Kemendagri Siap Dudukkan Dindik Surabaya dan Provinsi

SMKN 12 terpaksa meminjam koperasi sekolah lebih dari Rp 100 juta untuk membayar 30 gaji GTT dan 16 PTT yang menjadi tanggungan sekolah.

SMKN 12 terpaksa meminjam koperasi sekolah lebih dari Rp 100 juta untuk membayar 30 gaji GTT dan 16 PTT yang menjadi tanggungan sekolah.

Cari Solusi Pembiayaan SMA/SMK

Dindik Surabaya, Bhirawa
Setelah cukup lama menunggu kepastian terkait pencairan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (Bopda) Surabaya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akhirnya mulai menunjukkan respon. Dalam waktu dekat, dua pihak yang kini tengah bersinggungan dalam penanganan SMA/SMK akan didudukkan untuk mencari titik tengah.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya Ikhsan menuturkan pihak Kemendagri telah menjadwalkan pertemuan sekitar pertengahan bulan ini. Dua pihak yang diundang ialah Dindik Surabaya dan Dindik Jatim yang kini memiliki kewenangan mengelola SMA/SMK. “Mudah-mudahan tidak meleset jadwalnya. Kita juga ingin segera menyelesaikan masalah ini dan siswa maupun sekolah menjadi tenang,” tutur Ikhsan ditemui kemarin, Rabu (9/11).
Dia menjelaskan, dalam pertemuan itu akan dicarikan solusi bersama mekanisme pencairan Bopda. Apalagi, pihaknya juga sudah sering berkonsultasi kepada Kemendagri. “Kita sangat ingin mencairkan Bopda supaya bisa dipakai SMA/SMK menggaji teman-teman GTT dan PTT. Pertemuan itu diharapkan mampu memberikan solusi,” terangnya.
Mantan Kepala Bapemas dan KB Surabaya ini melanjutkan, pihaknya tidak bisa gegabah mencairkan Bopda. Sikap hati-hati ini diambil setelah berkonsultasi dengan kejaksaan, kepolisian, hingga BPKP. “Semoga ada terobosan dari Kemendagri untuk pencairan Bopda triwulan IV ini,” ujar Ikhsan.
Seperti diketahui, akibat Bopda SMA/SMK yang belum cair ini, sejumlah kepala sekolah harus menanggung utang. Nominalnya pun mencapai angka ratusan juta. Hal ini terpaksa dilakukan untuk membiayai operasional sekolah dan gaji Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di SMA/SMK.
Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Martadi menegaskan, masalah pembiayaan SMA/SMK muncul karena buruknya komunikasi antara kota dan provinsi. Masing-masing memiliki tafsir sendiri-sendiri terhadap peraturan yang turun dari pemerintah pusat. Baik itu Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah maupun Permendagri No 52 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2016.
“Kalau memang Permendagri itu kuat secara hukum, Surabaya mestinya sudah disanksi karena tidak mencairkan Bopda. Kenyataannya, sampai sekarang Kemendagri tidak pernah menegur ataupun mengeluarkan sanksi,” tegas Martadi.
Dosen Universitas Negeri Surabaya ini mengatakan, dilihat dari kedudukan, Permendagri hanya turunan dari undang-undang. Karena itu, kekuatan hukumnya juga berada di bawah undang-undang. “Undang-undangnya jelas penyerahan dilakukan Oktober. Kalau Permendagrinya bertentangan maka secara otomatis batal demi hukum,” kata dia.
Suasana semacam ini, lanjut Martadi tentu saja akan mengganggu masyarakat. Logikanya, baik pemerintah pusat, provinsi maupun kota sama-sama merupakan pemerintah. “Tapi kok tidak sinkron satu sama lainnya. Karena itu, solusi tetap tidak akan ketemu kalau masing-masing menggunakan tafsir sendiri-sendiri,” pungkas dia. [tam]

Tags: