Kematian Bayi di Kabupaten Probolinggo Capai 223

Dinkes Kabupaten Probolinggo, menggelar ANC Terpadu Bagi Dokter.

Kab.Probolinggo, Bhirawa
Sedikitnya 223 kematian bayi terjadi di kabupaten Probolinggo di tahun 2016, hal ini diterungkap pada gelar review Ante Natal Care (ANC) Terpadu Bagi Dokter se-Kabupaten Probolinggo, yang dilaksanakan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo, di  RSUD Waluyo Jati Kraksaan.
Kegiatan yang menghadirkan narasumber dari Dinkes dan RSUD Waluyo Jati Kraksaan ini diikuti oleh 35 orang peserta. Gambaran KIA Kabupaten Probolinggo, pelayanan ANC yang berkualitas dan tata laksanana ibu hami resiko tinggi (bumil resti), skrining dan tindak lanjut kasus B24 serta pencatatan dan pelaporan.
Menurut Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kabupaten Probolinggo dr. Moch. Asjroel Sjakrie, Kamis (3/8) mengatakan, pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan masyarakat untuk hidup sehat secara mandiri agar pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.
“Dalam pelaksanaanya, pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasarkan azas perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian serta adil dan merata dengan mengutamakan aspek manfaat utamanya bagi kelompok rentan seperti ibu, bayi, anak, usia lanjut dan keluarga tidak mampu,” katanya.
Kematian bayi di wilayah Kabupaten Probolinggo  masih cukup tinggi. Bahwa jumlah kesakitan dan kematian bayi di wilayahnya masih cukup tinggi.Dimana sejak tahun 2013 terdapat sebanyak 201 kasus, tahun 2014 sebanyak 235 kasus, tahun 2015 sebanyak 242 kasus dan tahun 2016 sebanyak 223 kasus.
Sedangkan kematian ibu tahun 2013 sebanyak 12 kasus, tahun 2014 sebanyak 24 kasus, tahun 2015 sebanyak 26 kasus dan tahun 2016 sebanyak 20 kasus.”Tahun 2017 sampai bukan Juni, kematian ibu 11 kasus dan kematian bayi 90 kasus.
Penyebab kematian ibu terbanyak adalah keracunan kehamilan (Pre-Eklamsia). Sedangkan bayi adalah Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Semua itu memerlukan penanganan yang komperehensif oleh beberapa program yang terkait begitu juga kasus infeksi pada ibu dan bayi juga masih cukup banyak,” jelasnya.
Asjroel menerangkan, faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu secara garis besar dapat dikelompokan menjadi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung kematian ibu adalah faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre-eklampsia/eklamsia, infeksi, persalinan macet dan abortus.
“Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu hamil seperti Empat Terlalu dan yang mempersulit proses penanganan kedaruratan kehamilan, persalinan dan nifas adalah terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan serta terlambat penanganan kegawatdaruratan. Faktor lain adalah penyakit menular seperti malaria, HIV/AIDS, TBC, Sifilis dan yang tidak menular hipertensi, diabetes, gangguan jiwa maupun kurang gizi,” terangnya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka pelayanan ante natal di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta dan praktik perorangan/kelompok perlu dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu, mencakup upaya promotif, preventif, sekaligus kuratif dan rehabilitatif yang meliputi pelayanan kesehatan ibu dan anak, gizi dan pengendalian penyakit menular, terangnya.
Penanganan penyakit kronis serta beberapa program lokal dan spesifik lainnya sesuai dengan kebutuhan program. Oleh karena itu, perlu pelayanan yang komperehansif pada ibu dan anak, karena bidan hanya mempunyai kompetensi terhadap kebidanannya sedangkan untuk penyakit dan lain-lain dokter yang lebih memahami. [wap]

Tags: