Kenaikan Harga Sembako di Tahun Baru

Oleh :
Agus Samiadji
Wartawan Senior di Surabaya

Menurut pantauan penulis harga sembako menjelang Natal dan Tahun Baru 2018 ternyata terdapat kenaikan, tetapi masih wajar tidak terlalu besar kenaikan. Yang paling heboh adalah beras mutu premium atau beras enak, harganya per kg mencapai Rp 12.000,- sampai Rp 13.000,- per kg.
Sementara beras medium atau dikenal beras Bulog pun juga mengalami kenaikan di pasaran tradisional mencapai Rp 10.000,- per kg di pasaran tradisional Wonokromo, Kapasan, Genteng dan Keputran. Anehnya lagi para toko pengecer di kampung-kampung sebelum hari Natal sampai selesai Natal dan menjelang tahun baru beras agak kosong.
Mengapa beras agak kosong ? pengecer menyatakan para grosir beras atau sembako banyak yang tutup, mengingat terjadi kenaikan beras setiap harinya. Menurut keterangan Moh. Iskak dari Lamongan dan Ibu Sriyekti Handayani dari Gresik yang baru saja datang ke Surabaya menyatakan bahwa harga sembako khususnya beras, gula, pasir, minyak goreng dan telor sama saja harganya dengan di Surabaya.
Harga sembilan pokok atau sembako di Surabaya dan sekitarnya terus merangkak naik, yang katanya pemerintah melakukan operasi pasar namun nyatanya harga sembako masih tetap belum bisa terkendali. Namun harus diakui, kenaikan sembako beberapa tahun ini wajar-wajar saja, tidak naik drastis dan mengambil keuntungan besar.
Menurut penulis agar pemerintah memastikan stok beras cukup dan aman persediaan stok beras cukup dan terjangkau. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sering menyatakan bahwa stok beras cukup dan aman, cukup untuk persediaan sampai dengan enam bulan. Mereka menyatakan hal tersebut, beberapa bulan lalu ketika melakukan sidak di pasar induk beras Cipinang Jakarta, mereka optimis berdasarkan pada strategi Kementerian Pertanian untuk menambah luas tanaman padi dari 500 ha menjadi 900.000 sampai 1 juta ha.
Dengan strategi Kementerian Pertanian tersebut, maka dapat dihasilkan panen 3 juta ton beras per bulan, sehingga akan menambah kebutuhan konsumsi beras masyarakat Indonesia sebulan hanya 2,6 juta ton, perbulannya bisa dipenuhi.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito menyatakan pula pemerintah sudah menetapkan kebijaksanaan pengendalian stok dan pengendalian harga di daerah-daerah. Menurut Kementerian Pertanian stok cukup dan harga sudah ditentukan tidak boleh melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET).
Walaupun pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan stok cukup, namun kenyataannya pemasukan beras oleh Bulog (Badan Urusan Logistik) yang bertugas menyerap hasil produksi gabah petani, ternyata tidak berhasil. Pengadaan pangan yang dilakukan oleh Bulog tampaknya agak kurang lancar dan seret.
Target Tidak Tercapai
Sekalipun Kementerian Pertanian maupun Menteri Perdagangan sudah berusaha untuk memenuhi stok pangan khususnya beras, namun ternyata meleset tidak tercapai. Sebagaimana diketahui bahwa target pengadaan pangan beras yang ditampung oleh Bulog 3,74 juta ton ternyata sampai Nopember 2017 lalu hanya tercapai 2,12 juta ton atau sekitar 60 persen. Karena seretnya pemasukan beras, maka Harga Pembelian Gabah (HPP) beras dan gabah dinaikkan 10% dari Harga Patokan Pembelian. Tujuannya menaikkan harga Patokan Pembelian Gabah atau beras, diharapkan pemasukan beras ke Bulog akan lebih lancar dan bisa memenuhi target untuk stok nasional.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sejak Januari sampai bulan Oktober 2017 pemasukan pembelian Bulog memang kecil. Namun, para tengkulak, maupun pabrik beras telah menguasai gabah petani, sehingga kenaikan harga patokan pemerintah gabah dan beras yang untung adalah pengusaha pabrik beras. Menurut Peneliti Pusat Pertanian Erwidodo juga berpendapat tingginya harga beras mengindikasikan bahwa produksi beras habis terserap pasar.
Menurut hemat penulis agar Bulog sebagai stok pangan beras nasional dan sebagai penstabil harga harus berhasil, yang artinya persediaan beras cukup dan harga terjangkau sampai dengan akhir tahun 2018. Pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo perlu membentuk suatu tim khusus yang independen dan bebas dari kepentingan sektoral. Bertujuan untuk memastikan data produksi dan stok beras nasional untuk menjadi pijakan untuk mengambil keputusan. Sebagaimana diketahui bahwa data produksi pangan adalah sangat penting dan menjadi soal krusial. Situasi harga beras dan harga jagung dinilai tidak sinkron dengan data produksi yang diklaim Kementerian Pertanian yang dikatakan surplus pada beberapa tahun terakhir ini.
Pada awal tahun 2016 lalu dibentuk Tim Pangan Nasional, terdiri dari Kementerian Pertanian, Kemendag, Perindustrian, Menkeu, Perpadi, Persatuan Pedagang Beras, Persatuan Pasar Induk dan Bulog. Namun kenyataannya belum berhasil memprediksi produksi kebutuhan pangan yang riil, tidak berhasilnya menyangga stok nasional dan menjaga stabilnya harga. Dengan kenaikan harga beras di pasaran tradisional maupun pedagang pengecer pada pertengahan tahun 2016 karena permainan pedagang beras dan pabrik penggilingan beras dengan mengoplos beras oplosan, sehingga meresahkan masyarakat. Akhirnya Tim Pangan / Pemerintah melakukan penyegelan terhadap penggilingan beras yang mengoplos beras medium menjadi premium yang harganya meningkat, akhirnya dilakukan penyegelan sehingga harga beras menjadi stabil.
Mengapa Takut
Para pengusaha beras, pabrik penggilingan beras tidak berani menimbun beras, takut dilakukan penggerebekan dan penyegelan di gudangnya. Menurut hemat penulis, kalau tidak melakukan penimbunan dan kerja wajar tanpa oplosan beras, mengapa harus takut ? Memang yang namanya usaha apapun memang mencari untung. Sudah bertahun-tahun para pengusaha sembako khususnya beras, minyak goreng, bawang merah, cabe mencari keuntungan pada saat menjelang Natal, Tahun Baru dan hari raya Idul Fitri. Namun mengambil keuntungan yang wajar-wajar saja dan jangan mencari untung sebesar-besarnya dan sengaja menimbun.
Pantauan penulis, harga sembako, khususnya beras menjelang Natal dan tahun baru 2018 memang terjadi kenaikan, tetapi masih terjangkau. Harga beras premium Rp 12.000,- sampai Rp 13.000,- masih dibawah Harga Eceran Tertinggi. Masyarakat sekarang lebih senang membeli beras enak atau premium, ketimbang beras medium. Alasannya kalau beras enak / premium dimakan dengan lauk pauk ikan tahu tempe saja sudah enak. Namun beras medium dan beras operasi pasar juga banyak yang membeli, tetapi mereka oplos sendiri di rumah masing-masing.
Menanggapi keluhan dari PT. Pengayom Tani Sejagat di Kebonagung Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah yang kini takut terkena segel. Perusahaan tersebut mempunyai unit penggilingan, pemilah dan mengolah beras Badan Usaha Milik Petani (BUMP). Kalau memang benar unit penggilingan, pemilah dan pengolah beras anggotanya milik petani (BUMP) tersebut tidak perlu takut.
Namun, yang lebih baik lagi adalah para petani tersebut membentuk koperasi yang anggotanya para petani di kecamatan Sidoharjo atau membentuk perusahaan terbatas atau pengusaha UMKM khusus pangan akan lebih baik. Menurut hemat penulis, pemerintah dalam hal ini Dinas Koperasi Kabupaten Wonogiri akan membantunya. Apalagi BUMP miliki petani tersebut bisa menghasilkan beras premium sangat bagus sekali dan bisa menjadi contoh bagi petani lain di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Sekalipun Tim Satgas Komisi Persaingan Usaha, Satgas Bulog, Kementerian Pertanian, Kemendag, Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia melakukan kesepakatan menghentikan penyegelan dan penggerebekan Juli 2017 lalu, tetapi para pengusaha beras masih trauma. Karena sudah konsensus tidak ada penyegelan, maka pengusaha beras dan pabrik penggilingan padi jangan takut. Namun, para distributor agar menjual beras sesuai dengan HET dan jangan ambil untung yang berlebihan.

———– *** ————

Rate this article!
Tags: