Kemiskinan di Jatim Alami Turun 0,48 poin persen

Foto: ilustrasi kemiskinan

Pemprov, Bhirawa
Secara umum, pada periode September 2018 – Maret 2019 tingkat kemiskinan di Jatim mengalami penurunan, kecuali pada September 2013 dan Maret 2015. Peningkatan angka kemiskinan pada September 2013 dan Maret 2015, antara lain dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.
Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jatim, Teguh Pramono menyampaikan, selama periode September 2018 – Maret 2019, persentase penduduk miskin Jatim mengalami penurunan sebesar 0,48 poin persen, yaitu dari 10,85 persen pada September 2018 menjadi 10,37 persen pada Maret 2019.
“Penurunan selama satu semester tersebut ditunjukkan dengan turunnya jumlah penduduk miskin sebesar 179,9 ribu jiwa yang semula berjumlah 4.292,15 ribu jiwa pada September 2018 menjadi 4.112,25 ribu jiwa pada Maret 2019. Dari Maret 2018 ke Maret 2019, sudah turun sekitar 219.000 jiwa. Penurunan kemiskinan di Jatim sudah cukup banyak,” katanya, kemarin.
Ditinjau secara daerah kota dan desa, selama periode September 2018 – Maret 2019 penurunan persentase penduduk miskin terjadi di perkotaan (turun 0,13 poin persen) dan di perdesaan (turun 0,78 poin persen).
Dikatakannya, beberapa faktor yang terkait dengan penurunan persentase penduduk miskin selama periode September 2018 – Maret 2019 antara lain, selama periode September 2018 – Maret 2019 terjadi inflasi umum sebesar 1,39 persen.
Kemudian selama periode September 2018 – Maret 2019 beberapa komoditi makanan mengalami perubahan indeks harga konsumen (IHK), yaitu komoditi cabai merah mengalami penurunan 4,59 persen, penurunan indeks juga terjadi pada komoditi.
Selanjutnya daging sapi (-0,31 persen), tempe (-1,69 persen), dan minyak goreng (-0,80 persen), dan Indeks upah buruh tanaman pangan mengalami kenaikan sebesar 3,54 persen, yaitu dari 148,76 pada September 2018 menjadi 154,02 pada Maret 2019.
Sementara, ia juga menjelaskan, berdasarkan hasil Susenas, pada periode Maret 2019, garis kemiskinan meningkat sebesar 3,36 persen atau naik Rp. 12.937,- per kapita perbulan, yaitu dari Rp. 384.750,- per kapita perbulan pada September 2018 menjadi Rp. 397.687,- per kapita perbulan pada Maret 2019.
Dikatakannya, peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibanding peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2019, kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 75,02 persen. Kenaikan garis kemiskinan di perkotaan lebih tinggi dibanding di perdesaan.
“Garis kemiskinan untuk perkotaan meningkat sebesar 3,10 persen dan wilayah perdesaan sebesar 3,67 persen. Tingginya kenaikan garis kemiskinan meliputi garis kemiskinan
makanan (3,28 persen perkotaan dan 4,13 persen perdesaan) dan garis kemiskinan bukan makanan (2,61 persen untuk perkotaan dan 2,23 persen untuk perdesaan),” paparnya. Pada Maret 2019, jenis komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama. Komoditi beras yang memberi sumbangan terbesar baik di perkotaan (23,38 persen) maupun di perdesaan (25,60 persen).
Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (11,82 persen di perkotaan dan 10,74 persen di perdesaan). Komoditi lainnya yang mempengaruhi Garis Kemiskinan adalah telur ayam ras, gula pasir, daging ayam ras, tempe, dan tahu.
“Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan besar adalah bensin, perumahan, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi,” katanya. [rac]

Tags: