Kekeringan Semakin Meluas, Anggaran Tanggap Bencana Menipis

Bupati Maryoto Birowo saat melepas keberangkatan 10 truk tangki BPBD untuk warga desa yang mengalami kesulitan air bersih, Selasa (22/10).

Lumajang, Bhirawa
Wilayah Jawa Timur yang mengalami krisis air bersih akibat kemarau panjang semakin meluas. Sejumlah daerah telah menyiapkan penggunaan anggaran darurat untuk suplai air bersih karena anggaran regular telah menipis.
Pemda Lumajang dilaporkan telah menetapkan enam kecamatan berstatus darurat kekeringan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang melalui Kepala Bidang Pencegahan Kesiapsiagaan dan Logistik BPBD Kabupaten Lumajang, Mohammad Wawan Hadi Siswoyo dikonfirmasi (22/10) menyebut enam kecamatan yang berstatus darurat kekeringan yakni di Ranuyoso, Klakah, Kedungjajang, Randuagung, Padang dan Gucialit.
Status darurat kekeringan ini, lanjutnya , sejak bulan Juli hingga November 2019 . Masih menurut Wawan, di Kabupaten Lumajang ada 49 dusun, di 19 desa yang tersebar di enam kecamatan selalu mengalami kekeringan tiap musim kemarau tiba.
Untuk menanganai itu, lanjutnya , Pemkab Lumajang harus dropping sekitar 30 ribu liter air bersih per harinya ke sejumlah wilayah kekeringan tersebut.
Wawan juga menyampaikan bahwa dropping pasokan air bersih yang dilaksanakan sejak penetapan Darurat Kekeringan Air, sangat memungkinkan dan bisa diperpanjang jika ada permintaan warga dan jika Prakiraan BMKG meleset.
Didasarkan pada ketentuan surat Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dengan prakiraan di bulan tersebut akan terjadi turun hujan, sehingga status darurat kekeringan tersebut dicabut.
Wawan juga menyampaikan bahwa batas waktu status darurat kekeringan, yang di tindaklanjuti dengan Dropping pasokan air bersih tersebut berakhir pada bulan November 2019 mendatang,
“Perpanjangan tersebut dapat di lakukan dengan syarat Desa bersangkutan berkirim surat ke BPBD mengetahui Camat setempat,” terangnya.
Sementara di Tulungagung wilayah yang mengalami krisis air bersih akibat kekeringan semakin meluas menjadi 12 desa dari bulan sebelumnya hanya Sembilan(9) desa .
“Ada tambahan tiga desa dari yang sebelumnya sembilan desa yang mengalami kekeringan,” ujar Bupati Tulungagung, Drs Maryoto Birowo MM, saat memberangkatkan 10 truk tangki air bersih untuk daerah yang mengalami kekeringan di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso, Selasa (22/10).
Tiga desa yang kini juga mengalami kekeringan tersebut masing-masing adalah Desa Picisan Kecamatan Sendang, Desa Sidomulyo dan Desa Mulyosari di wilayah Kecamatan Pagerwojo.
Sedang sembilan desa yang sebelumnya telah mengalami kekeringan yakni Desa Kalibatur, Desa Karangtalun, Desa Winong, Desa Besuki, Desa Tenggarejo, Desa Kresikan, Desa Pakisrejo, Desa Demuk dan Desa Picisan.
Kecamatan Sendang dan Kecamatan Pagerwojo merupakan kecamatan baru yang dilanda krisis air bersih. Tahun lalu hanya empat kecamatan saja yang terdampak kekeringan, yakni Kecamatan Kalidawir, Kecamatan Besuki, Kecamatan Tanggunggunung dan Kecamatan Pucanglaban.
Kendati jumlah kecamatan dan desa yang mengalami kekurangan air bersih saat ini cenderung meningkat, menurut Bupati Maryoto Birowo jika dibanding tahun lalu bisa dibilang menurun.
“Tahun lalu jumlah desa yang mengalami kekeringan mencapai 16 desa. Sekarang hanya 12 desa,” terangnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tulugagung, Suroto SSos MSi, yang kemarin ikut mendampingi Bupati Maryoto Birowo menambahkan semakin sedikitnya jumlah desa yang mengalami kekeringan karena adanya tambahan jaringan air bersih dan penambahan sumber air bersih dari yang kecil dialihkan ke sumber yang besar.
Sementara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Probolinggo menyebut, kemarau juga mengakibatkan keringnya embung. Bahkan ada tujuh embung di Kabupaten Probolinggo yang debit airnya turun saat ini.
Hal itu diungkapkan Tutuq Edy Utomo, kepala Bappeda setempat. Menurutnya, kemarau panjang kali ini tidak hanya menyebabkan kekeringan di daerahnya. Namun, juga menyebabkan tujuh embung mengalami kekeringan. “Itu memang murni karena kemarau,” tandasnya.
Tutug tidak menyebut detail soal lokasi embung yang airnya menyusut. Ia hanya memberikan penjelasan mengenai pemilihan lokasi. Menurutnya, pemilihan lokasi embung dipilih berdasarkan beberapa kriteria. Antara lain, lokasi rawan kekeringan dengan mengandalkan air hujan. Itupun dengan syarat tingkat resapan air rendah.
“Kalau cepat meresap, airnya cepat habis. Sehingga dipilih yang resapannya rendah,” tuturnya.
Mantan Kepala Dinas Kominfo itu juga menuturkan, embung merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat sekitar. Dengan adanya embung, saat kekeringan, warga masih terpenuhi kebutuhan airnya.
Dikatakannya, pada prinsipnya, embung berbeda dengan waduk. Embung sendiri hanyalah wadah untuk menampung atau menahan air. Sehingga tidak langsung terbuang kelaut. Sedangjan waduk, sebelum dibangun wajib ada diketahui adanya curah hujan selama 20 tahun.
“Selain itu, juga memeriksa debit air minimal lima tahun. Sehingga daya tampung maksimal dan tidak terjadi kekeringan,” jelasnya.
Soal embung, Bappeda akan menindaklanjuti, terutama yang mengalami kekeringan. Pihaknya sedang melakukan kordinasi dengan pengelola yakni Pemprov Jawa Timur. “Tujuannya tentu untuk ke depan agar manajemen ke depan semakin bermanfaat,” tambahnya.
Musim kemarau yang kian panjang membuat krisis air bersih di Kabupaten Trenggalek semakin meluas. Terlebih wilayah Trenggalek yang sebagian besar area pegunungan. Maka untuk mencegah tidak terjadi sesuatu yang fatal, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Trenggalek rutin mengirim dan menyuplai ribuan liter air bersih di berbagai lokasi pusat kekeringan tersebut.
Kepala pelaksana BPBD Kabupaten Trenggalek Djoko Rusianto, melalui Agung Widodo Kepala bidang (Kabid) pencegahan, kesiapsiagaan dan kedaruratan. Menerangkan bahwa mulai bulan ktober telah mengajukan dana BTT ( Belanja Tidak Terduga ) dari APBD sebesar Rp 1 ,203 milyar untuk penanggulangan bencana kekeringan di Kabupaten Trenggalek.
“Mulai 2 Oktober Kita mengajukan BTT untuk 49 desa di 13 kecamatan yang terdampak kekurangan air bersih, selanjutnya melalui MoU dengan PDAM agar disuplai ke daerah -daerah tersebut.” Ucap Agung.
Agung Menjelaskan BTT tersebut merupakan dana dari kabupaten yang bisa dipakai, salahsatunya untuk penanggulangan bencana.”Sebagai dasarnya kita harus mengajukan terlebih dahulu melalui surat pernyataan bupati tentang tanggap darurat kekeringan.” Terang Agung.
Dari data yang didapat, kekeringan yang melanda Trenggalek dari desa – desa yang membutuhkan pasokan air saat musim kemarau ada 50 desa di seluruh Kecamatan Trenggalek.
“Dengan bertambah desa- desa yang ajukan pasokan air bersih kini ada 50 Desa yang tersebar di seluruh Kecamatan se-Kabupaten Trenggalek. Sehingga total penyaluran bantuan air bersih yang masuk ke BTT 49 desa. Sedangkan untuk 1 desa di Kecamatan Gandusari yang mengalami kekeringan di handle oleh kegiatan reguler BPBD. Namun kalau sudah banyak hujan kita langsung berhenti menyupalai,” tandasnya.
Puncak musim kemarau sejak beberapa pekan terakhir mengakibatkan sejumlah daerah diwilayah Bojonegoro mengalami krisis air bersih. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelumnya telah memprediksi kemarau tahun ini akan lebih kering, menyusul fenomena El Nino.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro menyebutkan, bahwa hingga minggu ketiga bulan Oktober 2019, terdapat 71 desa yang tersebar di 20 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro, alami krisis krisi air bersih akibat dampak musim kemarau yang berkepanjangan.
Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Bojonegoro, Umar Ghoni menuturkan, bahwa hingga saat ini pihaknya telah menerima permohonan bantuan air bersih dari 71 desa di 20 kecamatan.
“Sudah sebanyak 71 desa di 20 kecamatan di wilayah Kabupaten Bojonegoro yang mengajukan permohonan bantuan air bersih ke BPBD,” kata Umar Ghoni, kemarin (22/10).
Umar Ghoni juga menyampaikan bahwa kegiatan distribus air bersih yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melalui BPBD, mulai tanggal 23 Juli 2019 sampai dengan tanggal 21 Oktober 2019 sebanyak 1.010 rit atau tangki dengan isi 6.000 liter air bersih untuk daerah terdampak kekeringan yang telah mengajukan permohonan.
“Sumber dana untuk distribusi air bersih tersebut dari APBD Pemkab Bojonegoro sejumlah 500 rit dan dari APBD Pemprov Jatim sejumlah 510 rit,” terangnya. (dwi,wed,wap,wek.bas)

Tags: