Kehutanan Berupaya ‘Bebaskan’ Joyo

Supangkat (kanan), salah satu Kelompok Tani Gucialit.

Supangkat (kanan), salah satu Kelompok Tani Gucialit.

Lumajang, Bhirawa
Pasca tertangkapnya Tarik alias Joyo yang dituduh telah melakukan pembalakan liar di wilayah Perhutani, Jaringan Pemantau Kehutanan Jawa dan Bali terus berupaya membebaskannya. Selain itu, Supangkat, salah satu Kelompok Tani Gucialit, mengaku sudah berkoordinasi juga dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Kedua lembaga non pemerintah ini siap melakukan pembelaan dan pemdampingan atas kasus Joyo.
“Kemarin kami sudah berdiskusi dengan mereka. Mereka menyatakan siap melakukan pembelaan, siap beracara,” kata Supangkat. Bukan hanya itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) berkomitmen untuk gabung dalam satu tim melakukan pembelaan kepada Pak Joyo yang sudah dianiaya dan ditangkap pihak polhut. “LBH juga berkomitmen mendampingi dan memperjuangkan para petani dan Pak Joyo,” tambahnya.
Apalagi menurutnya, Pak Joyo ditangkap lebih banyak karena kepentingan pihak perhutani atas lahannya.  Padahal Pak Joyo hanya melakukan pendataan dan penggarapan lahan yang sudah dibenarkan oleh UU Dasar 45, Pasal 33 ayat 3 dan TAP MPR No. 9 Tahun 2001 dan perber (peraturan bersama) 3 menteri (Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Kehutanan RI, Menteri PU RI bersama Badan Pertanahan Nasional  (BPN).
“Sejak reformasi kita memang terus mendesak adanya program reforma agraria harus dilaksakanan, siapapun presidennya,” selorohnya. Ditanya apakah pihak petani pernah bertemu dengan pihak perhutani, dia menyatakan sering kali bertemu. Namun pihak perhutani ngotot dan menyatakan mau melepas lahan dengan catatan 1 banding 1.
“Rakyat kecil seperti kita yang jelas tidak mampu jika ada syarat 1 banding 1. Dari mana biaya pengganti?,” ujarnya. Bersama rekan-rekannya yang lain, Supangkat mengaku sudah melakukan audensi dengan Staf Ahli Meneteri Kehutanan, beberapa waktu lalu. Mereka menyampaikan bahwa masalah itu menunggu peraturan pemerintah.
Dikatakan, atas dasar sumber perber 3 menteri tersebut Pak Joyo bermaksud membantu melakukan pendataan subjek dan objek petani yang mengajukan permohonon pengelolaan dan kepemilikan tanah itu. Apalagi,  ada SK Bupati untuk membentuk tim IP4T (Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, Pemanfaatan Tanah). “Jadi kami ini sifatnya membantu. Pak Joyo yang membantu badan pertanahan untuk melakukan pendataan petani yang mengajukan permohonan hak kepemilikan tanah kok malah ditangkap,” katanya kesal.
Jika pihak perhutani tidak menggubris masalah ini dan tidak melepas Pak Joyo, pihaknya kata Supangkat, bersama ribuan petani di Lumajang akan melawan mereka. “Ada ribuan petani yang siap berhadapan dengan pihak perhutani jika mereka bersikeras dan menangnya sendiri. Dari pihak LBH dan Jaringan Pemantau Kehutanan Jawa dan Bali juga siap bergerak,” imbuhnya.
Seperti yang disampaikan Supangkat, Pak Joyo awalnya merupakan salah seorang anggota LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) yang bekerja dibawah naungan perhutani. Namun, setelah ada perber 3 menteri bersama BPN, Dia keluar dari LMDH dan mulai melakukan pendataan petani yang menggarap tanah hutan rakyat yang ditangani perhutani.
Pak Joyo sendiri sudah menggarap tanah yang berlokasi di Desa Kenongo, Kecamatan Gucialit, sudah sekitar 14 tahun dan selama itu pula tidak ada permasalahan apapun. Namun, dalam perjalannya, tepatnya pada tanggal 28 Juli 2015, sekitar pukul 10.00 WIB, Pak Joyo tiba-tiba ditangkap saat berada di lahan/ ladangnya oleh 30 an orang yang diduga dari Polhut.
Sebelum diserahkan kepada aparat kepolisian, Pak Joyo dihajar hingga pipi sebelah kirinya memar. Bukan hanya itu, di depan mata istrinya, celana Pak Joyo diploroti ditelanjangi. Sedangkan uangnya sebanyak Rp 3.225.000 dirampas. Sang istri yang protes atas penangkapan Pak Joyo, dibentak dan diancam akan ditangkap juga. Pak joyo berasal dari Desa Pojok Pandansari, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo.
Sementara itu petugas Perhutani Lumajang ketika hendak dikonfirmasi media ini dikantornya enggan memberikan keterangan karena, mereka mengaku pihaknya tidak berwenang memberikan jawaban apapun terkait kejadian ini, karena masuk wilayah Perhutani Probolinggo. “Itu bukan wilayah kami mas, silahkan tanya langsung ke Perhutani Probolinggo,” ungkap salah satu petugas yang enggan disebutkan namanya. [mb10]

Tags: