Kejari Mojokerto Tahan Kades – Ketua BPD

Kejaru MojokertoKab Mojokerto, Bhirawa
Tim Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto menahan Kepala Desa (Kades) Kemantren, Kec Gedeg, Sutikno bersama mantan Ketua BPD, Purwono. Dua tersangka ini diduga melakukan tindak pidana korupsi tukar guling Tanah Kas Desa untuk lahan jalan Tol Kertosono – Mojokerto.
Alasan penahanan kedua tersangka ini karena  penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari  Mojokerto takut keduanya melarikan diri. Selain itu, tersangka dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dan mengatur strategi jika dibiarkan berkeliaran di luar tahanan. ”Selama pemeriksaan keduanya tak ditahan. Begitu bukti sudah konkret keduanya kami tahan,” tandas Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Andhi Ardhani, usai menahan kedua tersangka Selasa (2/6) kemarin.
Kedua tersangka dipanggil ke Kejari sebagai tersangka untuk pemeriksaan kelengkapan berkas. Begitu sore hari, keduanya diangkut menggunakan mobil tahanan ke LP Mojokerto. ”Kasus ini sudah penyerahan tahap kedua dan perkara sudah kita kirim ke Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya,” katanya.
Sutikno dan Purwono menyandang status tersangka korupsi dana tukar guling TKD sejak pertengahan Januari lalu melalui Sprindik Nomor 32/O.5.9/Fd.1/01/2015, dan tersangka Purwono dalam Sprindik Nomor 33/O.5.9/Fd.1/01/2014.
Kasus ini mencuat setelah tanah aset desa berupa TKD Bondo Deso seluas 158 m2, Fasum saluran 1.464,5 m2 dan Fasum jalan seluas 1.464,5 m2 terkena proyek jalan Tol Mojokerto – Kertosono. Sesuai Perdes Nomor 4 Tahun 2014 tertanggal 10 Januari yang ditandatangani Sutikno, TKD ini dilepas ke PT Marga Harjaya Infrastruktur (PT MHI) senilai Rp125 ribu  per meter persegi yang nilainya Rp385,875 juta.
Untuk membeli TKD pengganti, tersangka Sutikno mengajukan pinjaman ke PT MHI melalui Tim Pengadaan Tanah (TPT) proyek Tol Kertosono-Mojokerto. Juni lalu, PT MHI mencairkan dana Rp506 juta kepada Kades Kemantren melalui TPT. Sutikno juga mendapat dana biaya operasional Rp29 juta.
Untuk mencari TKD pengganti, Kades dan mantan Ketua BPD memutuskan membeli tanah milik Sholikul Mu’minin di Dusun Banci, Desa Kemantren. Tanah dengan luasan 3.710 m2 itu dibeli dengan harga Rp100 ribu per meter persegi yang nominalnya sekitar Rp371 juta. Penetapan harga pembelian lahan pengganti diduga tanpa melalui musyawarah desa. Bahkan ada dugaan mark up oleh kedua tersangka.
”Peran S ini sangat sentral dalam mengelola dana. Ia bekerja sama dengan tersangka P yang saat itu menjabat Ketua BPD. Kerugian negara sekitar Rp200 hingga Rp300 juta,” tutur Andhi.
Dalam kasus ini, tersebar informasi jika ada sejumlah perangkat desa diduga turut menikmati dana hasil korupsi. Uang panas yang diterima perangkat desa itu nilainya bervariasi, mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Namun saat dikonfirmasi terkait peran serta perangkat desa lainnya, Andhi mengaku belum fokus ke arah perangkat. Karena dalam penyidikan ini untuk menguak bagaimana Kades mengelola dana yang ada. ”Dari beberapa saksi yang kami periksa belum mengarah kesana,” jelasnya. [kar]

Tags: