Kemiskinan di Jatim Alami Penurunan 0,32 Poin

Keluarga miskin di Kabupaten Ponorogo. BPS Jatim menyebutkan jumlah penduduk miskin di Jatim mengalami penurunan 0,32 poin. Penurunan jumlah ini setidaknya mengindikasikan komoditi makanan di Jatim masih terjangkau masyarakat.

Keluarga miskin di Kabupaten Ponorogo. BPS Jatim menyebutkan jumlah penduduk miskin di Jatim mengalami penurunan 0,32 poin. Penurunan jumlah ini setidaknya mengindikasikan komoditi makanan di Jatim masih terjangkau masyarakat.

Pemprov, Bhirawa
Jumlah penduduk miskin di Jatim pada Maret 2014 dibandingkan September 2013 turun sebesar 0,32 poin. Jika dilihat dari persentase, dari 12,73 persen pada September 2013 menjadi 12,42 persen pada Maret 2014.
Menurut Kepala BPS Jatim Sairi Hasbullah, peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibanding peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan, red). “Jika terjadi penurunan mengindikasikan komoditi makanan di Jatim masih terjangkau,” katanya kepada wartawan, Selasa (1/7).
Ia memaparkan, penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2014 sebesar 32,08 persen dari total penduduk miskin Provinsi Jawa Timur atau sebesar 1.535,81 ribu jiwa. Selama satu semester (September 2013 – Maret 2014), penurunan persentase penduduk miskin di pedesaan (0,10 poin persen) lebih kecil daripada di perkotaan (0,55 poin persen).
Pada periode September 2013 – Maret 2014, garis kemiskinan meningkat sebesar 3,30 persen atau Rp 9.038 per kapita per bulan, yaitu dari Rp. 273.758 per kapita per bulan pada September 2013 menjadi Rp 282.796 per kapita per bulan pada Maret 2014.
Pada Maret 2014, kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,59 persen. Kenaikan garis kemiskinan di pedesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Garis kemiskinan meningkat sebesar 3,39 persen untuk perdesaan dan 3,20 persen untuk wilayah perkotaan.
Tingginya kenaikan garis kemiskinan tersebut, meliputi garis kemiskinan makanan (3,26 persen untuk pedesaan dan 3,11 persen untuk perkotaan) dan garis kemiskinan bukan makanan (3,79 persen untuk pedesaan dan 3,45 persen untuk perkotaan)
Berdasarkan komoditas makanan, ada 5 komoditas yang secara persentase memberikan kontribusi yang cukup besar pada garis kemiskinan makanan yaitu beras, rokok filter, gula pasir, tempe dan tahu. “Komposisi tersebut terjadi pada semua wilayah baik di pedesaan maupun perkotaan,” katanya.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) selama satu semester ini menunjukkan penurunan sebesar 0,218 poin, yaitu dari 2,071 pada September 2013 menjadi 1,853 pada Maret 2014. Penurunan nilai P1 tersebut terjadi di perkotaan (0,263 poin) dan perdesaan (0,177 poin).
Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga mengalami penurunan 0,063 poin atau menjadi 0,440 pada Maret 2014. Penurunan kedua nilai yaitu P1 dan P2 memberikan indikasi rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin juga semakin menyempit.
Dalam kesempatan ini, Sairi juga menjelaskan, dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Adanya pendekatan ini, maka kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.  Selain itu dengan pendekatan tersebut juga dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
Sedangkan metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM).
Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak).
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 36 jenis komoditi Indeks Kedalaman Kemiskinan/Poverty Gap Indeks (P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
Indeks Keparahan Kemiskinan/Poverty Severity Indeks (P2), merupakan ukuran tingkat ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks  akam semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2014 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Maret 2014.  [rac]

Tags: