Kenaikan Upah Sebabkan Industri Mainan Terjepit

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Mengambil tindakan sedini mungkin sangat diperlukan bagi pelaku industri, ini terkait dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang diberlakukan mulai awal tahun 2015. Menyiapkan produk bisa dengan memberikan kualitas yang harus terbaik yakni dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Pengusaha yang bergerak dibidang mainan di Jatim, sedang mengalami keresahan berkenaan dengan kenaikan upah yang melampaui 5%. Hal ini diungkapkan Winata Riangsaputra, Ketua Bidang Mainan Kayu APMI Jatim.
‘’Dengan kenaikan upah yang melampaui 5% sangat berdampak pada industri mainan asli Jatim,” ujarnya ketika membuka percakapan dengan awak media di Surabaya, Selasa (7/10) kemarin.
Winata juga menjelaskan, upah pekerja yang mengalami kenaikan tentu akan membuat produk yang dijual juga berdampak pada pasar. Masyarakat akan memilih produk mainan dengan harga yang terjangkau. Selain itu, serbuan mainan dari negara tetangga juga akan kian gencar, karena setiap produk dari Asean yang masuk ke Indonesia tak terkena pajak masuk barang.
‘’Mainan dari negara Kamboja, Thailand, Malaysia, dan Vietnam bisa saja mendominasi pasar Indonesia. Karena upah pekerja dari negara-negara itu sangat kompetitif dan kualitas pekerjanya pun juga cukup baik. Sehingga pekerja di negara Asean juga sangat mendukung dalam perkembangan industri mainan,’’ tegasnya.
Jika produk Asean sudah masuk kepada pasar Indonesia, pengusaha mainan Indonesia akan semakin terjepit. Untuk dilakukan ekspor sudah susah untuk bersaing, sedangkan dari dalam negeri sendiri masyarakat mulai beralih kepada produk dari negara lain yang notabene jauh lebih murah. ‘’Pengusaha mainan Indonesia semakin susah bergerak. Di ekspor susah, mau dijual di dalam negeri pun juga susah,’’  katanya singkat.
Ia membenarkan, perkembangan industri mainan di Jatim sudah tak sebaik tahun lalu. Karena adanya kenaikan upah pekerja yang cukup tinggi. ‘’Produktivitas kami kalah dengan negara tetangga, sehingga untuk menciptakan daya saing dengan Negara Asean lainnya sudah cukup berat,’’ terangnya.
Pemerintah harusnya dapat mengendalikan peredaran mainan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Bukan hanya pada pusat perbelanjaan besar saja, pemerintah juga bisa melakukan pada pasar tradisional. Karena pengusaha mainan berusaha untuk mendapatkan label SNI juga memerlukan kerja keras, karena SNI sendiri dimanfaatkan pengusaha untuk meyakinkan masyarakat bahwa mainan Indonesia bisa dipergunakan dengan aman. [wil]

Tags: