Kejati Hentikan Penyelidikan Pengurangan Jumlah Pajak

photoKejati Jatim, Bhirawa
Setelah sebulan memberikan target kepada tim penyidik, akhirnya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur melalui tim Pidana Khusus (Pidsus) resmi menghentikan penyelidikan dugaan kasus pengurangan jumlah pajak yang melibatkan petugas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sawahan.
Tim Pidsus menyatakan tidak menemukan unsure dugaan gratifikasi dalam ekspose berkali-kali dan melakukan pemanggilan delapan orang saksi diantara untuk dimintai keterangan diantaranya M Yusrie Abas Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sawahan, Harry Pramono mantan Kepala Kantor KPP Sawahan, serta satu saksi dari wajib pajak itu sendiri. Tim tetap kesulitan menemukan unsur gratifikasinya, dan kasus ini masuk sengketa pajak.
Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidsus Muhammad Rohmadi membenarkan, setelah sempat diberikan waktu oleh Kepala Kejati (Kajati) Jatim untuk mencari unsur gratifikasi, tim tetap tak menemukan unsur tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Maka, pidsus segera memutuskan bahwa kasus itu masuk ranah sengketa pajak.
“Usai menggelar ekspose, penyelidikan kasus pajak dihentikan pada minggu ini. Sebab, kurangnya bukti-bukti apabila dilanjutkan ke dugaan gratifikasi dan ranah korupsi,” tegas Rohmadi, Kami (12/6).
Mantan Kasi Intel Penajam Kalimantan Timur ini menerangkan, alasan penghentian penyelidikan kasus itu, karena tidak ditemukannya unsur tindak pidana korupsi. Jadi, kasus ini masuk ke ranah sengketa pajak, dan pihak Kejaksaan tidak mempunyai kewenangan untuk mengurusi kasus sengketa pajak. “Yang berwenang menangani kasus ini adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pajak,” jelasnya.
Selain alasan tidak ada unsur korupsi, alasan selanjutnya dihentikannya penyelidikan kasus pajak oleh pidsus Kejati adalah kasus ini karena tidak bisa diajukan ke pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor). Sebab, salah satu unsur tipikornya tidak ada.
Menurut Rohmadi, tim pidsus sendiri hingga batas waktu yang ditentukan, tak juga menemukan unsur gratifikasi maka perkara itu hanya bisa disidangkan pada Pengadilan Pajak. Dimana Majelis Hakimnya juga berasal dari orang pajak.
“Kami sudah tidak berwenang lagi untuk mengusut kasus ini. Yang berwenang yakni PPNS pajak, kemudian diteruskan ke Pengadilan Pajak,” ungkap Rohmadi.
Sebelumnya, KajatiĀ  Jatim memberi waktu satu bulan bagi penyidik, untuk menemukan adanya indikasi gratifikasi pada kasus ini. Selanjutnya, dengan melibatkan tim intelijen dari Kejaksaan, penyidik mencari bukti-bukti terkait adakah indikasi gratifikasi dan unsur tindak pidana korupsi dalam kasus itu. Bila ditemukan unsur korupsi, maka kasus ini menjadi kewenangan Kejati Jatim. namun, bila tidak ditemukan unsur korupsinya, maka kasu ini masuk ranah sengketa pajak dan disidangkan di Pengadilan Pajak. [bed]

Tags: