Kegiatan Bina Desa Bebani Kades

Kegiatan bina Desa dinilai memberatkan Kades.

Kegiatan bina Desa dinilai memberatkan Kades.

Kab Malang, Bhirawa
Sebagian kepala desa (kades) yang tersebar di 378 desa dan 12 kelurahan di Kabupaten Malang kini mulai resah. Hal itu disebabkan karena ulah pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang. Karena setiap kegiatan Pemkab selalu meminta sumbangan kepada desa, termasuk kegiatan Bupati Malang yang dikemas dengan bina desa atau sambang desa yang dilaksanakan secara bergantian di masing-masing desa, yang selalu dilakukan setiap bulan sekali.
“Dengan kegiatan tersebut, Pemerintah Desa (Pemdes) selalu mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit untuk mendukung kegiatan bupati. Dan anggaran yang kita keluarkan dengan terpaksa menggunakan dana Alokasi Dana Desa (ADD). Sebab, desa sendiri tidak mempunyai anggaran yang cukup untuk mendukung kegiatan bupati. Sehingga jalan yang kita tempuh yakni menggunakan ADD,” ungkap seorang Kades di wilayah Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, yang tidak mau namanya disebutkan, Selasa (29/4), kepada Bhirawa.
Ia mengaskan, dirinya paham jika ADD hanya digunakan untuk kepentingan pembangunan desa, dan tidak boleh digunakan untuk kegiatan yang lainnya. Namun, karena pihak desa selalu ditekan untuk menyiapkan segala fasilitas dan keperlungan kegiatan tersebut, maka anggaran yang bisa digunakan adalah ADD. “Dengan menggunakan ADD, secara tidak langsung akan menjadi kekhawatiran kami. Pasalnya, bisa terancam akan terkena sanksi hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi,” kata dia.
Kades tersebut juga mengaku, kegiatan sambang desa itu telah membenani kades. “Sebab, tanah kas desa yang kita kelola selain untuk pembangunan desa, juga untuk biaya operasional desa. Jadi jika setiap kegiatan Pemkab Malang pihak desa selalu dibebani anggaran untuk mendukung kegiatan bupati, secara otomatis telah mengganggu program pembangunan desa,” paparnya.
Ditambahkan, bila ada kegiatan Pemkab yang menyangkut kegiatan bupati di wilayah masing-masing desa, para kades diminta Camat, untuk menyumbang dana dan besarnya sudah ditentukan oleh Camat. Sumbangan paling sedikit sebesar Rp1,3 juta, dan bahkan ada kades yang harus mengeluarkan uang sebesar Rp5 juta. Dan jika kades tidak mau menyumbang atau menyetor uang dalam kegiatan Pemkab, maka Camat akan bilang penerimaaan program ADD selanjutnya akan dipersulit.
“Salah satu contoh, ketika ada kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemkab yang berupa Bupati Cup, setiap kades dimintai sumbangan untuk kegitan tersebut. Seharusnya, anggaran untuk itu, yang mengeluarkan bupati bukan meminta sumbangan kepada kades. Karena pertandingan olahraga itu menggunakan nama bupati dan bukan kepala desa,” tambah dia, dengan nada geram.
Sementara itu, Koordinator Badan Pekerja ProDesa Kusaeri membenarkan, jika hampir semua kepala desa di Kabupaten Malang telah resah akibat ulah pejabat Pemkab Malang yang selalu meminta sumbangan kepada kades setiap ada kegiatan yang menyertakan bupati.
Sehingga dengan keresahan para kades tersebut, maka ProDesa akan membawa persoalan ini ke rana hukum. “Karena penggunaan ADD tidak boleh untuk kegiatan diluar program pembangunan desa. Dan jika itu terjadi, maka si kades harus mempertanggungjawabkan pengguanaan ADD untuk kepentingan kegiatan bupati,” jelasnya.
Menurutnya, setiap penyimpangan anggaran yang dilakukan pejabat pemerintah, yakni masuk dalam tindak pidana korupsi. Sehingga dalam kasus ini, dirinya akan membuat laporan kepada Kejaksaan. Dan ProDesa sendiri juga akan mendampingi kepala desa yang selama ini banyak mendapat tekanan dari pejabat Pemkab Malang. [cyn]

Rate this article!
Tags: