Kebutuhan Pupuk Organik di Nganjuk Capai 14 Ribu Ton

Kebutuhan pupuk organic oleh petani di Nganjuk terus mengalami peningkatan akibat rusaknya struktur tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.

Kebutuhan pupuk organic oleh petani di Nganjuk terus mengalami peningkatan akibat rusaknya struktur tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.

Nganjuk,Bhirawa
Kecenderungan  petani mempergunakan tetes tebu sebagai pupuk adalah karena harganya yang relatif murah, mudah didapat dan sulitnya petani memperoleh pupuk pertanian. Namun, dampaknya, struktur tanah rusak, menyebabkan degradasi kesuburan tanah dan pada akhirnya dapat mengurangi kualitas dan kuantitas produk pertanian yang mempergunakan tetes tebu sebagai pupuk.
“Hasil riset dari international fertilizer development country (IFDC) tingkat kesuburan tanah pertanian di Indonesia termasuk di Kabupaten Nganjuk sangatlah rendah. Kandungan organiknya hanya 1,75% saja,” ujar Mito, Marketing PT Petrokimia Gresik saat mengikuti acara krida tani di Dinas Pertanian Pemkab Nganjuk, Rabu (2/9).
Padahal, menurut Mito, idealnya tanah dapat dikatakan subur harus memiliki kandungan organic minimal 3% hingga 5%. Karena itu diperlukan adanya perbaikan struktur tanah dengan cara pemupukan yang berimbang antara pupuk organic dengan pupuk kimia.
Untuk arel persawahan seluas sekitar 80 ribu hektar di Nganjuk, dari tahun ke tahun mengalami penigkatan dalam hal penggunaan pupuk organik. Hal ini cukup mendapat dukungan dari Pemkab Nganjuk karena seiring meningkatnya pemakaian pupuk organik, produksi tanaman terutama padi dan palawija juga meningkat tajam. Awalnya untuk tanaman padi sebelum dipupuk organic hasilnya maksimal 5 ton/hektar.
Namun setelah petani menggunakan pupuk organic hasil produksinya bias mencapai 8 ton/hektar hingga 10 ton/hektar. “Petani mulai sadar sangat penting untuk mengembalikan kesuburan tanah supaya hasil panen juga meningkat,” ungkap Mito, kepada Bhirawa.
Kebutuhan pupuk organic di wilayah Kabupaten Nganjuk untuk tahun 2015 ini ditargetkan mencapai 14 ribu ton. Sementara hingga semester pertama tahun ini, penggunaan pupuk organic oleh petani telah mencapai 7000 ton. Dibanding tahun sebelumnya, peningkatan kebutuhan pupuk organic sangat jauh berbeda. “Dari data yang kami miliki, penggunaan pupuk organic di Nganjuk yang awalnya hanya 3700 ton pada tahun 2008, saat ini meningkat tajam,” terang Mito.
Menanggapi terjadinya kelangkaan pupuk jenis urea setiap musim tanam, Mito mengaku, hal itu akibat penggunaan pupuk Urea yang over dosis. Seharusnya petani dalam memberikan pupuk harus berimbang dengan komposisi 500 kg pupuk Organik, 300 kg pupuk Ponska dan 200 kg pupuk Urea untuk setiap hektar tanaman padi maupun palawija.
Mito juga menjelaskan, penggunaan tetes tebu atau pupuk amina untuk jangka panjang sangat membahayakan bagi kesuburan tanah. Tetes tebu merupakan limbah pabrik gula dengan kandungan sodium yang sangat tinggi. Akibatnya merusak struktur dan tata udara tanah serta mengganggu penyerapan unsur hara oleh akar tanaman. “Tanah pertanian kita ini sudah rusak, karena kelebihan pupuk kimia. Kondisi ini jangan diperparah lagi dengan pupuk yang berasal dari limbah,” pungkas Mito. [ris]

Tags: