Kemenpolhukam Dialog Tokoh Selok Awar-awar

Ketua Tim kementrian Polhukam BrigJend.Drs .Wakin   Mardiwiyono (nomor dua dari kanan) saat memberikan pengarahan terhadap   tokoh masyarakat di balai desa Selok awar-awar , kec. Pasirian   Lumajang.

Ketua Tim kementrian Polhukam BrigJend.Drs .Wakin Mardiwiyono (nomor dua dari kanan) saat memberikan pengarahan terhadap tokoh masyarakat di balai desa Selok awar-awar , kec. Pasirian Lumajang.

Lumajang, Bhirawa
Tim dari Kementerian Polhukam yang dipimpin oleh Brigjend  Pol. Drs. Wakin Mardiwiyono Kemarin siang (15/10) berdialog dengan tokoh masyarakat Desa Selok Awar-awar kecamatan Pasirian yang intinya memantau situasi keamanan di desa Selok awar-awar.
Kedatangan Tim dari kemetrian Polhukam tersebut menurut Wakin, pihaknya ingin memastikan atas laporan yang diterimanya bahwa Desa Selok awar-awar sudah aman tapi menurutnya kenyataannya memang sudah aman. “Memang berdasarkan berbagai indikator yang kami temukan memang sudah cukup kondusif  masyarakat sudah mulai bekerja seperti biasa,” ujarnya.
Sebelumnya, menurut Jendarl Bintang Satu tersebut, yang juga pernah menjabat sebagai Kapolres Lumajang tahun 2001 mengira pasca tragedi pertambangan pasir tersebut mengkhawatirkan adanya fiksi antara kelompok yang diasumsikannya yang berbeda fiksi.
Masih menurut Wakin bahwa penempatan Brimob yang hingga kini  masih melakukan pengamanan di desa selok awar-awar dinilainya masih diperlukan. Karena berdasarkan data dari Tim kementrian Polhukam bahwa pasca insiden berdarah yang menewaskan kontra pertambangan Salim alias Kancil dan korban Luka Parah, Tosan (kemarin diizinkan pulang oleh Dokter  Rumah Sakit Saiful Anwar malang), pada kenyataanyakan ada beberapa kelompok yang riskan untuk konflik .Wakin juga menjelaskan bahwa pasca insiden berdarah tersebut muncul kelompok-kelompok diantaranya  kelompokkeluarga  korban, kelompok keluarga kelompok penambang.
“Kelompok keluarga korban, kelompok keluarga kelompok penambang yang dihentikan, kelompok penambang itu kan berkelompok semuanya mempunyai pekerja, yang dimungkinkan akan muncul konflik antar kelompok-kelompok itu,” ujarnya.
Atas dasar perhitungan keamanan tersebut menurut jendral Bintang satu tersebut, Kapolda Jatim melalui perhitungannya masih diperlukan pengaman Brimob di areal konflik yakni khususnya di Desa Selok Awar-awar. “Brimob akan ditarik berdasarkan evaluasi Kapolda Jatim,” imbuhnya.
Dalam acara dialog tersebut yang berlangsung  sekitar 2 jam tersebut tim dari kementrian polhukam mengadakan dialog interaktif dengan tokoh masyarakat yang di undang di Balai desa Selok Awar-awar. Pada umumnya mereka mengharapkan penarikan anggota Brimob dari desanya. Karena menurutnya situasi di desanya sudah aman.
Ada juga dari salah satu warga yang mengeluhkan kelangkaan pasir akibat ditutupnya seluruh pertambangan pasca tragedi berdarah akibat penolakan pertambangan. Akibat tidak adanya pasir tersebut proses pembangunan rumahnya terhenti.
Namun keluhan tersebut dijawab oleh kapolres Lumajang yang juga hadir dalam pertemuan tersebut dan menyadarkan bahwa penghentian pertambangan tersebut bukan kehendak Kalpolres tetapi Bupati lumajang yang memiliki kewenangan untuk membuka maupun menutup pertambangan tersebut.
Namun berdasarkan hasil penelusuran Bhirawa ke sejumlah  warga sekitar Desa Selok Awar-awar umumnya mereka masih khawatir terjadi bentrok susulan jika putusanpengadilan  terhadap tersangka Kades hariono nanti diputus ringan oleh hakim. Sebab menurut sumber yang enggan namanya dikorankan bahwa tersangka  Hariono terkenal kaya raya dan anak buahnya sangat ditakuti di desanya.
Investigasi
Sejumlah wartawan yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Telivisi Indonesia (IJTI) wilayah Tapal Kuda menuntut Dewan Pers melakukan investigasi atas penyebutan wartawan sebagai penerima uang dari tambang pasir ilegal di Desa Selok Awar-awar, Kabupaten Lumajang. “Karena tidak jelasnya penyebutan (wartawan) ini menimbulkan opini di masyarakat, sehingga akan menggeneralisir (wartawan lainnya),” kata Samsul Choiri, Ketua IJTI Wilayah Tapal Kuda, Kamis (15/10).
Penjelasan Humas Polda Jatim dan keterangan Kades Selok Awar-awar kepada penyidik, lanjutnya, menyebutkan adanya aliran dari penambang pasir ilegal di Lumajang ke wartawan. Informasi itu sama sekali tidak menyebut nama atau media penerima aliran dana tersebut.
Ketidakjelasan itu berdampak para jurnalis, termasuk jurnalis telivisi yang melakukan tugas untuk membuat berita follow up kasus pembantaian dan tambang pasir ilegal di Lumajang. Masyarakat setempat sering menggeneralisir wartawan sebagai kaki tangan atau penerima aliran dana tambang pasir ilegal sehingga tak jarang muncul sikap tidak kooperatif dan tidak bersahabat.
Kondisi ini yang membuat jurnalis televisi meminta Dewan Pers untuk melakukan klarifikasi dan investigasi terkait nama-nama wartawan dan media yang disebut telah menerima aliran dana dari penambang pasir ilegal Lumajang.
Upaya itu sangat penting untuk memperjelas persoalan dan membantu meluruskan persepsi masyarakat di Lumajang. “Bahwa aliran dana adalah oknum, bukan wartawan secara keseluruhan dan bukan pula profesi jurnalistik yang seharusnya menjadi penggonggong atas ketidakadilan dan penyuara kebenaran,” jelasnya. [mb10,efi]

Tags: