Kemungkinan Lebaran Tak Bisa Serap Anggaran (Bagian II-Bersambung)

Paripurna-kosong

Sidoarjo, Bhirawa.
AWAL tahun 2017 mulai Bulan Februari – Juli lazimnya para rekanan/kontraktor Sidoarjo disibukkan dengan kegiatan proyek. SKPD Sidoarjo bisa bergerak cepat untuk menyelesaikan pembangunan di berbagai bidang sesuai jadwal.
Kesibukkan kerja yang dielu-elukan rekanan tahun ini menjadi sirna. Sampai akhir Maret ini belum ada tanda-tanda kapan proyek mulai ditenderkan. LPSE Sidoarjo yang menjadi rujukan rekanan untuk melihat jadwal tender berbagai proyek tampak tidak bergeming. Hanya lima paket pekerjaan yang ditenderkan, namun itu hanya tender konsultan pembangunan perluasan RSUD Sidoarjo.
Bulan Maret sudah dipenghujung perjalanan sebentar lagi memasuki April dan berikutnya sudah puasa dan Lebaran. Alamat kalau pekerjaan di mulai April, besar kemungkinan menjelang Lebaran tidak bisa menyerap anggaran. ”Kalau begini caranya, Lebaran nanti tidak goreng kopi tapi goreng ‘kerikil’ he he he,” ujarnya tertawa untuk menghibur diri sendiri.
Biasanya di Bulan Februari hingga April ini banyak kontraktor yang bernyanyi karena kenikmatan proyek sudah didepan mata. Lebaran pasti disongsong dengan cerah ceria. Sebenarnya anggaran APBD 2017 Sidoarjo masih utuh dan hanya digunakan menggarap pekerjaan swakelola saja, yang hanya menyerap sangat sedikit dari total anggaran.
Wakil Ketua DPRD, Emir Firdaus menegaskan, sebenarnya masalah APBD tak ada kaitannya dengan AKD. Tetapi kenapa SKPD tidak segera membelanjakan anggaran itu. Begitu pula Ketua DPD Golkar Sidoarjo, Warih Andono, mendesak SKPD segera melaksanakan kegiataanya. AKD ini persoalan legislatif, tidak ada urusannya dengan eksekutif. Warih yang berada di barisan PKB, menyatakan, hendaknya publik jangan dikorbankan. Sekarang ini gaji tenaga kontrak dan honorer daerah (Honda) macet belum dibayar tiga bulan.
PDIP dan PKB Sidoarjo memang memiliki riwayat persaingan politik sejak runtuhnya Orba 20 tahun lalu. Sejak tahun 2.000 hingga 2015 atau selama tiga periode pemerintahan selalu dibawah kendali PKB. PKB selalu menang atas jago PDIP dan PAN di Pilkada. PKB malah menjadi trio mahkota karena menyapu jabatan bupati, Wabup dan Ketua DPRD sekaligus.
Dan ketiganya adalah kader tulen PKB. Namun dalam realitas politik, sekuat-kuatnya PKB harus berpikir seribu kali ketika kutub PDIP gerah. Buktinya ketika konflik ini akan dibawa kubu PDIP ke PTUN, ternyata APBD juga lumpuh.
Mau sampai kapan begini, setiap pertarungan atau pertandingan pasti ada akhirnya entah endingnya manis atau pahit menjadi macet. Kuncinya stablitas politik harus terjaga, hanya masalahnya siapa yang mampu menjaga stablitas politik di Sidoarjo. Andaikan DPRD guyub dan stabilitas mantap, dipastikan persoalan tambahan anggaran Rp84 miliar di luar APBD yang sudah disahkan, bukan menjadi masalah.
Dengan masing-masing membawa kebenaran, niscaya konflik itu sulit didamaikan. Kecuali ada tangan dingin pejabat yang ditokohkan kearifannya oleh kedua kubu untuk turun mendamaikan. Mencari solusi tanpa mengorbankan atau merugikan pihak lain. Seluruh fraksi merasa dirangkul dengan pendekatan kebersamaan untuk membangun Sidoarjo yang lebih baik.
Bila tidak segera diselesaikan maka efeknya bisa ke mana-mana, setidaknya APBD
Menjadi macet. Tidak ada SKPD berani menyerap anggaran. Dan itu artinya menunda perbaikan jalan, menunda perbaikan gorong-gorong, rehab pasar-pasar dan banyak yang harus dikorbankan. Sangat miris bila ini benar-benar terjadi. Eksekutif dan legislative yang seharusnya bersatu padu melayani masyarakat, kini sudah tidak akur.   Kubu PDIP, PAN, PKS ditambah dua anggota Gerindra memikiki total 20 suara dan ini sangat potensial untuk mengganggu atau mendukung Pemkab Sidoarjo.
Setiap kali paripurna dengan agenda memutuskan atau menetapkan dan pengangkatan selalu membutuhkan 2/3 jumlah suara (34 orang). Mampukah keputusan diparipurnakan, bila 20 dari 49 anggota dewan memiih tidak hadir seperti pada tiga paripurna sebelumnya. Walahuallam. [hds]

Tags: