Kejati Jatim Terima Penetapan Tersangka Kasus KM Arim Jaya

Aspidum Kejati Jatim, Asep Maryono menjelaskan perkembangan SPDP kasus tenggelamnya KM Arim Jaya, Rabu (17,7) usai menghadiri acara di Kantor BNNP Jatim. [Abednego/bhirawa]

Kejati Jatim, Bhirawa
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menerima penetapan tersangka kasus tenggelamnya Kapal Motor (KM) Arim Jaya dari Polda Jatim. Penetapan tersangka itu menyusul penyerahan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan Nomor : B-03/VI/2019/Gakkum yang diterima Kejati Jatim pada 26 Juni lalu.
“Sudah ada penetapan tersangkanya, yakni satu orang. Nama tersangka sama seperti KM nya, yaitu Arim,” kata Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jatim, Asep Maryono usai menghadiri acara di kantor BNNP Jatim, Rabu (17/7).
Tersangka ini, sambung Asep, selaku pemilik Kapal Motor Arim Jaya. Sayangnya Asep enggan merincikan peranan tersangka dalam kasus ini. “Kita belum tahu (peranan tersangka). Karena baru penetapan tersangka, dan berkasnya belum datang (dikirim ke Kejaksaan,” jelas Asep.
Asep memastikan pihaknya akan menginformasikan kelanjutan SPDP kasus tenggelamnya KM Arim Jaya. Tapi, sampai saat ini pihaknya mengaku hanya sebatas menerima SPDP dari kepolisian. Untuk berkasanya, Asep menyakinian bahwa Korps Adhyaksa tinggal menunggu penyerahan berkas dari penyidik kepolisian, dalam hal ini penyidik Polda Jatim.
“Kami tinggal menunggu penyerahan berkas. Kalau berkasnya sudah datang, baru kita ketahui bagaimana peranan tersangka ini,” tegasnya.
Ditanya perihal penerapan Pasal dalam SPDP, Asep menambahkan, ada jeratan Pasal KUHP dan Pasal Pelayaran. “Pada SPDP memuat sangkaan Pasal 323 ayat (1) dan atau Pasal 302 ayat (1), (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Pasal 359 KUHP,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Pasal 323 ayat (1) berbunyi “Nakhoda yang berlayar tanpa memiliki Surat Persetujuan Berlayar yang dikeluarkan oleh Syahbandar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.
Sedangkan Pasal 302 ayat (1) berbunyi “Nakhoda yang melayarkan kapalnya sedangkan yang bersangkutan mengetahui bahwa kapal tersebut tidak laik laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)”.
Sementara Pasal 302 ayat (3) berbunyi “Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)”.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Frans Barung Mangera mengatakan, kasus ini tengah ditangani oleh Ditpolair Polda Jatim. Dari pemeriksaan tersebut, Barung menyebut nakhoda kapal memang berpotensi menjadi tersangka.
Sebab, kapal yang digunakan untuk mengangkut barang hingga mencari ikan tersebut seharusnya tak digunakan untuk mengangkut penumpang. Selain itu, diketahui kapal tersebut mengandung penumpang dengan kapasitas berlebih.
“Sudah ditangani Ditpolair. Sampai pada pemeriksaan saksi, mengarah kepada nakhoda sebagai potensi untuk kita jadikan tersangka,” kata Kombes Pol Frans Barung Mangera pada Senin (1/7) lalu.
Terkait penyelidikan kasus ini, Barung mengaku, penyelidik telah memeriksa lima orang guna dimintai keterangan dan seorang nakhoda. Barung juga meminta masyarakat untuk bersabar karena pihaknya masih menyelidiki kasus ini.
“Ini baru sampai di sini, pelan-pelan lah. Sudah ada lima yang diperiksa sama nakhoda berati enam,” pungkasnya.
Seperti diberitakan, pada Senin (17/6) KM Arim Jaya yang mengangkut rombongan pekerja dari Pulau Goa Goa, Kecamatan Raas, Sumenep menuju ke Kalianget. Setelah sekitar 20 menit berlayar, terjadi cuaca buruk dan gelombang tinggi di bagian selatan Pulai Giliyang. Akibatnya, kapal terbalik dan tenggelam, sehingga menimbulkan korban. [bed]

Tags: