Kemendikbud Tertibkan Sekolah Kelebihan Rombel

Dirjen Dikdasmen Kemendikbud RI Hamid Muhamad saat meninjau hasil penelitian siswa dalam OPSI 2018 di Surabaya, Senin (23/7).

Surabaya, Bhirawa
Ketentuan rombongan belajar (Rombel) di satuan pendidikan mendapat sorotan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sesuai Permendikbud 17 tahun 2017, jumlah rombel dan peserta didik dibatasi sesuai jenjang pendidikan yang ada.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud RI Hamid Muhammad mengatakan, pihaknya akan melakukan penertiban pada sekolah-sekolah yang menerima peserta didik melebihi ketentuan rombel yang berlaku. Selain itu, terdapat konsekuensi yang harus ditanggung sekolah jika ditemukan melanggar. “Sedang kita siapkan, apakah nanti berpengaruh terhadap BOS (Bantuan Operasional Sekolah) atau data pokok pendidikan yang akan dikunci,” tutur Hamid usai membuka Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) di Surabaya kemarin, Senin (23/7).
Hamid mengakui, banyak sekolah negeri khususnya yang melakukan pelanggaran tersebut. Karena itu, ketentuan rombel harus diterapkan sesuai aturan. Sebab, toleransi yang diberikan Kemendikbud dinilai sudah cukup. Pihaknya juga telah menyiapkan surat ke semua dinas agar sekolah-sekolah yang berlebih segera ditertibkan. “Tahun ini kan sudah tahun kedua, harusnya semua sudah mengikuti aturan. Kalau tahun kemarin masih kita berikan kelonggaran,” tandas Hamid.
Sesuai Permendikbud 17 tahun 2017, ketentuan rombel diatur dalam pasal 24 dan 25. Di antaranya ialah jenjang SD maksimal 24 rombel dengan jumlah peserta didik maksimal 28 siswa tiap rombel. Untuk jenjang SMP, maksimal 33 rombel untuk masing-masing tingkatan kelas maksimal 11 rombel. Jumlah peserta didik SMP paling banyak dalam satu rombel ialah 32 siswa. Jenjang SMA maksimal 36 rombel, masing-masing tingkatan kelas paling bangak 12 rombel dengan jumlah peserta didik maksimal 36 siswa. Sedangkan untuk jenjang SMK, paling banyak 72 rombel, masing-masing tingkatan 24 rombel dengan jumlah peserta didik maksimal 36 siswa.
“Kami berharap sekolah negeri seluruhnya mengikuti ketentuan tersebut. Kita kan menginginkan situasi belajar anak nyaman di kelas dan tidak terjadi penumpukan,” tandasnya.
Hamid mengakui, jika tidak ada pembatasan pada sekolah negeri, imbasnya akan banyak sekolah swasta yang tutup. Kecuali jika memang ingin sekolah swasta banyak yang tutup. “Kita juga dapat surat dari musyawarah perguruan swasta di Surabaya karena tidak dapat siswa. Tidak ada di kota lain, hanya dari Surabaya yang melapor,” tutur dia. Terkait rombel, lanjut Hamid, Kemendikbud memang dapat memberikan dispensasi jika jumlah rombel melebihi aturan. Tapi, hal itu juga tidak bisa terus-terusan.
Kendati demikian, Hamid juga mengimbau agar sekolah swasta dapat berbenah diri. Sehingga mereka dapat bersaing dengan sekolah negeri. Terlebih di Surabaya, sekolah negerinya sudah gratis. Karena itu, sekolah swasta kualitasnya harus di atas negeri dan jangan sampai malah di bawahnya. “Percuma dong bayar mahal-mahal di sekolah swasta tapi kualitasnya di bawah negeri yang gratis,” pungkas dia.
Sementara itu, Anggota Komisi D DPRD Surabaua Reni Astuti mengatakan, pihaknya sangat mendukung upaya pemerintah melindungi siswa tidak mampu agar mendapat layanan pendidikan yang layak. Namun, hal tersebut tetap harus melalui pengaturan yang berlaku. Sebab, meskipun pada Permendikbud 14 tahun 2018 ketentuan rombel itu tidak tercantum. Ada aturan lain pada Permendikbud 22 tahun 2016 yang mengatur tentang standar proses. Ketentuan rombel dalam aturan tersebut juga sama persis seperti Permendikbid 17 tahun 2017.
“Jadi pada dasarnya sudah ada aturan yang mengatur batas jumlah rombel. Sesangkan faktanya di Surabaya, ada sekolah yang berisi sampai 40 siswa dalam satu rombel dan 14 rombel dalam satu tingkatan kelas,” kata dia.
Reni berharap, aturan mengenai rombel ini ditegakkan dalam konteks implementasi. Sebab, dampaknya sangat serius terhadap eksistensi sekolah swasta. “Dalam UU pendidikan juga sudah dijelaskan, pendidikan diselenggadakan oleh pemerintah dan masyarakat. Sehingga sekolah swasta ini juga harus mendapat perlindungan dari pemerintah,” pungkas dia. [tam]

Tags: