Keluhan Warga Surabaya dalam Pembuatan e-KTP

Petugas Dispendukcapil Kota Surabaya menunjukkan blangko hasil pinjaman dari Kabupaten Bangkalan dan Batu beberapa hari yang lalu. [gegeh bagus]

Petugas Dispendukcapil Kota Surabaya menunjukkan blangko hasil pinjaman dari Kabupaten Bangkalan dan Batu beberapa hari yang lalu. [gegeh bagus]

Lelah Dipingpong Petugas, Kenyang Diberi Janji
Kota Surabaya, Bhirawa
Siapa yang tidak gelisah, jika harus dibuat menunggu tanpa kepastian yang jelas. Apalagi menunggu selesainya pembuatan KTP elektronik (e-KTP) yang seharusnya seminggu atau paling cepat satu hari jadi, kenyataannya harus menunggu hingga hitungan bulan. Padahal, KTP model lama sudah tidak berlaku sejak 31 Desember 2014. Terhitung sejak 1 Januari 2015 yang berlaku hanya KTP elektonik.
Terus molornya batas akhir pembuatan KTP elektronik tidak menunjukkan titik kepastian. Warga dibuat bingung akan kewajiban pembuatan KTP elektronik. Pasalnya, deadline pembuatan KTP elektronik ini digaungkan oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 30 September 2016 mendatang.
Di Kota Surabaya sendiri data yang diupdate Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil), Selasa (23/8) kemarin menyebutkan ada 389.444 jiwa yang belum rekam KTP elektronik. Hal itu, ditambah lagi dengan panjangnya antrean warga yang merekam KTP. Tercatat 10 ribu jiwa  di Surabaya sudah merekam, namun dibuat menunggu karena kekosongan blangko.
Hal ini membuat Petugas Dispendukcapil harus jemput bola ke pusat agar bisa memenuhi kekosongan blangko. Namun, dalam prosesnya pun lagi-lagi tersendat lantaran tidak bisa mengambil sesuai kebutuhan yang ada. Dalam seminggu, petugas Dispendukcapil bisa membawa 2.000 keping blangko. Dengan demikian, Dispendukcapil tidak bisa berbuat banyak karena kendalanya langsung dari pusat.
Warga yang beralamat Rungkut Menanggal, Kelurahan Rungkut Menanggal, Kecamatan Gunung Anyar Setiamini mengaku tidak diperhatikan oleh pejabat Pemkot Surabaya. Sebab, warga kelahiran 1952 ini telah membuat KTP elektronik di Kecamatan Gunung Anyar sejak diberlakukannya KTP elektronik. Namun, hingga saat ini dirinya harus menunggu kepastian baik dari pihak kecamatan maupun Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya.
Diceritakannya dia telah mengurus KTP elektronik di Kecamatan Gunung Anyar dan sudah melakukan foto sebanyak dua kali. Berapa lama setelah itu, KTP elektronik miliknya dan anggota keluarganya yang masuk dalam Kartu Keluarga (KK) sudah jadi semua. Namun, KTP elektronik milik Setiamini tak kunjung jadi. “Di usia saya yang seperti ini, saya lelah disibukkan tanya sana sini ke Dispendukcapil, namun belum ada jawaban pasti kapan KTP elektronik saya jadi,” katanya kemarin.
Setelah beberapa kali ditanyakan, akhirnya Dispendukcapil menyatakan bahwa KTP elektronik atas nama Setiamini datanya ganda. Ada dua data yang berbeda tak terkecuali foto. Akhirnya, oleh pihak Dispendukcapil disarankan untuk dihapus salah satu agar bisa dicetak KTP elektroniknya.
“Sama Dispendukcapil dihapus dulu, baru ibu (Setiamini, red) mengisi data baru lagi. Setelah balik hingga enam kali ke Dispendukcapil, disuruh ke kecamatan dan itu masih menunggu kurang lebih dua bulan. Nah, itu saja sampai sekarang belum ada kabarnya,” kata Wisnu Priyo, anak dari Setiamini.
Dijelaskan Wisnu, e-KTP sangat penting karena saat ini menjadi syarat mengurus surat apapun. Hampir semua syarat administrasi, selalu menggunakan e-KTP. Mengurus semua macam kredit di bank, surat kelahiran dan kematian, sertifikat tanah dan bangunan, sebelum masuk boarding di pesawat, naik kereta api, check in di hotel, semua perlu e-KTP.
Warga Surabaya lainnya yang juga melayangkan protes terhadap pelayanan e-KTP melalui sarana ‘Sapa Warga’ Pemkot Surabaya yakni Anugroho Narotomo. Warga Kecamatan Wonocolo ini mengeluhkan proses pencetakan e-KTP miliknya yang tak kunjung rampung.
“Saya telah mengajukan e-KTP pada Maret 2016, dan menurut petugas dijanjikan akan selesai dua bulan lagi. Tapi saat saya datangi lagi ternyata belum selesai, lalu dijanjikan satu bulan lagi selesai,” keluh Anugroho.
Namun, saat satu bulan kemudian dirinya datang lagi ke kantor Kecamatan Wonocolo, ternyata e-KTP-nya masih belum jadi. Disampaikan Anugroho, pihak kantor kecamatan berkilah bahwa mereka memang bukan selaku pencetak, melainkan hanya menyalurkan dari pencetakan di kantor Dispendukcapil. Pihak kecamatan itu lalu menjanjikan e-KTP miliknya akan kelar Agustus ini.
“Tapi bulan ini saya sudah kesana ternyata e-KTP saya masih belum selesai juga. Pendeknya kenyang diberi janji,” sambungnya.
Anugroho mengaku kecewa dengan sistem pelayanan e-KTP di Surabaya yang amburadul dan berbelit ini. “Sangat menyita waktu karena harus bolak balik ke kantor kecamatan, selalu dipingpong petugas, namun e-KTP masih belum tercetak juga,” keluhnya.
Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Dispendukcapil Kota Surabaya Arief Budiarto mengatakan Surabaya akan mendapat droping 30 ribu keping blangko. Untuk bisa mendapatkan blangko tersebut, petugas Dispendukcapil Surabaya mengambil sendiri ke Jakarta lantaran masih ada 10 ribu yang mengantre KTP elektronik yang telah melakukan perekaman tapi belum dicetak lantaran terjadi kekosongan blangko.  “Petugas kami sudah berada di Jakarta untuk mengambil 30 ribu keping blangko,” katanya saat dikonfirmasi.
Menurut Arief, dari jumlah 30 ribu keping blangko yang didapatkan itu masih kurang dari kebutuhan warga yang kian meningkat. Mengingat yang belum merekam KTP elektronik mencapai 389.444 jiwa. Namun, dari jumlah blangko  yang didapatkan masih dinilai lumayan banyak dari sebelumnya yang hanya didapatkan 2 ribu keping blangko saja. “Tapi lumayan lah daripada yang kemarin, sebab biasanya paling-paling kita cuma dapat 2 ribu keping saja,” ujarnya.
Kepala Dispendukcapil Kota Surabaya Suharto Wardoyo mengakui pasokan blangko KTP elektronik dari pusat masih belum normal. Anang sapaan akrabnya juga mengakui telah membayar utang blangko ke daerah Batu dan Bangkalan sebanyak 1.800 keping blangko. “Kami akan memaksimalkan blangko sebanyak 15 oter (satu dus besar/27.360 keping blangko),” ujarnya. [Gegeh Bagus Setiadi]

Tags: