Kemenkes Segera Revisi Permenkes 28/2013

Jakarta, Bhirawa
Ketua Kaukus Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sumaryati mengatakan DPR setuju jika iklan rokok tidak ada baik di elektronik, media dalam jaringan (daring), dan cetak.
“Lebih setuju tidak ada lagi iklan rokok, karena iklan yang ada sekarang itu pembodohan,” ujar Sumaryati di Jakarta, Senin.
Iklan rokok yang ditayangkan saat ini tidak sesuai dengan fakta yang ada. Iklan rokok menampilkan perokok sebagai sosok yang pemberani, macho, dan kuat. Padahal yang ada justru sebaliknya. Perokok menyebabkan impotensi, dan rentan terhadap berbagai penyakit kronis.
“Kalaupun ada peringatan, hal itu hanya sekian detik. Menurut saya, ini pembodohan.” Begitu juga mengenai gambar peringatan yang tertuang dalam Permenkes 28/2013, yang mana terdapat dua gambar yang tidak sesuai.

Dalam Permenkes 28/2013 terdapat lima gambar peringatan yang harus ditampilkan yakni kanker mulut, kanker tenggorokan, paru-paru yang menghitam karena kanker, gambar orang merokok dengan asap membentuk tengkorak, dan gambar orang merokok dengan anak di dekatnya.
Dalam lampiran Permenkes tersebut, terdapat dua gambar peringatan yang tidak sesuai yakni gambar orang merokok dengan asap membentuk tengkorak, dan gambar orang merokok dengan anak di dekatnya.
“Kedua gambar tersebut, menampilkan bentuk rokok dan juga ada anak-anak,” kata dia. Sumaryati meminta agar gambar peringatan dalam Permenkes tersebut direvisi.
“Menkes bisa saja melakukan revisi terhadap gambar peringatan tersebut.” Dia juga meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk bersikap mengenai iklan rokok tersebut.
Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan dr Lily S Sulistyowati MM mengatakan pihaknya akan melakukan revisi Permenkes 28/2013 tentang pencantuman peringatan kesehatan dan informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau.
“Dalam waktu dekat, kami akan melakukan revisi Permenkes tersebut terutama mengenai diberlakukannya ‘Pictorial Health Warnings’ (PHW) sebagai iklan,” ujar Lily di Jakarta, Senin.
Dalam Permenkes 28/2013 tersebut terdapat lima gambar peringatan kesehatan yakni gambar kanker mulut, gambar orang merokok dengan asap membentuk tengkorak, gambar kanker tenggorokan, gambar orang merokok dengan anak di dekatnya, dan gambar paru-paru yang menghitam karena kanker. Namun dua gambar, yakni gambar orang merokok dengan anak di dekatnya dan gambar orang merokok dengan asap membentuk tengkorak, tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah 109/2012 karena memperlihatkan bentuk rokok.
“PHW itu dibuat sebagai peringatan kesehatan agar masyarakat lebih peduli,” kata dia.
Penentuan PHW, sambung Lily, berdasarkan survei yang dilakukan Kemenkes pada masyarakat. Masyarakat memilih lima gambar tersebut.
“Jika dua gambar itu tidak sesuai, silahkan digunakan tiga gambar lainnya,” cetus dia.
Sementara itu, Ketua Bidang Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) S Rahmat M Arifin mengatakan ketiga gambar yang dipersilahkan tersebut yakni gambar kanker tenggorokan, gambar kanker mulut, dan gambar paru-paru yang menghitam karena kanker, tidak etis untuk ditayangkan di televisi.
“Tiga gambar tersebut tidak etis untuk ditayangkan dalam iklan, karena menyeramkan,” kata Rahmat.
Rahmat menyarankan agar peraturan mengenai gambar peringatan tersebut dimasukkan dalam UU Penyiaran yang saat ini sedang dirancang.
Rahmat lebih setuju, jika iklan rokok sama sekali tidak ditayangkan di televisi maupun media cetak dan online. Jumlah perokok di Indonesia mencapai 52 juta jiwa meningkat 57 persen dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.
Menurut Rahmat, ppihaknya belum bisa mengambil keputusan mengenai hal tersebut.
“Tiga gambar yang ada terlalu menyeramkan, dikhawatirkan membuat masyarakat terganggu,” ucap Rahmat. Berdasarkan Jurnal Kesehatan Amerika Serikat, Indonesia merupakan negara kedua dengan peringkat perokok pria terbanyak yang mencapai 52 juta jiwa. [ant]