Kekuasaan Negara Harus Dibatasi

Jakarta, Bhirawa
Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengusulkan agar negara perlu membatasi kekuasaan agar penyelenggara tidak sewenang-wenang dalam mengambil kebijakan.
Menurutnya dalam konsep modern, konstitusi dan negara memiliki hubungan erat. Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Konstitusi adalah hukum yang mengatur negara, bukan hukum mengenai bagaimana negara mengatur.
“Gagasan utama dari konstitusi adalah bahwa negara perlu dibatasi kekuasaannya agar penyelenggaraan-nya tidak bersifat sewenang-wenang. oleh karena, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik hukum sebagai jaminan utama untuk menjaga hubungan antara rakyat dan pemerintah,” papar Zulkifli dalam acara peringatan Hari Konstitusi 18 Agustus 2019 di gedung MPRRI-Senayan-Jakarta, Minggu (18/8) Hadir Wapres RI Jusuf Kalla dan para pejabat tinggi lainnya.
Disebutkan, konstitusi secara alamiah terus berkembang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat. Karena itu konstitusi yang ada harus dapat terus disesuaikan dengan tuntutan jaman. terutama dalam menghadapi tantangan kehidupan bernegara.
MPR sebagai lembaga yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD, telah mewujudkan reformasi konstitusi melalui perubahan UUD 45. Yang telah mengantarkan bangsa Indonesia memasuki babak baru yang mengubah sejarah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“UUD 45 memang memberi kemerdekaan bagi setiap orang untuk menyampaikan pendapat. Namun UUD 45 juga mengatur bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasan, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan UU,” tambah Fulkifli.
Dikatakan, setelah reformasi, di bidang hukum DPR telah membuat sejumlah regulasi yang tak terkendali. Bahkan tidak sedikit UU yang dihasilkan DPR bersama pemerintah, bertentangan dengan UUD 45, sehingga dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Juga banyak hukum yang tumpang tindih peraturan perundang undangan dengan UU yang berada diatasnya.
“Koperasi,sebagai wujud kebersamaan dalam demokrasi ekonomi, masih belum mampu berkembang dan maju sejajar dengan sektor pemerintah dan swasta. secara keseluruhan, perkembangan ekonomi menampilkan paradoks. Terjadi pertumbuhan ekonomi di satu sisi namun pertumbuhan itu belum bisa dinikmati mayoritas rakyat,” ujarnya.
Pertumbuhan ekonomi, kata Zulkifli, hanya dinikmati oleh 20% penduduk kaya, sementara 49,3 % kekayaan dikuasai hanya oleh 1% orang kaya. Ketimpangan ekonomi ini berarti upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, belum terwujud. Upaya memajukan kesejahteraan umum juga masih terkendali dalam pelaksanaan otonomi daerah. [ira]

Rate this article!
Tags: