinas Pendidikan Jatim, jika teknis sertifikasi diserahkan kepada sekolah, maka satuan pendidikan harus memanggil assesor sesuai kompetensi yang ada di sekolah. Jumlahnya bisa lebih dari satu karena satu SMK memiliki banyak jurusan.
“Kalau memanggil assesor dari luar, tentu butuh biaya besar,” ujarnya saat ditemui usai mengambil sertifikat kompetensi di UPT PPPK Dindik Jatim, Sabtu (6/12).
Selain asesor, biaya besar juga harus disediakan untuk menyiapkan peralatan uji kompetensi. Sebab, alat-alat yang digunakan untuk uji kompetensi harus sesuai standar nasional. Jika tidak, sekolah tidak dapat menjadi Tempat Uji Kompetensi (TUK) sebagaimana UPT PPPK Dindik Jatim yang tahun ini baru menjadi TUK. Padahal, tidak semua sekolah kejuruan memiliki alat yang lengkap.
“Pemakaian alat yang sesuai standar ini dalihnya. Kalau nanti siswa tidak lulus, bukan salah alatnya tapi memang siswanya,” ungkap dia.
Teknis sertifikasi sendiri diserahkan kepada pihak sekolah dan lembaga sertifikasi, baik lembaga sertifikasi profesi (LSP) maupun lembaga sertifikasi kompetensi (LSK) yang berada di bawah Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Meskipun kebijakan ini diakui baik, namun sekolah bakal kesulitan menerapkannya.
Sementara jika diikutkan uji kompetensi ke lembaga swasta, biaya yang dikeluarkan akan leih besar lagi. Guru bidang keahlian las ini menyebutkan, satu orang bisa menghabiskan biaya sekitar Rp 10 juta untuk uji kompetensi di swasta. Nominal itu belum termasuk biaya akomodasi.
“Ada teman saya yang juga guru mengikuti uji kompetensi las menggunakan pihak swasta. Tapi lokasinya jauh, di Bandung, dan biayanya juga mahal sampai Rp 10 juta,” tutur dia.
Agus mengaku cukup senang karena UPT PPPK Dindik Jatim sudah menjadi TUK dan menggelar uji kompetensi. Sebab, guru seperti dirinya dan beberapa siswa SMK lain dapat mengikuti sertifikasi keahlian secara gratis.
“Alhamdulillah sudah lulus sertifikasi las di sini (UPT PPPK). Sertifikat ini berlaku selama tiga tahun dan untuk legalitas mengajar saja. Kalau sudah habis bakal ikut tes lagi,” jelasnya.
Kepala UPT PPPK Dindik Jatim Sumardijono mengatakan, pemerintah melihat sertifikat kompetensi untuk guru dan siswa SMK merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Tahun ini sasaran sertifikasi di lembaganya ditujukan untuk 500 guru SMK dan 820 calon lulusan SMK. Sedangkan jumlah siswa SMK di Jatim sendiri mencapai 63.819 peserta didik dan tenaga pendidikan SMK sendiri mencapai 54.123 guru.
“Awalnya kami hanya menargetkan kenaikkan 2.400 uji kompetensi pada 2015 mendatang. Tapi ternyata justru dinaikkan sekitar 3.600 uji kompetensi. Ini kebijakan yang sudah tepat,” kata dia.
Dalam uji kompetensi di UPT PPPK, terdapat 12 bidang kompetensi berbeda. Diantaranya ialah pengelasan, tata busana, tata boga, tata kecantikan, akuntansi, sekretaris, mesin CNC, mesin manual, desain grafis, word processing, spread sheet, dan presntation. “Setiap ujian digelar selama dua hari. Tetapi sebelum ujian berlangsung, mereka juga dibekali dengan pelatihan selama lima hari,” tutur dia. [tam]

Keterangan Foto : Agus Budi Santoso menunjukkan sertifikat kompetensi yang diterima dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) usai lulus uji kempetensi di UPT PPPK Dindik Jatim. [adit hananta utama/ bhirawa]

Tags: