Kebijakan Kadiknas Dibatalkan Wali Kota Mojokerto

FT-05-02-2014-05-300x206Kota Mojokerto, Bhirawa
Kebijakan Kepala Dinas Pendidikan (Kadiknas) Kota Mojokerto ternyata tak sejalan dengan visi misi Wali Kota  Mas’ud Yunus soal  pendidikan gratis di Kota Mojokerto. Tak pelak kebijakan Kadiknas soal Pungutan Liar (Pungli) dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2014 ini langsung dibatalkan wali kota.
”Saya sudah perintahkan Kepala Dinas Pendidikan untuk membatalkan pungutan apapun dalam proses PPDB,” terang Wali Kota Mas’ud Yunus kepada Bhirawa yang disampaikan Kabag Humas Pemkot Mojokerto, Heryana Dody. Dua hari sebelumnya Kadiknas Hariyanto mengeluarkan kebijakan lisan soal pungutan uang kepada para siswa  PPDB Online yang dibuka selama empat hari sejak 30 Juni (hari ini).
Pungutan yang dilakukan tanpa dasar hukum tertulis itu dilakukan sekolah  bervariasi. Para Kepala Sekolah SMA Negeri di Kota Onde-onde ini sepakat memasang tarif Rp30 ribu per siswa. Dan biaya itu harus dilunasi siswa saat resmi diterima di sekolah itu.
Sementara para peserta didik di tingkat SMK Negeri dipatok senilai Rp40 ribu. Yang lebih memprihatinkan, pungutan harus dibayarkan saat pengambilan formulir dilakukan.
”Sejak awal menjabat sebagai wali kota sudah diputuskan biaya pendidkan di Kota Mojokerto ini gratis. Rencana kebijakan Kadiknas itu tak diketahui Bapak Wali Kota sebelumnya,” tambah Kabag Humas lagi.
Hasil penelusuran Bhirawa, munculnya kebijakan pungutan PPDB itu memng cukup aneh. Menurut Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Kota Mojokerto, Sugiono, dasar pungutan hanya secara lisan dan hasil kesepakatan saja. ”Itu hasil dari rapat koordinasi dengan Kepala Dinas,” katanya.
Ketika ditanya, terkait payung hukum dalam pungutan itu, dia tak mampu menunjukkan. ”Karena hasil kordinasi saja. Bukan melalui aturan tertulis,” tutur Kasek SMA Negeri II itu dengan tanpa beban.
Bahkan sebelum ada pembtalan dari wali kota, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto, Sunardi  juga tak menampik sedikit pun soal pungutan itu. Namun, anehnya dia berdalih pungutan itu bukan atas perintah Dinas Pendidikan. Melainkan sudah menjadi otoritas pihak sekolah. ”Untuk yang tingkat SMK, memang membutuhkan tes kesehatan, potensi akademik dan minat bakat,” terangnya.
Sedangkan, untuk peserta didik baru di tingkat SMA Negeri, sekolah membutuhkan biaya untuk tes psikologi. ”Itu untuk tes psikologi. Sekolah akan menggandeng pihak ketiga. Semisal dengan Unair atau ITS,” tuturnya.
Sementara itu, dikonfirmasi usai menerima  pembatalan dari Wali Kota, Kediknas Kota Mojokerto, Hariyanto, menanggapi dengan datar. ”Kalau sekarang diperintahkan membatalkan ya saya batalkan,” ujarnya.
Terkait langkah kedepan soal pengganti biaya yang akan ditarik ke siswa, Hariyanto juga bisa berkelit. ”Tidak perlu lagi ada biaya, soalnya yang melakukan guru SMA sendiri,” kelitnya.
Jika memang seperti itu, berarti sebenarnya pada saat mengeluarkan kebijakan pungutan, tidak terlalu mendesak dan hanya sekedar aji mumpung alih-alih mengelabuhi wali kota. ”Sebelum mengambl keputusan memang saya tidak izin wali kota. Selain karena biaya itu sudah diluar PPDB, dan menurut saya sudah cukup hanya dengan kordinasi dengan pengawas dan kepala sekolah saja,” kata Hariyanto.
Kebijakan pembatalan yang dilakukan wali kota soal pungutan ini mendapat apresiasi positif dari warga Kota Mojokerto. ”Untung pak wali kota langsung ambil langkah cepat. Eman, kebijakan wali kota ternyata dimanfaatkan bawahannya untuk mencari keuntungan pribadi. Kinerja Kepala Dinas Pendidikan seharusnya dievaluasi ini,” sindir wali murid asal Kel Kranggan, Kec Prajurit Kulon, Kota Mojokerto. [kar]

Keterangan Foto : Wali Kota Mojokerto, Mas’ud Yunus

Tags: