Keluarga Pasien Keluhkan Layanan RSUD BDH Surabaya

RSUD BDH surabaya

Surabaya, Bhirawa
Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Bhakti Dharma Husada (RSUD BDH), Kota Surabaya mendapat keluhan dari masyarakat. Pelayanan RS milik Pemkot Surabaya itu dinilai kurang baik, utamanya kepada pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Keluhan itu disampaikan salah satu keluarga pasien Covid-19 bernama Handito atau yang akrab disapa Dito yang sempat dirawat di RSUD BDH, sebelum akhirnya pasien asal Kelurahan Made, Kecamatan Sambikerep, Kota Surabaya tersebut meninggal dunia.
Dito sempat dirawat selama sembilan hari di RSUD BDH dengan keluhan utama sesak nafas. Dia dinyatakan positif Covid-19 setelah memeriksakan diri di Puskesmas Made karena mengalami gejala sesak nafas. Selang dua jam, dia dirujuk ke RSUD BDH pada 23 Juli 2021 dan meninggal dunia pada 1 Agustus 2021.
Menurut salah seorang keluarga almarhum Dito, Ismoyo, pelayanan RSUD BDH sangat buruk. Contohnya adalah pelayanan yang diberikan oleh perawatnya, yang tak memiliki empati kepada pasien. Bahkan sang perawat sempat mengucapkan kalimat yang tidak etis dan membuat mental pasien runtuh dan syok.
“Perawat sempat bilang ke keponakan saya, kalau sudah sesak nafas begini biasanya sebentar lagi meninggal. Saya tidak habis pikir, perawat kok bisa bilang ke pasien seperti itu. Itu sangat tidak etis dan membuat mental pasien down. Seharusnya kan diberikan semangat,” ungkap Ismoyo, saat dikonfirmasi, Selasa (3/8).
Pria yang sehari-hari menjadi dosen di perguruan tinggi swasta ternama di Surabaya ini melanjutkan, dirinya sangat tahu dan menyadari kondisi tenaga kesehatan (nakes) sangat lelah, setelah hampir dua tahun berjibaku dengan Covid-19. Selain itu, jumlah nakes di setiap RS juga sangat terbatas, sehingga kurang maksimal memberikan pelayanan kepada pasien.
Meski begitu, kata Ismoyo, nakes juga tidak boleh meninggalkan profesionalismenya. Jika dirinya lelah, tidak boleh kelelahan itu ditumpahkan kepada pasien. Seharusnya nakes itu sadar akan tanggung jawab dan profesionalismenya. Begitu pula dengan rumah sakit harus mengawasi kerja dari nakes tersebut.
“Pasien Covid-19 itu seharusnya diberi semangat. Bukan dilemparkan mentalnya, sehingga akhirnya menimbulkan ketakutan. Almarhum keponakan saya sebelum meninggal sudah minta dipulangkan dari rumah sakit, karena terngiang-ngiang ucapan perawat tersebut. Dia syok,” tuturnya.
Pelayanan lain yang menurut Ismoyo kurang bagus adalah soal pengiriman makanan dari keluarga pasien yang dititipkan kepada pos satpam. “Kami mengirim makanan itu jam 4 sore. Tapi baru dikirim ke pasien itu di atas jam 8 malam. Kan basi makanannya. Bahkan kami sempat mengirim oksigen tabung kecil dan sarung. Yang dikirim hanya sarungnya saja. Tabung oksigennya hilang,” katanya.
Ismoyo juga mengaku sempat komunikasi via telepon dengan perawat yang jaga, untuk mengetahui kondisi terkini Dito. Jawaban-jawaban yang disampaikan perawat tersebut juga sangat kasar dalam cara penyampaiannya.
“Kami dari keluarga sudah ikhlas atas meninggalnya Dito. Itu sudah suratan takdirnya. Namun cukup keluarga kami yang menerima pelayanan RSUD BDH yang kurang baik itu. Jangan sampai keluarga lain juga menerima pelayanan yang kurang baik juga,” katanya.
Pernyataan tersebut disampaikan Ismoyo, sebab saat dirinya mengurus administrasi setelah Dito meninggal dunia, Ismoyo mendengar langsung keluhan yang sama dari keluarga pasien lainnya. “Ini kan ironis. Apalagi RSUD BDH adalah rumah sakit milik Pemkot Surabaya. Seharusnya memberikan pelayanan yang baik,” pungkasnya.
Sementara itu, saat keluhan ini ingin dikonfirmasi kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, drg Febria Rachmanita, hingga berita ini diturunkan masih belum ada jawaban. Meski sebelumnya sudah dikirim pesan melalui WhatsApp. [iib]

Tags: