
Kementerian PPN/ Bappenas meluncurkan (launching) dokumen Peta Jalan Pengembangan Ekosistem Industri Kedirgantaraan 2022-2045 dalam ajang Indonesia Development Forum (IDF) 2022.
Kementerian PPN/ Bappenas meluncurkan (launching) dokumen Peta Jalan Pengembangan Ekosistem Industri Kedirgantaraan 2022-2045 dalam ajang Indonesia Development Forum (IDF) 2022. Dibuatnya peta jalan ini sebagai bukti kesungguhannya dalam menyiapkan industri kedirgantaraan yang tangguh dan berdaya saing global menuju Indonesia emas 2045.
Oleh:
Wahyu Kuncoro, Wartawan Harian Bhirawa
Indonesia Development Forum 2022 menjadi ajang Kementerian PPN/Bappenas membahas strategi dan solusi terbaik untuk menjawab tantangan pembangunan dan industri tanah air. Acara puncak IDF 2022 yang mengusung tema “The 2045 Development Agenda: New Industrialization Paradigm for Indonesia’s Economic Transformation” Senin, 21 – 22 November 2022 di Jimbaran, Bali.
“Kementerian PPN/Bappenas ingin mengajak pemangku kepentingan untuk mari kita berpikir kembali, menyusun kembali strategi kita ke depan, dalam rangka reindustrialisasi, menempatkan industri dalam peta Indonesia, makro Indonesia, untuk percepatan pembangunan, untuk kesejahteraan,” ungkap Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Senin, (21/11).
Reindustrialisasi jelas Suharso Manoarfa akan menjadi kunci penting transformasi ekonomi Indonesia pasca pandemi Covid-19. Seiring dengan membaiknya perekonomian Indonesia, peningkatan share industri pengolahan terhadap produk domestik bruto juga menjadi prioritas.
“Industrialisasi ke depan harus menjawab kebutuhan lifestyle baru, yang sustainable, smart, and functional. Konsumen-konsumen kita semakin pandai, semakin smart, maunya affordable dan canggih. Dengan demikian, juga model-model bisnis akan berubah, permintaan tenaga kerja berubah dan demikian juga cara pembiayaan juga berubah,” ujar Menteri Suharso.
Lebih lanjut menurut Suharso Manoarfa, selain membahas tentang masa depan industrialisasi Indonesia dan perannya untuk mencapai Visi Indonesia 2045, IDF juga menjadi ajang diluncurkannya Rencana Induk Pengembangan Industri Digital Indonesia 2023-2045 dan Peta Jalan Pengembangan Ekosistem Industri Kedirgantaraan 2022-2045.
Terkait dengan dokumen peta jalan yang diluncurkan tersebut, Suharso Monoarfa menjelaskan dokumen peta jalan yang diluncurkannya tersebut memuat berbagai target yang ingin dicapai oleh industri kedirgantaraan Tanah Air pada 2045 nanti, diantaranya; Indonesia menargetkan menjadi produsen pesawat tipe Turboprop berkapasitas kurang dari 100 kursi dengan teknologi terkini, menjadi produsen Large Cargo Drone berkapasitas 2 ton, menjadi produsen utama flight simulator.
Menurut Suharso Manoarfa, pada 2045, Indonesia menargetkan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) komponen pesawat terbang meningkat dua kali lipat, menjadi bagian dari Tier 1 Aerostructure Global, meningkatkan market share hingga dua persen dari rantai pasok global industri komponen pesawat, dan mendapatkan surplus perdagangan komponen.
Secara khusus Suharso Manoarfa juga menjelaskan, industri kedirgantaraan Indonesia ditargetkan mencapai daya serap layanan Maintenance, Repair, dan Overhaul (MRO) sebesar USD2 miliar pada 2045. Dalam jasa penerbangan, ditargetkan mampu menghubungkan 263 kota di Indonesia dan 135 kota di luar negeri dengan standar keselamatan dan layanan tinggi, serta mampu melayani peningkatan jumlah lalu lintas pesawat, penumpang dan kargo 3 kali hingga 4 kali lipat pada 2045.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menambahkan industri kerdirgantaraan merupakan salah satu industri yang memiliki peran penting di Indonesia. Hal tersebut mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang memerlukan sistem transportasi mumpuni, baik udara maupun perairan.
“Industri kedirgantaraan juga merupakan salah satu industri unggulan Indonesia yang memiliki potensi penciptaan nilai tambah besar, menghasilkan produk dengan kandungan teknologi tinggi. Dan, memiliki kaitan erat dengan rantai nilai global,” Amalia di sela-sela acara launching, Selasa, (22/11).
Menurut Amalia, dengan semakin berkembangnya industri dirgantara nasional, maka terbuka peluang untuk bekerja sama dengan industri sejenis di luar negeri seperti Boeing dan Airbus. Dalam membangun industri kedirgantaraan ini membutuhkan pembiayaan bisnis baru karena tidak bisa sepenuhnya bergantung pada anggaran pemerintah.
“Salah satu hal fokus pembahasan kita adalah untuk menjalankan peta jalan ekosistem industri kedirgantaraan, kita pasti membutuhkan financing atau pembiayaan modal bisnis baru karena pengembangan ini diharapkan tidak sepenuhnya bergantung pada anggaran pemerintah,” kata Amalia lagi.
Lebih lanjut menurut Amalia, Indonesia Development Forum (IDF) merupakan sebuah wahana bagi berbagai pelaku pembangunan di Indonesia untuk berkumpul dan bertukar gagasan serta pemikiran. Sejak diselenggarakan pertama kali pada tahun 2017, IDF telah menjadi sebuah forum utama untuk mendiskusikan solusi atas isu-isu pembangunan di Indonesia seperti kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan kesempatan kerja. Melalui berbagai sesi interaktif, forum ini mendorong pemikiran dan pendekatan baru dalam menghadapi berbagai tantangan pembangunan utama Indonesia.

PT Dirgantara Indonesia berharap Indonesia Development Forum (IDF) 2022 dapat menghasilkan ekosistem dalam mendukung komersialisasi Pesawat N219 di Indonesia.
Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Batara Silaban yang jadi narasumber dalam kegiatan tersebut berharap Indonesia Development Forum (IDF) 2022 dapat menghasilkan ekosistem dalam mendukung komersialisasi Pesawat N219 di Indonesia. Selain itu, diharapkan juga dapat menindaklanjuti dukungan Pemerintah dalam menggulirkan skema-skema pembelian pesawat N219 serta menyinergikan lembaga pendidikan dan industri dalam meningkatkan kemandirian teknologi dan local content, salah satunya pada pesawat N219.
Sebagai informasi, PTDI telah mengirimkan 466 pesawat hingga helikopter ke pemesan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari jumlah tersebut, sebanyak 120 unit di antaranya pesawat seri NC-212. Ada beberapa operator dalam negeri yang menggunakan pesawat seri NC-212, yakni TNI Angkatan Udara (AU), Angkatan Darat (AD) dan Angkatan Laut (AL), Polri, serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Menurut Batara Silaban, pesawat dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan angkut sipil, militer dan Maritime Surveillance Aircraft (MSA), sedangkan untuk operator luar negeri, Thailand memanfaatkan NC-212 untuk angkutan militer dan modifikasi cuaca (rain making). Sementara itu, Filipina dan Vietnam untuk pesawat angkutan militer.
“Thailand merupakan customer kedua yang paling banyak membeli pesawat terbang produksi PTDI, karena dianggap sesuai dengan medan dan kebutuhan pertahanannya,” kata Batara Silaban.
Sebagai negara kepulauan yang berbagai daerahnya banyak terpisahkan oleh lautan, lanjut Batara Indonesia memiliki peluang besar untuk mengoptimalkan potensi dari industri penerbangan karena banyaknya kebutuhan mobilitas udara yang tinggi. Namun, kedudukan industri penerbangan sebagai salah satu sarana transportasi yang memakan biaya tinggi tentunya juga menimbulkan tantangan dalam pengembangan industri penerbangan di Indonesia.
Dikonfirmasi terkait pentingnya sinergi lembaga pendidikan dan industri dalam meningkatkan kemandirian teknologi kedirgantaraan, Dekan Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Banding (ITB) Prof Dr Ir Tatacipta Dirgantara merespon baik peran penting perguruan tinggi dalam mendukung ekosistem inovasi dan teknologi dirgantara nasional.
Menurut Prof Tatacipta, setidaknya ada dua tren yang tengah terjadi pada industri dirgantara yang harus menjadi perhatian saat ini. “Dua tren utama yang tercipta dan mulai diaplikasikan pada industri dirgantara saat ini adalah dekarbonisasi dan digitalisasi,” jelas Guru Besar di bidang Struktur Ringan, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB itu.
Menurutnya, dekarbonisasi mempengaruhi berbagai aspek yang ada pada pesawat. Mulai dari pemanfaatan material komposit untuk desain pesawat, peningkatan efisiensi mesin, hingga penggunaan dari bahan bakar yang bersumber dari energi terbarukan seperti biofuel dan listrik.
Sementara digitalisasi membawa peran dalam penyusunan berbagai komponen fisik pada pesawat seperti additive manufacturing dan 3D printing untuk berbagai bagian interior dan eksterior pesawat.
“Berbagai teknologi seperti artificial intelligence, big data, maintenance robotics, blockchain, hingga augmented reality juga mulai banyak diaplikasikan pada berbagai pesawat di dunia. Salah satu contoh konkritnya adalah teknologi Digital Twin Technology dari Siemens yang dapat menciptakan duplikat digital dari sebuah pesawat untuk memudahkan proses predictive maintenance,” terang Prof. Tatacipta.
Tentunya berbagai kemajuan teknologi yang tercipta pada industri dirgantara global membuat industri dirgantara di Indonesia harus banyak belajar, meneliti, hingga mengaplikasikan dan menciptakan berbagai inovasi teknologi untuk kemajuan dan perkembangan industri dirgantara nasional. Maka dari itu, perguruan tinggi memiliki berbagai peran krusial untuk memajukan perkembangan industri dirgantara nasional.
“Inti dari berbagai peran krusial perguruan tinggi untuk kemajuan industri dirgantara nasional adalah pendidikan, penelitian, dan pengembangan produk yang mencakup integrasi penelitian dan pengembangan, perancangan, modelling, reverse engineering, prototype, dan pengujian,” jelas Prof Tatacipta mengakhiri perbincangan.
Masa Depan Cerah Industri Dirgantara
Industri penerbangan dan dirgantara Indonesia memiliki prospek yang cerah dengan didukung kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki lebih dari 17 ribu pulau membentang lebih dari lima ribu kilometer dari timur ke barat. Dengan demikian transportasi udara akan menjadi tulang punggung transportasi dan konektivitas nasional, serta penggerak utama perekonomian Indonesia.
“Jumlah penumpang udara di Indonesia diperkirakan akan tumbuh 30% dari tahun ke tahun menjadi 140 juta dalam beberapa tahun ke depan, sehingga Indonesia diperkirakan menjadi pasar transportasi udara terbesar keenam di dunia pada tahun 2034,” kata pakar industri dan transportasi dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Dr Machsus Fawzy, Selasa (22/11.
Menurut Machsus, industri penerbangan nasional saat ini terdiri dari industri pembuatan pesawat dan komponen, industri Maintenance Repair and Overhaul (MRO), dan industri pembuatan drone. Indonesia memiliki sekitar 31 perusahaan MRO yang mendukung industri pesawat terbang dan bisnis penerbangan. Perusahaan-perusahaan tersebut telah memiliki 145 sertifikat Aircraft Maintenance Organization (AMO) yang dikeluarkan oleh Indonesian Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA).
“Nilai MRO domestik pada 2022 diproyeksikan mencapai USD1,7 miliar, sedangkan nilai bisnis MRO global mencapai USD93,5 miliar. Persaingan bisnis MRO global ke depan semakin ketat. Oleh karena itu, kami mendorong MRO dalam negeri untuk berkolaborasi dengan mitra asing untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya,” ujar Machsus.
Sejalan dengan transformasi digital di berbagai aspek perekonomian, pemerintah bersama Asosiasi Sistem dan Teknologi Tanpa Awak (ASTTA) harus didorong untuk pengembangan industri drone. Industri drone dalam negeri saat ini mampu mengembangkan dan memproduksi drone untuk berbagai keperluan seperti pengawasan, perkebunan, dan militer.
“Penguasaan teknologi ini menjadi keharusan untuk menjaga kedaulatan negara dan mendukung visi pemerintah di Indonesia 4.0,” paparnya.
Lebih lanjut menurut Machsus, industri penerbangan tanah air secara perlahan telah mampu mengaktifkan kembali pesawat yang sebelumnya grounded, akibat operasionalnya sempat terhenti karena terimbas Covid-19. Namun upaya tersebut tidak bisa berlangsung secara instan, sehingga menyulitkan operator Indonesia untuk menambah kapasitasnya di saat permintaan pelayanan rute penerbangan terus naik setelah Covid-19 mereda dan penerbangan kembali banyak dibuka.
Pakar transportasi ITS ini menjelaskan pemerintah Indonesia melalui Masterplan Pengembangan Industri Nasional 2015 – 2035 telah menetapkan industri pesawat terbang menjadi salah satu industri prioritas nasional dengan fokus pengembangan pesawat baling-baling, industri komponen, dan industri MRO.
Menurutnya, berbagai kebijakan telah dikeluarkan untuk mendukung pengembangan industri ini, seperti insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance, investment allowance, super tax deduction, dan pembebasan bea masuk serta dukungan nonfiskal berupa pembiayaan pemerintah bagi pelaku usaha ekspor dan preferensi produk lokal dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah sesuai dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
“Pemerintah harus terus memberikan dukungan untuk memastikan pertumbuhan dan keberlanjutan industri penerbangan dan kedirgantaraan, termasuk insentif lebih lanjut untuk investasi,” jelas Machsus lagi. [***]