Kejari Terima SPDP Dokter Lapas Narkoba

Dokter Lapas Porong penjual narkoba (kanan) di serahkan ke Polisi.

Dokter Lapas Porong penjual narkoba (kanan) di serahkan ke Polisi.

Kejari Surabaya, Bhirawa
Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya mengaku telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus dokter pengedar narkotika di Lapas Porong, Sidoarjo dari penyidik Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Surabaya, Kamis (14/1).
Bahkan, atas kasus pengedaran dan kepemilikan narkotika jenis suboxone, dr Heriyanto Budi selaku dokter di Lapas Porong, Sidoarjo terancam hukuman 15 tahun penjara. Hal ini dibenarkan Kepala Kejari (Kajari) Surabaya Didik Farkhan Alisyahdi yang mengatakan bahwa dirinya telah menerima SPDP kasus narkoba dokter Lapas dari penyidik BNNK Surabaya.
“SPDP kami terima Kamis (14/1) lalu. Tersangka dijerat Pasal 124 UU Narkotika, dengan ancaman minmal 5 tahun dan maksimal 15 tahu,” terang Kajari Surabaya Didik Farkhan Alisyahdi saat dikonfirmasi Bhirawa, Minggu (17/1).
Dijelaskan Didik, dalam SPDP tertulis bahwa tersangka merupakan pengedar narkotika golongan III jenis suboxone. Disinggung perihal kejelasan pasal dan jumlah barang bukti kasus itu, Didik enggan merincikan hal tersebut dengan alasan Kejaksaan hanya menerima SPDP saja.
“Intinya kami hanya menerima SPDP saja. Keterangan dalam SPDP menyebutkan bahwa tersangka merupakan pengedar narkotika golongan III dan disangka Pasal 124 UU Narkotika,” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan, dr Heriyanto Budi selaku dokter di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Porong Sidoarjo tidak bisa mengelak saat ditangkap petugas BNNK Surabaya, Selasa (12/1) lalu di kediamannya Jl Jemur Andayani, Surabaya. Dari rumah tersangka Budi, petugas mengamankan narkotika golongan III jenis Suboxone 6 bungkus (setiap kardus isi 7 pil), 40 butir alprazolam, 70 butir xanax, 8 butir camlet.
Tidak sampai disitu, petugas masih menemukan 4 butir alprazolam di brangkas tersangka. Dari pengakuannya, Budi membeli sekotak Suboxone seharga Rp 406 ribu. sementara  setiap kotak Suboxone berisi tujuh butir pil, dengan kalkulasi setiap butirnya Ia membeli seharga Rp 58 ribu. Namun, oleh tersangka hal itu dimanfaatkan dengan sebutir pil dengan harga Rp 180 ribu.
Bahkan, tersangka mempersilahkan pecandu untuk membeli separuh pil dengan harga Rp 90 ribu. Atas perbuatannya, penyidik menjerat tersangka dengan Pasal 124 ayat 1 Jo Pasal 43 ayat 4 Jo Pasal 53 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 Jo Pasal 21 Permenkes Nomor 3 Tahun 2015 subsidair Pasal 122 ayat 1 atau 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 Jo Pasal 20 Permenkes Nomor 3 Tahun 2015.  [bed]

Tags: