Kehalalan Obat Suplemen

Foto Ilustrasi

Jaminan halal seluruh produk makanan dan jenis obat-obatan, bukan sekadar menuruti kaidah syari’ah. Melainkan telah menjadi mandatory (kewajiban) berdasar undang-undang (UU). Sehingga mengingkari jaminan halal bisa dihukum pidana berdasar UU JaminanProduk Halal, dan UU Perlindungan Konsumen. Namun kewajiban halal bisa dikecualikan, manakala produsen menyatakan “ke-haram-an” secara terang benderang dan terbuka.
Indonesia telah memiliki sandaran hukum lex specialist (hukum khusus) ke-halal-an produk makanan dan minuman. Termasuk di dalamnya seluruh jenis obat-obatan, yang dikonsumsi melalui jarum suntik (vaksin). Sertifikat halal telah menjadi bagian dari penegakan hukum terkait UU Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Sebagai paying hukum khusus (lex specialist), unsurke-halal-an bisa lebih menjamin kenyamanan (dan keamanan) masyarakat.
Kenyamanan masyarakat terguncang setelah ditemukan DNA (unsure senyawa dalam intisel ) babi dalam suplemen obat. Walau tergolong generik, suplemen obat dengan merek terkenal, sangat laris dan dijual tanpa resep dokter. Sebagai suplemen obat anti-linu (tulang), hanya memiliki dua pesaing produk kemanfaatan sejenis. Satu diantaranya, telah bersertifikat halal. Anehnya, yang bersertifikat halal dijual dengan harga lebih murah.
Sebenarnya, sangat banyak ragam sumber obat-obatan (dan suplemen obat) bahan baku gelatin, dan enzim yang tergolong halal. Namun konon, unsur (DNA) babi masih menjadi pilihan utama. Selain murah (dan mudah), unsur DNA genetika babi lebih mirip dengan manusia.
Berdasar UU Nomor 33 tahun 2014, seluruh produk makanan, minuman, obat, pakaian dan proses produksi-nya, wajib bersertifikat halal. Seharusnya pula, telah di-sertifikat-kan halal sebelum dijual bebas maupun terbatas. Sertifikat halal, berdampingan dengan sertifikat “keamanan” yang dikeluarkan oleh BP-POM. Keamanan masyarakat sebagai konsumen, niscaya patut menjadi prioritas utama.
Sebelum”dipayungi” UU Jaminanproduk Halal, keamanan konsumen juga telah dilindungi UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada pasal 8 tercantum Perbuatan yang Di larangan Bagi Pelaku Usaha. Begitu pula pasal 9 berisi”seolah-olah” (baik dan manfaat) sebagai tipu daya terhadap konsumen. Kedua pasal tersebut dapat dijadikan dasar peredaran produk “tidak halal.”Tetapi harus dituliskan kandungan “tidak halal-nya.”
Dalam hal produk makanan dan minuman (termasuk obat dan vaksin) halal sangat penting untuk umat Islam. Setidaknya, lebih separuh muslim di Indonesia ber-perhatian dengan makanandan minuman yang dikonsumsi. Dus, sertifikasi halal sangat strategis (vital), agar tidak menimbulkan kegaduhan sosial. Ironisnya, dari 18 ribu jenis obat yang beredar di Indonesia, hanya 22 merek dagang telah memiliki sertifikat halal.
Saat ini amanat UU Nomor 33 tahun 2014, telah semakin kokoh. Kementerian Agama telah membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BP-JPH). Lembaga pemerintah berfungsi sebagai pengelola proses administrasi dan registrasi sertifikat halal terhadap produk yang didaftarkan. BP-JPH bekerjasama dengan MUI yang telah memiliki auditor khusus yang berkompeten. MUI jugamemiliki LPH (LembagaPemeriksa Halal).
Selanjutnya LPH, menjadi penentu ke-halal-an produk yang didaftarkan. Hakikatnya, ke-halal-an produk tetap menjadi kewenangan (fungsional) MUI. Bedanya, sertifikat halal bukan diterbitkan oleh MUI, melainkan oleh BP-JPH Kemenag.Konon prosedurnya sangat mudah. Bahkan pendaftaran produk bisa ditempuh secara on-line, dan tidak dipungut biaya.
Sudah banyak tenaga ahli muslim memiliki kompetensi tinggi pada bidang kimia dan ke-farmasi-an. Sehingga pemerintah tidak sulit melaksanakan UU Jaminan Produk Halal, dan UU Perlindungan Konsumen. Sebagaimandatory (kewajiban) UU, ke-halal-an tidak perlu menjadi ajang politisasi. Kewajiban pemerintah melindungi segenap warga negara. Termasuk menjamin keamanan dan kenyamanan muslim sebagai konsumen terbesar.

——— 000 ———

Rate this article!
Kehalalan Obat Suplemen,5 / 5 ( 1votes )
Tags: