Kemtan Lanjutkan Program Kakao Berkelanjutan

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Program penanaman kembali kakao sudah dilakukan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan istilah gernas (gerakan nasional) kakao. Kini, di era Presiden Jokowi awal 2015 lalu diluncurkan kembali program serupa dengan nama program kakao berkelanjutan. Kini program yang sempat terhenti sekitar enam bulan ini mulai dilanjutkan kembali.
“Penanaman kakao di sejumlah sentra kakao akan dimulai bulan November ini hingga akhir tahun. Program ini dilanjutkan setelah daerah yang akan menjadi tujuan penanaman kakao mulai memasuki musim hujan,” kata Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan), Gamal Nasir, Rabu (11/11).
Ia memastikan alokasi anggaran untuk kakao berkelanjutan sebesar Rp 1,1 triliun yang termuat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Namun, sejauh ini realisasinya baru 20%. “Penyerapan anggaran ini baru untuk kontrak awal menanam bulan ini, sehingga penyerapannya belum maksimal,” ujarnya.
Targetnya, kata dia, pada musim tanam ini anggaran tersebut dapat terserap hingga 90%. “Target serapan itu dapat tercapai jika melihat gairah petani kakao untuk menanam. Pesatnya perkembangan industri pengolahan kakao dalam negeri serta mekarnya pasar ekspor biji kakao membuat komoditas ini begitu menarik,” tuturnya.
Gamal menargetkan, dengan adanya program kakao berkelanjutan ini, produktivitas biji kakao petani bisa dikerek menjadi 1,5 ton per hektare (ha) dari saat ini hanya 500 kilogram (kg) per ha. Untuk tahun 2016 mendatang, Kemtan telah mengusulkan anggaran sebesar Rp 600 miliar untuk program kakao berkelanjutan ini. Meski lebih rendah, tapi ia optimistis tahun depan program ini bisa diperluas ke banyak daerah.
Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo), Zulhefi Sikumbang tidak terlalu optimistis program kakao berkelanjutan yang akan mulai masuk musim tanam bakal efektif untuk mendongkrak produksi kakao nasional. “Kalau program ini hanya bagi-bagi bibit dan pupuk seperti tahun 2009 dan 2012, jelas tidak akan berhasil,” katanya.
Menurutnya, daripada bibit dan pupuk, petani kakao lebih membutuhkan tenaga ahli untuk penyuluhan. Selain itu, lanjutnya, petani juga membutuhkan pemetaan lahan yang perlu peremajaan atau rehabilitasi dari total lahan kakao saat iniĀ  seluas 1,4 juta ha. [Rac,kmf]

Tags: