Kebijakan Anggaran Perjalan Dinas Dinilai Tak Rasional

Karikatur-Calo-AnggaranDPRD Jatim, Bhirawa
Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) terkait anggaran perjalan dinas untuk anggota legislatif dipandang tidak rasional dan terkesan pilih kasih oleh legislator DPRD Jatim. Tingginya inflasi yang disebabkan naiknya sejumlah harga bahan pokok, ternyata tidak dijadikan dasar sebagai perhitungan penetapan anggaran. Untuk Kunker di luar provinsi paling tinggi mereka mendapatkan uang saku sekitar Rp500 ribu/hari.
Ketua Komisi A DPRD Jatim, Fredy Poernomo menegaskan keputusan Menkeu dalam membuat anggaran perjalanan dinas dewan sangat tak rasional. Sebagai anggota DPRD Jatim , dalam aturan Menkeu baru, mereka dimasukan dalam pejabat eselon II atau sekelas SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah). Padahal dalam PP 24/2012 tentang kedudukan dan protokoler itu disebutkan gubernur dan DPRD Jatim merupakan pejabat daerah .
”Bagaimana dalam masalah anggaran dewan dibedakan dengan gubenur. Dimana dalam Kepmenkeu nomor 37/2014 tentang biaya perjalan dinas antara gubernur dan pimpinan dewan ada selisih Rp10 ribu. Berikut dangan anggota dan pimpinan DPRD juga ada selisih Rp10 ribu. Jujur ini sangat tidak fair dan tidak rasional serta terkesan pilih kasih,”tegas politisi asal dari Partai Golkar, Selasa (6/1).
Diakuinya, pihaknya sangat mendukung adanya efesiensi anggaran. Namun demikian hal itu harus dilihat dari kondisi yang ada termasuk jalannya inflasi. Kalaupun uang saku yang diberikan Rp500 ribu, bagaimana dengan makan sehari-harinya yang harus ditanggung anggota, ketika kunker di DKI Jakarta, yang harga makanan disana cukup mahal. Sementara di Aceh setiap anggota dewan hanya mendapatkan uang saku Rp300 ribu/hari.
Begitupula dengan uang saku untuk kunjungan kerja di dalam provinsi. Dimana paling tinggi Rp1 juta dan paling rendah Rp300 ribu. Dimana uang saku Rp1 juta berlaku kunker di Pasuruan, sementara Rp300 ribu di Bojonegoro.
”Bagaimana di Bojonegoro hanya dihargai Rp300 ribu. Padahal di Bojonegoro merupakan salah satu wilayah di Jatim yang mengalami perkembangan yang cukup pesat dengan ditandai dengan banyaknya perusahan gas yang berdiri disana. Maka otomatis kebutuhan hidup juga meningkat. Tapi disini Menkeu hanya menghargai Rp300 ribu, dimana letak rasionalnya. Yang pasti saya melihat penetapan anggaran ini dilakukan tanpa perhitungan yang jelas,”paparnya.
Tidak itu saja. Untuk uang reprsentif juga mengalami penurunan sekitar Rp100 ribu. Dari sekitar Rp250 ribu/hari kini berubah hanya Rp150 ribu saja. Tentu saja hal ini juga menimbulkan protes oleh sejumlah anggota DPRD Jatim.
Sementara itu, Anggota Komisi D DPRD Jatim, Achmad Halim menegaskan pihaknya bersama seluruh anggota dewan provinsi yang tergabung dalam Adepsi akan ngelurug ke Menkeu. Mereka mendesak kepada Menkeu untuk mengevaluasi kembali keputusannya yang dipandang sangat merugikan para wakil rakyat. Mengingat dalam menentukan anggaran tanpa didasari oleh kondisi dan situasi yang jelas. Termasuk kenaikan inflasi yang begitu tinggi akibat dari naiknya BBM, TDL hingga LPG.
”Kami sudah melakukan pertemuan dan sepakat minggu depan akan ngelurug Menkeu terkait penetapan anggaran kunker,”tegas pria yang juga anggota Fraksi Gerindra Jatim dengan intonasi tinggi.
Dijelaskannya, jika Kepmendagri tidak mencerminkan tentang kondisi anggota dewan yang ada di daerah yang memang memiliki banyak sekali konstituen. Begitupula dengan Jatim yang wilayahnya luas dan kondisi setiap daerah berbeda-beda.
Buktinya ketika kunker di Probolinggo yang jaraknya cukup dekat dihargai Rp1 juta, namun di Bojonegoro hanya Rp300 ribu/hari. Itu artinya Menkeu tidak melihat sendiri, jarak dan kondisi suatu daerah. [cty]

Tags: