Kejari Sidoarjo Geledah Kantor PD Aneka Usaha

Tim Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo menggeledah Kantor PD Aneka Usaha di Jl Sultan Agung, Sidoarjo. [hadi suyitno/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Direktur PD Aneka Usaha (PD AU), Amral Soegianto makin terjepit dalam dugaan korupsi Rp50 miliar. Setelah Tim Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, Kamis (20/4) kemarin menggeledah Kantor PD AU di Jl Sultan Agung, Sidoarjo. Amral sendiri tidak menampakkan diri saat kantornya didatangi penyidik.
Tim Penyidik Kejari dipimpin Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel), Andri Tri Wibowo SH dan Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo, Adi Harsanto SH. Kedatangan tim pukul 12.00 dengan mengambil berkas dan komputer. Dokumen apa saja yang diambil tidak diketahui wartawan. Tim penyidik tampak serius dengan tidak melewati sedikitpun berkas yang dinggap penting dari ruangan kepala bidang, ruang bendahara termasuk ruangan direktur, Amral Soegianto
Selanjutnya seluruh dokumen dimasukkan ke dalam satu kotak plastik dan diangkut ke dalam mobil. Hampir 1,5 jam ruangan itu digeledah, sementara staf pegawai PD AU hanya bisa pasrah menyaksikan penggeledahan.
Kasi Intel Kejari, Andri Tri Wibowo menegaskan, pihaknya kini mendalami adanya kerugian negara dalam pengelolaan properti gas dan percetakaan yang dilakukan PD AU. Penyidik fokus mengumpulkan alat bukti dugaan bocornya pengelolaan keuangan PD AU selama enam tahun terakhir yakni mulai tahun 2010-2016,” jelasnya.
Sebagai perusahan plat merah BUMD ini tidak pernah menyumbangkan PAD untuk bisnis Migas yang dikelolanya. Sumber di Kejari menarangkan, dalam kerjasama kontrak PD AU dengan PT DTA dalam lima tahun terakhir ternyata PT DTA yang disebut-sebut perusahaan berkantor di Jakarta ini tidak pernah membayar kewajiban melunasi lebih dari Rp50 miliar.
PD AU sebagai broker yang mengambil keuntungan 10% dari penyaluran MigasĀ  PT Lapindo Brantas Inc ke PT DTA. Apakah benar PT DTA sebagai perusahaan benefit atau hanya perusahaan fiktif karena sudah berkali-kali dipanggil untuk menjalani pemeriksaan tetapi tidak pernah hadir. Dugaan PT DTA sebagai perusahaan boneka makin menguat karena dalam panggilan tiga kali tidak pernah datang. Penyidik juga merahasiakan kepanjangan dari inisial PT DTA Itu.
Untuk menutupi kecurangan PT DTA, PD AU mencoba menggandeng perusahaan lain, BBG untuk membangun instalasi pengolahan gas alam menjadi CNG agar bisa dijual ke dalam pasaran. BBG yang sudah investasi lebih Rp30 miliar, tidak mendapat pasokan gas seperti yang diharapkan. Di sini kemudian terkuak segala kecurangan itu. PD AU sebagai perusahaan yang mengelola bisnis percetakkan, property dan Migas terhalang aturan UU yang melarang bisnis Migas digandeng dalam satu manajemen perusahaan. Saat terhentinya pasokan dari Lapindo membuat PD AU kelimpungan.
Penyidik kini mendalami dugaan kecurangan ini dan ke mana saja aliran uangnya yang konon masih di PT DTA sebesar Rp50 miliar. tidak serius menagih, parahnya PD AU menggandeng perusahaan lain, BBG untuk menutupi menalangi kerugian. Muncul masalah, BBG tidak mendapat kucuran Migas sebagaimana kontrak.
Penyidik sudah memiliki alat bukti untuk meningkatkan kasus ini menjadi penyidikan, tinggal menetapkan tersangkanya saja. ”Kemungkinan dalam dua pekan nanti sudah ada yang ditetapkan tersangkanya,” ujarnya.
Saat ini penyidik masih melengkapi alat bukti dengan pemeriksaan SKK Migas, Lapindo Brantas, BBG. Sedangkan PT DTA tidak memiliki iktikat baik untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. [hds]

Tags: