Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Telekomunikasi Jadi Tantangan

Maruli Simamora

Maruli Simamora

Surabaya, Bhirawa
Bisnis industri telekomunikasi di Indonesia semakin berkembang dan persaingan antar operator juga kian ketat. Guna mengimbangi perkembangan bisnis industri telekomunikasi tersebut, kebijakan pembangunan jaringan infrastruktur telekomunikasi cukup penting.
Termasuk di dalamnya persoalan perizinan operasional menara telekomunikasi di daerah-daerah yang belum tuntas diselesaikan di tingkat pusat. Masih banyaknya “pekerjaan rumah” di industri telekomunikasi, justru menjadi tantangan tersendiri bagi General Manager Legal Stake Holder Jawa Bali, Maruli Simamora.
Maruli mengakui tugas yang diamanahkan Telkomsel pada dirinya tidaklah semudah membalikkan tangan. Pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah, akan terdongkrak dengan adanya fasilitas layanan telekomunikasi yang handal, beragam dan terjangkau.
Berdasarkan penelitian mengenai dampak kontribusi teknologi komunikasi dan informasi (ICT) yang dilakukan asosiasi internasional industri GSM (GSMA) bersama AT Kearney di 17 negara di Asia Pasifik termasuk Indonesia, industri seluler memberikan kontribusi ekonomi signifikan, baik terhadap produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, maupun pendapatan negara.
“Kenaikan 10 persen penetrasi telepon seluler akan memberikan kontribusi pertumbuhan 0,81 persen terhadap PDB,” terang Maruli mengutip data GSMA, Rabu (31/8).
Maruli sendiri bertekad bisa menuntaskan persoalan-persoalan di industri telekomunikasi. “Ini menuntut saya harus bisa membangun hubungan yang baik dengan pihak mana saja terkait dengan kepentingan Telkomsel. Nah, untuk membangun hubungan yang baik tidak semua orang bisa melakukan karena harus memiliki tingkat kesabaran yang tinggi dan mampu mengontrol emosi,” jelasnya.
Maruli mencontohkan ketika muncul permasalahan yang dihadapi operator seluler akibat terdampak terganggunya perizinan operasional menara telekomunikasi, HO dan IMB, yang diberlakukan pemerintah kabupaten/kota di Jawa Timur.
Pasalnya, perizinan tersebut memiliki masa berlaku dan setiap perpanjangan izin per menara dikenakan biaya yang cukup besar. Padahal peraturan yang diberlakukan itu baik berupa Perda, Perbup maupun Perwali bertentangan dengan peraturan perundangan di atasnya.
“Imbasnya, operator sebagai penyelenggara pergelaran telekomunikasi merasa dirugikan karena tidak adanya jaminan kepastian hukum dan ketidaknyamanan beroperasi,”cerita Maruli yang juga Ketua Pokja Otonomi Daerah Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI).
Dengan kapasitasnya sebagai Ketua Pokja, Maruli saat itu pula menyikapinya dengan menyusun rencana pengajuan usulan peraturan perundangan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres). “Dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, sekitar 33 lebih memiliki peraturan yang secara gamblang bertentangan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah pusat. ATSI menilai perlu adanya penyelarasan aturan dari pusat sampai ke daerah sehingga kami sebagai operator ada jaminan kepastian hukum. Seharusnya kebijakan daerah acuannya adalah kebijakan pusat tapi secara fakta, justru isinya bertentangan dengan kebijakan pusat,” pungkasnya.
Misalnya perizinan menara telekomunikasi, HO dan IMB di beberapa kabupaten/kota yang memiliki masa berlaku yang bertentangan dengan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, PP Nomor 52 Tahun 2000 tentang Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi, Peraturan Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah Pasal 15.
Akibat dari peraturan-peraturan yang bertentangan tersebut, daerah memungut biaya yang seharusnya tidak boleh dipungut. Seperti izin HO dan IMB dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri menyebutkan izin berlaku selamanya kecuali ada perubahan usaha.
Tapi justru daerah menerapkan pemberlakuan masa izin dan memungut biaya setiap kali perpanjangan izin serta persyaratan lebih rumit lagi. Dengan rencana-rencana strategis yang telah dilakukan, Maruli mengatakan, pergelaran telekomunikasi di daerah mulai berjalan lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Pemerintah telah menyadari pentingnya sektor telekomunikasidalam pertumbuhan ekonomi masyarakat. Hal itu ditunjukkan dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 72 Tahun 1999 tentang Cetak Biru Kebijakan Pemerintah tentang Telekomunikasi Indonesia. [riq]

Tags: