Kemenperin Jadikan Pesantren Sunan Drajat Pilot Project Santripreneur

Dirjen IKM Kemenperin, Gati Wibawaningsih dan Pengasuh Ponpes Sunan Drajat KH. Abdul Ghofur di Ponpes Sunan Drajat Lamongan.(Alimun Hakim/Bhirawa).

Lamongan, Bhirawa
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjadikan Pondok Pesantren (Ponpes) Sunan Drajat sebagai pilot project dalam menjalankan program Santripreneur pada tahun 2017.
“Kami yakin program ini mampu mendukung pemerataan ekonomi nasional, karena jumlah pondok pesantren di Indonesia sangat banyak,” ujar Dirjen industri kecil dan menengah (IKM) Kemenperin, Gati Wibawaningsih di Ponpes Sunan Drajat Lamongan, Jawa Timur, Senin (7/8).
Menurut Gati, pihaknya akan mendidik dan membina sekitar 10 orang santri dari total sebanyak 12 ribu santri yang terpilih untuk mengikuti pelatihan dan pendampingan di bidang pengolahan ikan.
“Kita beri bantuan mesin peralatan, untuk pembuatan pengolahan bakso ikan. Kita akan lakukan pelatih,” katanya.
Ia menjelaskan, program vokasi Kemenperin dengan santripreneur cukup potensial menyasar Ponpes Sunan Drajat. “Di sini ada 14 (jurusan, red) SMK Sunan Drajat, karena ada 14 kita bisa perluas link and match-nya,” ujar Gita.
Selanjutnya, sambung Gati, pihaknya akan melakukan proses monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pilot project santripreneur 2017. “Apabila program ini berhasil, dapat diduplikasi ke
pondok-pondok pesantren lainnya,” ucapnya.
Tak hanya di Ponpes Sunan Drajat, Kemenperin juga menciptakan wirausaha baru di lingkungan Pondok Pesantren melalui program Santripreneur di sejumlah Pondok Pesantren yang tersebar di empat provinsi di Jawa.
“Kita kerjasama sama ponpes tidak hanya disini saja, tapi diseluruh indonesia, jadi kita akan gerakkan secara ekonomi, kita bicara industri. Kita jajaki ada dua, kemarin Nurul Imam, lalu di Bogor sama ini. Jawa Timur ini yang pertama, pilot project ini,”
Selama tahun 2013-2015 Dirjen IKM telah membina lima pondok pesantren di empat wilayah, yakni Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat serta Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
“Selama ini, setiap tahunnya kami telah melaksanakan berbagai program pemberdayaan ekonomi masyarakat khususnya pada pengembangan IKM di lembaga pendidikan keagamaan termasuk Pondok Pesantren,” katanya.
Lebih jauh, Gati menyampaikan, upaya ini dimaksudkan agar para lulusan Pondok Pesantren nanti dapat turut mendorong penumbuhan IKM dengan menggelontorkan bantuan sebesar Rp 20 miliar. Jumlah itu terbagi pada 2017 sebesar Rp 14 miliar, dan pada tahun 2018 sebanyak Rp 6 miliar.
“Kita mau jadikan champion, bahwa beribadah itu apabila di topang dengan ekonomi yang kuat itu akan bagus, tidak hanya memikirkan akherat saja tapi juga memikirkan dunia juga, orang kan harus sehat supaya kehidupannya makin sejahtera,” tuturnya.
Gati juga menjelaskan, pihaknya juga tengah menjajaki kerjasama dengan Bank Indonesia wilayah Jawa Timur yang telah memiliki program Inkubator Bisnis pesantren dan berkomitmen akan membentuk Baitul Mal Wattamwil (BMT).
“Kami pun sedang kerja sama dengan Bank Indonesia wilayah Jawa Timur, yang nantinya dituangkan ke dalam perjanjian Kerja Sama terkait skema pilot project Santripreneur tahun 2017,” ujarnya.
Ia berharap, Bank Indonesia mampu memberikan fasilitasi uji coba pasar dalam Islamic sharia Economic Festival tahun 2017 yang akan dilaksanakan di Surabaya bulan November nanti.
Untuk sekedar diketahui, dari data Kemenperin mencatat, jumlah IKM tumbuh mencapai 165.983 unit pada tahun 2016 atau meningkat 4,5 persen dibandingkan tahun 2015. Sementara pada 2017, jumlah IKM ditargetkan mencapai 182.000 unit dengan menyerap tenaga kerta sebanyak 400.000 orang.
Dengan berbagai program strategis tersebut Kemenperin akan mendorong penumbuhan
wirausaha baru sebanyak 5.000 unit dan pengembangan 1.200 sentra IKM pada 2017. Pada 2019, ditargetkan akan mencapai 20.000 wirausaha baru.
Di samping itu, IKM terus meningkatkan nilai tambah di dalam negeri yang cukup signifikan setiap tahun. Ini terlihat dari capaian pada 2016 sebesar Rp 520 triliun atau meningkat 18,3 persen dibandingkan pada 2015. Sedangkan, nilai tambah IKM pada 2014. Tahun sekitar Rp 373 triliun menjadi Rp 439 triliun pada 2015 atau naik 17,6 Persen. [mb9]

Tags: