Kekeringan Landa Jatim, Gubernur Diminta Keluarkan SK

Warga Dusun Tegal Barat, RT 2 RW 2, Desa Wiringin Anom, Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo antre mengambil air sungai untuk kebutuhan sehari-hari termasuk minum karena sudah lama mengalami kesulitan air bersih, Senin (15/9).

Warga Dusun Tegal Barat, RT 2 RW 2, Desa Wiringin Anom, Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo antre mengambil air sungai untuk kebutuhan sehari-hari termasuk minum karena sudah lama mengalami kesulitan air bersih, Senin (15/9).

Pemprov, Bhirawa
Kekeringan yang melanda sebagian wilayah Jatim mendapat perhatian dari kalangan anggota DPRD Jatim yang beberapa waktu baru dilantik. Dewan meminta Gubernur Jatim Dr H Soekarwo SH, MHum segera mengeluarkan Surat Keputusan (SK) untuk penanggulangan bencana kekeringan yang terjadi.
“Musim kemarau yang berkepanjangan menimbulkan bencana kekeringan yang terjadi di sejumlah daerah di Jatim, utamanya di kawasan tapal kuda. Bahkan, tujuh kecamatan yang ada di Bondowoso dilanda kekeringan parah, sehingga masyarakat kesulitan memperoleh air bersih. Akibatnya, Bupati Bondowoso Amin Said Husni menetapkan status bencana kekeringan,” kata salah seorang anggota DPRD Jatim Irwan Setiawan, Senin (15/9).
Untuk itu, anggota Dewan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meminta Gubernur Jatim untuk segera mengeluarkan SK tentang bencana kekeringan. Dengan adanya SK ini, penanganan kekeringan di sejumlah daerah kabupaten/kota di Jatim dapat teratasi dengan baik.
Menurut anggota dewan yang berasal dari daerah pemilihan Bondowoso, Situbondo dan Banyuwangi itu, Pemkab Bondowoso tidak boleh dibiarkan sendirian menghadapi masalah bencana kekeringan. Namun harus mendapat bantuan dari instansi di atasnya seperti dari Pemprov Jatim maupun Pemerintah Pusat.
Irwan mengungkapkan, pemprov harus membantu dan mengawal lewat SK Gubernur sebagai payung hukum. Dengan demikian, bupati bisa dengan cepat dan cermat melakukan langkah-langkah penanggulangan bencana. Terlebih, soal kawasan bencana tidak diatur sama sekali di Perda RTRW.
“Sekali lagi, kami minta Pakde Karwo segera menerbitkan SK Gubernur untuk menanggulangi bencana kekeringan di Bondowoso dan sekitarnya. Selain itu, Pemprov Jatim harus turut membantu melakukan penanganan tanggap darurat berupa pengadaan air bersih. Jangan sampai masyarakat menderita berkepanjangan,” tuturnya.
Seperti diketahui, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim mencatat sedikitnya 250 desa di wilayah Jatim telah mengalami kekeringan. Desa-desa tersebut tersebar di 16 kabupaten/kota dengan kondisi yang paling parah di wilayah Madura.
Enam belas kabupaten/kota antara lain Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Madiun, Ngawi, Magetan, Bojonegoro, Probolinggo, Lamongan, Tuban, Pasuruan, Bondowoso, dan Mojokerto. Kondisi terparah terjadi di Pulau Madura.
Di Situbondo, datangnya musim kemarau yang kian berkepanjangan pada tahun ini menyebabkan kekeringan semakin meluas di sejumlah pelosok desa Kota Santri. Misalnya saja, yang menimpa 110 Kepala Keluarga (KK) yang tersebar di Dusun Tegal Barat, RT 2 RW 2, Desa Wiringin Anom, Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo.          Data yang berhasil dihimpun Bhirawa menyebutkan, sudah beberapa pekan terakhir ini, ratusan warga di tempat ini terpaksa meminum air sungai. Ini dilakukan, kata warga setempat, karena sudah lama mengalami kesulitan mendapatkan air bersih.”Termasuk di antaranya di beberapa sumber mata air juga mengalami kekeringan debit air,”tegas Maryam kemarin.
Warga tak punya pilihan lain, kata Maryam, harus rela antri di salah satu sumber mata air, meski hanya untuk mendapatkan satu timba air saja. Maklum saja, sumber mata air di kali tersebut sangatlah kecil. “Warga harus menyaring air sungai itu terlebih dahulu sebelum dikonsumsi untuk diminum,” aku Maryam lagi.
Selain dipergunakan kebutuhan sehari-hari, mereka memanfaatkan sumber di sungai kumuh itu untuk mencuci pakaian  maupun mandi. Di sisi lain, untuk mengambil air, warga terpaksa melewati sungai yang penuh dengan bebatuan dan jalan berlubang.
Warga lain bernama Sudiyono, mengatakan, warga mulai memanfaatkan air sungai sejak debit air mulai mengering. Sebetulnya ada sumur bor namun berjarak sekitar 4 km dari kawasan rumah warga. “Namun di musim kemarau, air yang disalurkan melalui paralon tersebut sudah mati alias tak berfungsi lagi,” aku Sudiyono.
Menurut Sudiyono, sulitnya air bersih ini sebenarnya sudah setiap tahun terjadi di wilayah desanya. Oleh karena itu, Sudiyono bersama ratusan warga lain  berharap, agar Pemkab Situbondo secepatnya membangun sarana air bersih di Dusun Tegal Barat, Desa Wringin Anom, Kecamatan Jatibanteng tersebut. “Kami minta perhatian pemerintah, sebab keberadaan air bersih ini merupakan kebutuhan pokok warga sehari-hari,” pungkas Sudiyono.
Di Kabupaten Kediri, musim kemarau yang berkepanjangan  mengakibatkan  debit air air untuk irigasi mulai menyusut. Sehingga  sebanyak 7 kecamatan dari 26  di Kabupaten  Kediri berpotensi  terancam kekeringan. Paling banyak berada di wilayah barat Sungai Brantas.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkab Kediri M Haris Setiawan mengatakan 7 kecamatan itu adalah Kecamatan Tarokan,  Grogol, Banyakan, Semen, Mojo, Puncu, dan Kecamatan Kepung. “Untuk wilayah Kabupaten Kediri ada sekitar 7 kecamatan, sebagian besar kecamatan yang berpotensi kekeringan paling parah di sisi barat Sungai Brantas,” kata Haris Setiawan pada wartawan kemarin.
Dia juga menjelaskan, dari hasil pantauan Dinas Pertanian setempat hingga saat ini pihaknya baru menerima satu temuan wilayah yang dilanda kekeringan, yakni di Desa Bulusari Kecamatan Tarokan. “Di Desa Bulusari sekitar 30 hektare perkebunan kekurangan air untuk
irigasi tanaman jeruk, untuk yang lainnya saat ini masih dalam pantauan Dinas Pertanian Kabupaten Kediri. Mereka sudah menerjunkan orang untuk memantau wilayah-wilayah yang berpotensi kekeringan,”terangnya. [iib, awi, mb2]

Tags: