Kemarau, Jaga Sumber Air

Karikatur KekeringanMonyet di hutan perbatasan Situbondo dengan Banyuwangi, sudah mulai turun ke jalan, mencari sumber air. Ini pertanda musim kemarau yang kering diperkirakan masih akan berlangsung sebulan lagi. Kekeringan telah melanda 24 kabupaten dan kota di Jawa Timur. Data pada awal semester kedua tahun 2015, kekeringan domestik cukup parah, telah terjadi pada 541 desa. Jumlah sawah yang terdampak seluas  33 ribu hektar lebih.
Sawah ber-irigasi teknis seluas 11 ribu hektar juga turut terdampak. Sedangkan sawah tadah hujan paling parah terdampak, sampai seluas hampir 22 ribu hektar. Yang benar-benar puso, tidak panen seluas 564 hektar. Syukur BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) propinsi dan kabupaten serta kota, sudah siap mengantisipasi. Setidaknya ratusan truk tangki telah dikerahkan mensuplai air bersih, untuk kebutuhan memasak dan minum.
Pada musim kemarau, seyogianya pemerintah juga mulai meng-inisiasi teknologi baru tepat guna pada geo-membran. Yakni penambahan bronjong biopori berteknologi mengikat energi nuklir sinar (alpha, beta dan gama) dari matahari. Bronjong yang telah dipersiapkan pada musim kemarau, akan dimanfaatkan pada musim hujan sebagai media penyimpan air. Selanjutnya sesuai prinsip ilmu fisika bejana, akan melahirkan sumber air di sekitarnya.
Bronjong biopori akan berfungsi sebagai  “brankas air” untuk digunakan pada musim kemarau kering. Sekitar 60 (enam puluh) embung geo-membran memperoleh perhatian pada tahun anggaran 2015 ini. Ujicoba penambahan bronjong biopori pada embung, sepatutnya telah dimulai. Pembuatan embung sangat diperlukan pada kawasan tadah hujan. Sebab kenyataannya, setiap musim kemarau keadaan embung geo-membran (cara lama) juga mengering.
Berdasar supervisi yang melibatkan ahli fisika dari Perguruan Tinggi Negeri, (ITB dan ITS), bronjong dengan tambahan formula penyerap energi nuklir sinar matahari, bisa berfungsi sebagai perlindungan terhadap air tanah. Fungsi tersebut bisa menjadi jaminan ketersediaan air di dalam tanah. Inovasi embung geo-membran dengan teknologi baru yang sederhana sangat diperlukan. Karena kenyataannya, cadangan air terus menyusut.
Pada tahun 2015, ketersediaan air di Jawa Timur ditaksir sebanyak 19,3 milyar meter-kubik. Sedangkan kebutuhan air mencapai 22,2 milyar meter-kubik. Sehingga defisit (kekurangan) sebanyak 2,9 milyar meter-kubik (sekitar 13%). Kekurangan ini bisa dipenuhi sebagian dengan penambahan bronjong bio-pori yang dipasang di berbagai embung dan waduk. Air hujan yang tertampung di embung dan waduk, akan disimpan (oleh bronjong bio-pori) di tempat lain yang tidak jauh.
Volume tampungan air di Jawa Timur juga tergolong ironi. Hanya sebanyak 0,80 juta meter-kubik, yang digunakan untuk sekitar 934 ribu hektar sawah irigasi. Bandingkan dengan Jawa Barat, yang memiliki daya tampung 5,85 juta meter-kubik, dengan luas sawah irigasi seluas 872 ribu hektar. Karena itu di Jawa Timur, pada musim kemarau sering terjadi penutupan pintu saluran irigasi sekunder maupun tersier.
Banyak ladang yang tidak memperoleh suplai air untuk pertanian. Bisa berpotensi terjadinya kericuhan sosial, karena berebut air dai saluran irigasi. Namun, manakala seluruh waduk, embung dan ranu, dipelihara dengan meningkatkan daya serap (dan simpan), maka defisit air akan tertolong lebih memadai. Penyimpanan air tanah sangat penting untuk menjamin proses pertanian serta kebutuhan sanitasi.
Saat ini Jawa Timur memiliki areal baku sawah seluas 913.494 hektar. Hampir separuhnya (450 ribu hektar lebih) diurus pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. Sedangkan kewajiban provinsi mengurus sekitar 167 ribu hektar, dan sisanya menjadi kewajiban pemerintah pusat. Selama ini pemerintah telah membangun embung geo-membran, tetapi belum meng-aplikasi teknologi baru. Ini penemuan kelompok intelektual Jawa Timur yang patut diapresiasi.

                                                                                                               ———- 000 ———-

Rate this article!
Kemarau, Jaga Sumber Air,5 / 5 ( 1votes )
Tags: