Kenaikan SPP SMA/SMK Belum Final

Suli Daim

DPRD Dorong Ada Tambahan Subsidi untuk Sekolah
Dindik Jatim, Bhirawa
Kenaikan nominal SPP jenjang SMA/SMK negeri oleh Pemprov Jatim belum benar-benar final. Hal tersebut masih dalam tahap usulan kepala sekolah yang mengajukan penyesuaian SPP dengan kebutuhan operasional sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Saiful Rachman menegaskan belum ada rencana menaikkan SPP SMA/SMK. Usulan kenaikan SPP justru datang dari kepala sekolah. Dengan demikian, hingga saat ini nominal SPP tetap mengacu pada SE Gubernur Nomor 120/71/101/2017 tentang Sumbangan Pendanaan Pendidikan SMA/SMK.
“Waktu rapat koordinasi (rakor) kepala SMA/SMK lalu memang ada pembahasan untuk kenaikan SPP. Tapi itu pengajuan dari mereka,” katanya saat dikonfirmasi, Kamis (21/6).
Saiful mengaku, pengajuan dari kepala sekolah tersebut belum disetujui oleh Gubernur Jatim. “Memang inisiatif kepala sekolah dan belum ada persetujuan dari saya atau Pak Gubernur,” terangnya. Jadi, lanjut Saiful, tidak benar kalau ada yang menyebut akan ada kenaikan SPP SMA/SMK.
Sementara itu, Anggota Komisis E DPRD Jatim Suli Daim berharap Pemprov Jatim cermat melihat kebutuhan sekolah secara realistis. Jika memang APBD Jatim mampu menutupi kebutuhan operasional sekolah di luar yang sudah ditanggung Bantuan Operasional Sekolah (BOS), maka tidak ada kenaikan SPP tidak masalah.
“Tapi kan keterbatasan APBD kita ini tidak memungkinkan untuk membantu seluruh operasional SMA/SMK negeri di Jatim. Sehingga kalau ini (SPP) dipaksakan juga kasihan sekolah,” tutur Suli.
Suli mengakui, saat ini sekolah negeri menanggung beban akibat moratorium PNS. Sehingga sekolah-sekolah negeri banyak menyerap Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT). Sementara subsidi yang diberikan APBD Jatim untuk gaji GTT – PTT masih sangat terbatas jumlahnya. “Jadi masih menjadi berat bagi sekolah-sekolah ini dengan bergantung dengan SPP yang saat ini habis untuk biaya operasional penyelenggaraan pendidikan di masing-masing sekolah,” tandasnya.
Kalau memang Pemprov Jatim tidak melakukan penyesuaian nominal SPP, konsekuensinya adalah pemerintah memberikan tambahan subsidi kepada sekolah.
“Subsidinya bisa diberikan untuk membantu biaya listrik atau internet atau mungkin perbaikan-perbaikan kecil di sekolah. Selama ini kan masih mengandalkan SPP itu,” tutur dia.
Suli mengakui, sampai saat ini pihak legislatif memang belum membicarakan adanya perubahan anggaran di Pemprov Jatim terkait pendidikan. Namun, ketika tidak ada penyesuaian SPP, konsekuensinya perlu adanya tambahan subsidi. “Apakah subsidi itu diambilkan melalui APBD perubahan 2018 atau APBD 2019 mendatang,” pungkas Suli.

SE Gubernur Dimanfaatkan Pungut SPP
Anggota Dewan Pendidikan Jatim, Isa Ansori menyatakan Surat Edaran (SE) Gubernur Jatim tentang Besaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) SMA/SMK, telah dimanfaatkan oleh sekolah untuk memungut besaran SPP.
“Saya sudah sampaikan ke Pakde Karwo (Gubernur Jatim Soekarwo) bahwa surat edaran telah dimanfaatkan oleh sekolah untuk memungut besaran SPP,” katanya kepada Antara di Surabaya, Kamis (21/6) kemarin.
Menurut dia, maksud gubernur kalau biaya operasional siswa (BOS) dinilai sudah cukup, maka sesuai surat edaran sekolah dilarang memungut biaya apapun.
“Tapi karena tidak adanya standar pembiayaan minimal bermutu yang dibuat Pemprov Jatim, akhirnya sekolah memanfaatkan surat edaran itu untuk melegalkan penarikan SPP,” ujarnya.
Isa mencontohkan, ada sekolah di dalam standar pembiayaan bermutunya membutuhkan dana Rp200 ribu, padahal BOS cuma Rp150.000, maka kekuranganya senilai Rp50.000 menjadi tanggung jawab wali murid.
“Tapi yang sekarang pembiayaannya menjadi BOS ditambah tarikan yang disesuaikan dengan SE Gubernur, padahal maksud Pak Gubernur tidak begitu,” katanya.
Isa mengatakan, besaran besaran kenaikan SPP di tiap-tiap kabupaten/kota bervariasi. Meski demikian, ada beberapa pemerintah daerah yang ikut membantu warganya dalam mengatasi naiknya SPP, seperti di Pemkot Batu dan Blitar.
Untuk itu, lanjut dia, yang harus dilakukan oleh Pemprov Jatim mengeluarkan standar biaya pendidikan minimal bermutu dan mewajibkan sekolah membuat rancangan angaran biaya (RAB) pendidikan bermutunya dan diketahui oleh Dinas Pendidikan Jatim atau yang mewakilinya.
“Tentunya degan mengacu RAPBS (rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah) masing-masing sekolah, karena mereka yang paling tahu kebutuhannya,” katanya.
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini mengatakan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemkot Surabaya seperti dinas pendidikan, dinas pengendalian penduduk, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, dinas sosial, hingga bagian kesejahteraan rakyat mendapatkan keluhan dari masyarakat terkait wacana menaikkan SPP.
Risma menjelaskan, banyaknya siswa SMA/SMK yang harus menghabiskan waktu berjualan nasi goreng, hingga ojek daring di sela-sela aktivitas belajar-mengajar. Para siswa tersebut lantas di data hingga ke rumah masing-masing. Hasilnya, para siswa itu berpotensi putus sekolah.
Menurut Risma, hal tersebut bertentangan dengan semangat kemerdekaan, dimana seharusnya seluruh lapisan masyarakat berhak mengenyam pendidikan minimal wajib belajar dua belas tahun.
“Masa hanya yang mampu saja yang bisa bersekolah. Kalau begini kan sama saja saat era penjajahan dulu,” katanya. [tam.ant]

Rate this article!
Tags: