Desak Pemprov Jatim Antisipasi Jangka Panjang

Warga antri air bersih setelah terjadi krisis air di wilayah Desa Ngrencak, Kecamatan Panggul.

Warga antri air bersih setelah terjadi krisis air di wilayah Desa Ngrencak, Kecamatan Panggul.

DPRD Jatim, Bhirawa
Sejak beberapa hari lalu Jatim kembali dilanda kekeringan. Sejumlah desa yang ada di Jatim mengalami krisis. Bahkan hampir sebagian lahan pertanian terancam puso akibat tak ada air yang mengaliri sawah para petani.
Anggota Komisi B DRPD Jatim Yusuf Rohana mengatakan, dampak kekeringan semacam itu muncul karena kurangnya langkah antisipasi Pemprov Jatim. Menurutnya, selama ini  Pemprov Jatim hanya terkesan menyalahkan alam. “Selama ini kalau kekeringan datang, selalu yang disalahkan adalah pasokan air yang lebih sedikit dari Jateng dan Jogjakarta,”ujarnya, Minggu (2/8).
Yusuf mengungkapkan, pernyataan semacam itu kurang tepat dan mengesankan Pemprov Jatim tidak memiliki inisiatif untuk melakukan antisipasi. Salah satu antisipasi yang dianggap Yusuf tepat adalah dengan membangun bendungan besar. “Sebenarnya untuk membangun bendungan itu bisa menuntaskan yang belum jadi, misalnya Bendungan Rejoso yang bisa mengairi empat kabupaten yakni Mojokerto, Jombang, Nganjuk, dan Bojonegoro,”urai politisi PKS itu.
Selain itu, Pemprov Jatim juga seharusnya memperbanyak saluran irigasi di sejumlah desa. Tepatnya, saluran irigasi itu dibangun di desa-desa yang dinilai rawan dilanda bencana kekeringan.
Dengan cara itu, Yusuf yakin ke depannya musibah kekeringan di Jatim bisa diantisipasi dengan baik. “Ke depannya kita juga akan punya pasokan air yang cukup sehingga tidak terus menyalahkan alam,”tegasnya.
Menanggapi hal itu, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menyatakan jika masalah kekeringan di Jatim tahun ini masih lebih baik jika dibandingkan tahun lalu. Hal itu terlihat dari menurunnya jumlah daerah yang dilanda kekeringan.
Berdasarkan data yang dimilikinya, tahun ini jumlah desa yang mengalami kekeringan hanya sebanyak 711 desa, dan tersebar di 24 kabupaten/kota. Jumlah itu jauh lebih sedikit jika dibandingkan pada 2014 lalu yang mencapai 849 desa. “Jadi ada penurunan jumlah sebanyak 138 desa,”jelas Soekarwo.
Dari 711 desa yang tahun ini dilanda kekeringan, sebanyak 541 desa telah diurus oleh Pemprov Jatim. Sedangkan, desa yang diurus oleh kabupaten sebanyak 170 desa. “Totalnya ada 711 desa yang sudah tertangani, ini jauh lebih banyak dari tahun lalu yang hanya sebanyak 624 desa yang tertangani,”terang pria yang kerap disapa Pakde Karwo itu.
Untuk menangani musibah kekeringan tahun ini, rencananya Pemprov Jatim akan mengucurkan dana sebanyak Rp 3,8 miliar. Dana itu diambilkan dari anggaran taktis bencana yang setiap tahunnya selalu dianggarkan. “Jadi kami telah melakukan banyak hal. Seperti membangun 72 embung dengan luas 50 kali 50, serta 21 sumur bor yang tersebar di berbagai desa,”tandasnya.

Kekeringan di Trenggalek Meluas
Bencana kekeringan dampak badai El Nino di Kabupaten Trenggalek semakin meluas ditandai oleh semakin banyaknya sungai yang mengering, lahan pertanian kesulitan pasokan air tanah, hingga keterbatasan pasokan air bersih untuk konsumsi warga.
Salah satu daerah yang paling parah mengalami krisis air bersih terjadi di wilayah Desa Ngrencak, Kecamatan Panggul.
Di wilayah pegunungan salah satu kawasan pesisir selatan Jawa Timur itu, ratusan warga harus mengantri untuk mendapat jatah air bersih dari dua sumur yang masih tersisa.
“Tapi kini kondisinya (air) juga keruh dan hampir habis. Itu karena banyak sekali yang mengambil air di sini,” tutur Umar, salah seorang warga Desa Ngrencak yang ikut mengantre jatah air di sumur desa tersebut, Minggu (2/8).
Ia mengatakan, ada lebih dari 200 KK yang kini menggantungkan kebutuhan air bersih mereka dari kedua sumur desa itu. Antrean biasanya terjadi pada pagi hari serta sore. Selain untuk konsumsi air minum, memasak serta untuk ternak, air yang mereka ambil juga digunakan untuk mandi dan cuci pakaian. [cty, wek]

Tags: