Kembangbiakkan Semut Rangrang, Raih Rp 2 Juta Perbulan

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Tulungagung, Bhirawa
Semut rangrang atau semut merah besar biasanya sangat menganggu, namun jika dikembang biakan hewan dengan nama latin Oecophylla cukup menguntungkan, karena banyak penghobi maupun peternak burung yang membutuhkan untuk pakan.
Sejumlah warga di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur berhasil meraup untung jutaan rupiah dari pengembangbiakan semut rangrang atau semut merah besar untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak burung berkicau.
Turmudzi (35), salah satu peternak semut rangrang di Desa Bendilwungu, Kecamatan Sumbergempol, Selasa, mengatakan hingga kini dirinya mendapat keuntungan lebih dari Rp2 juta per bulan dari usaha yang dia geluti sejak enam bulan lalu. “Keuntungan saya peroleh dari hasil penjualan kroto atau telur semut rangrang ke pedagang pakan burung ataupun lainnya,” tutur Tumrmudzi, Selasa (2/12).
Ia mengaku hanya bermodalkan 10 toples untuk wadah koloni semut rangrang yang didapat dari perburuan di kebun atau hutan sekitar desanya. Setelah koloni terus berkembang dan bertelur, kroto yang dihasilkan dikumpulkan lalu dijual setiap dua pekan sekali.
“Awalnya, hasilnya tidak terlalu besar. Dalam satu kali panen yang saya lakukan di dua pekan pertama, kroto yang terkumpul hanya sekitar satu kilogram dengan harga jual Rp100 ribu,” paparnya menggambarkan awal usaha yang dia geluti.
Kini setelah hampir enam bulan berjalan, jumlah koloni yang dia kumpulkan telah berkembang menjadi 80 toples. Ia menaruh seluruh toples wadah puluhan koloni semut rangrang di dalam satu ruang besar bangunan semipermanen bekas kandang ayam. “Siapapun bisa mengembangkan bisnis budidaya kroto ini. Awalnya dulu saya cuma coba-coba, sekarang menjadi sampingan yang menghasilkan,” ujarnya.
Sarang atau koloni semut rangrang penghasil kroto di dalam satu toples bisa mencapai lebih dari satu, yang terdiri atas sarang pusat, sarang telur, dan sarang satelit. Di sarang pusat inilah, lanjut dia, berdiam ratu semut yang jumlahnya antara 2-6 ekor per-koloni. “Ratu rangrang berukuran paling besar berwarna oranye dan tanpa sayap. Sedang yang besar bersayap itu adalah calon ratu yang menghasilkan telur atau kroto” imbuhnya.
Dari awal hanya sekitar 10 Toples, Turmudzi kini memiliki 80 toples berisi penuh koloni rangrang. Jika dari 10 toples rata-rata menghasilkan sekitar satu kilogram kroto setiap masa panen, maka rata-rata hasil penjualan yang dia dapat mencapai kisaran Rp1 juta per dua pekan sekali. “Saya bermimpi dalam setahun ke depan, toples rangrang ini sudah berjumlah ribuan dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar lagi,” tutur Turmudzi.
Senada dengan Turmudzi, peternak atau pembudidaya semut rangrang yang lain, Ridwan, mengaku tertarik melakukan terobosan usaha tersebut setelah mengetahuinya besarnya permintaan kroto di pasaran.
Dulu ia berburu kroto dari koloni semut rangrang yang hidup di alam bebas, seperti kebun dan hutan. Namun seiring terus meningkatnya permintaan dan keberhasilan uji coba pemuliaan semut rangrang yang dilakukan Turmudzi, Ridwan berinisiatif mencontohnya dan kini telah memiliki sekitar 60 toples berisi koloni-koloni semut rangrang. “Selain dijual, saya pakai untuk memenuhi kebutuhan sendiri,” ujarnya. [wed,ant]

Tags: