Keluarga Darurat KDRT

Sebulan, tiga ibu rumahtangga berkorban jiwa, dikuburkan bersama anak-anaknya. Penyebabnya tunggal, ke-kacau-an rumahtangga. Tragedi beruntun pembunuhan terhadap anggota keluarga, seolah-olah menjadi warning keras status “awas”bencana. Maka pola perlindungan keluarga wajib diperbaiki, dengan meningkatkan saling percaya, jujur dan menghormati. Terutama sabar bersama pada saat keterpurukan ekonomi.
Puncak tragedi pembunuhan terhadap istri (dan dua anak), terjadi di kota Tangerang, awal pekan lalu.Seluruh perempuan (kaum ibu) dan anak, meratap berduka. Laki-laki juga mengutuk keras tindakan suami. Terbuktik dengan keadaan tersangka pelaku, menjadi “bulan-bulanan” di dalam tahanan.Tak lama, keadaan makin pedih akan dirasakan pelaku ketika meringkuk di dalam penjara. Serta masih terdapat hukuman di akhirat, kelak, niscaya paling pedih.
Tragedi kekejaman bapak tiri di Kota Tangerang, menjadi peristiwa KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) paling brutal di dunia! Sepekan ini menjadi pergunjingan di seluruh dunia. Bahkan sudah disejajarkan dengan terorisme dalam keluarga. Meng-antisipasi hal itu (teror dalam keluarga) perlu dipertimbangkan cara ekstrem pula: berpisah! Keselamatan jiwa lebih penting. Walau terasa pahit, perceraian, digaransi hukum nasional ke-perdata-an, maupun hukum internasional,
Begitu pula hukum adat, dan hukum agama (syariat), juga membuka jalan perceraian.Serta boleh pula rujuk. Gugat cerai boleh diajukan oleh istri maupun suami, manakala tidak tercapai kedamaian. Tujuan perkawinan, menurut ajaran agama, adalah ketenangan bersama (dalam agama, disebut sakinah). Jika keadaan keluarga terancam(keselamatan), maka cerai menjadi keniscayaan. Hal itu tercantum dalam “Buku Nikah,” tentang sighat ta’liq.
Sighat ta’liq, bertujuan melindungi hak-hakistri. Suasana ter-aniaya, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut menjadi teror dalam keluarga. Karena bisa mengubah kejiwaan pasangan suami maupun istri. Seperti terjadi pada ibu muda di Jombang (Jawa Timur), yang “hilang akal,”menghadapi ke-tidak harmonis-an keluarga. Dalam keadaan mental merosot pada tingkat paling bawah, ibu muda tega menghabisi nyawa ketiga anaknya.
Maka rekor ibu kandung paling kejam di dunia, tercatat di Jombang (pada hari Senin 15 Januari 2018). Walau akan menghadapi hukuman pidana sangat berat, terdapat pula “pembelaan.” Yakni, suami dari ibu kandung paling kejam di dunia itu, harus turut bertanggungjawab.Bisa dipastikan, telah terjadi KDRT (penyiksaan psikologis) sangat berat dilakukan oleh suami.
Korban utama KDRT, adalah anak-anak. Saat ini telah mencapai modus paling brutal, kejam, tidak masuk nalar. Deretan korban jiwa anak semakin panjang, dengan tragedi di kabupaten Cirebon (Jawa Barat). Akibat perang mulut suami dengan istri, anak kandung hasil pernikahan resmi dikorbankan. Ayah kandung ini akan menerima hukuman pidana maksimal, karena membunuh bayinya (14 bulan) dengan racun tikus.
Suami dan istri, seharusnya menjadi pelindung anak-anaknya. Namun pada keluarga yang kacau, perlindungan bisa berubah menjadi teror kejam pada anak. Sangat ironis, karena Indonesia telah menjamin hak asasi anak dalam konstitusi dasarnya. UUD pasal 28-B ayat (2) menyatakan:”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Indonesia juga telah memiliki peraturan pencegahan teror dalam keluarga. Yakni, UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT. Pada pasal 4 huruf, disebutkan tujuan UU ini adalah memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Ironisnya, kasus KDRT makin meningkat. Berdasar data Komnas Perempuan, pada tahun 2017, tercatat sebanyak 300 ribu kasus.
UU Anti-KDRT, berhubungan dengan UU Perkawinan, domain agama. Sehingga harus pula diakomodir paradigma dan peningkatan ke-saleh-an (ibadah) dalam keluarga.

——— 000 ———

Rate this article!
Keluarga Darurat KDRT,5 / 5 ( 1votes )
Tags: