Kendalikan Stunting, Pemerintah Kabupaten Probolinggo Gelar Rembug Stunting

Pemkab Probolinggo gelar rembuk stunting.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Pemkab Probolinggo, Bhirawa
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menggelar rembug stunting di Pendopo Prasadja Ngesti Wibawa Kabupaten Probolinggo. Rembug stunting yang mengambil tema “Strategi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Probolinggo” ini dibuka secara resmi oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekretaris Daerah Kabupaten Probolinggo Tutug Edi Utomo didampingi Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo Andi Suryanto Wibowo dan narasumber Tenaga Ahli Local Goverment Capacity Building Akseleration For Stunting Reduction Region 3 Yudi Anggoro.

Kegiatan ini diikuti oleh para staf ahli dan Kepala OPD (Organisasi Perangkat Daerah), Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Probolinggo, perwakilan Camat dan Kepala Desa (Kades), Tim Penggerak PKK Kabupaten Probolinggo, MUI, FKPS, Forum CSR dan organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Probolinggo. Rembug stunting ini juga disaksikan secara video conference oleh 24 kecamatan, 44 kepala desa sebagai lokus stunting, 44 orang kader/perangkat desa serta 33 orang puskesmas di Kabupaten Probolinggo.

Kepala Bappeda Kabupaten Probolinggo Santiyono, Minggu (28/6) mengungkapkan wujud aksi ke 3 dalam tahapan integras pelaksanaan intervensi penurunan stunting terintegrasi dan sosialisasi rencana pelaksanaan intervensi penurunan stunting terintegrasi untuk dituangkan ke dalam dokumen perencanaan tahun 2021/RKPD 2021 ke dalam 44 lokus tahun 2021 yang terdiri dari 17 kecamatan dan 44 desa.

“Selain itu, mendeklarasikan komitmen pemerintah daerah dan menyepakati rencana kegiatan intervensi penurunan stunting terintegrasi serta membangun komitmen publik dalam kegiatan penurunan stunting secara terintegrasi,” ungkapnya.

Santiyono menerangkan kondisi prevalensi stunting berdasarkan hasil Riskesdas tahun tahun 2018 sebesar 39,9 persen dan berdasarkan bulan timbang per bulan Agustus 2019 sebesar 16,37 persen atau sejumlah 13.206 balita stunting.

“Disamping itu terdapat masalah lain yang sedang kita alami saat ini dan menjadi perhatian bersama. Kondisi pandemi Covid-19 tercatat per tanggal 21 Juni 2020 ODP 497, PDP 70 dan positif 126,” jelasnya.

Menurut Santiyono, kondisi virus/penyakit lainnya yang tercatat pada tahun 2019 diantaranya kasus tuberculosis di Kabupaten Probolinggo masih cukup tinggi. Case Notification Rate (CNR) seluruh kasus TBC sejumlah 154 per 100.000 penduduk atau sejumlah 1.797 orang dan kematian selama pengobatan tuberculosis sejumlah 5.3 persen atau sejumlah 91 orang. Serta kasus HIV sejumlah 203 orang dan kasus AIDS 598 orang.

“Angka kematian ibu (dilaporkan) 92.9 per 1.000 kelahiran hidup atau sejumlah 17 orang, angka kematian neonatal (dilaporkan) 6.8 per 1.000 kelahiran hidup atau sejumlah 124 neonatal, angka kematian bayi (dilaporkan) sebesar 9.8 per 1.000 kelahiran hidup atau sejmulah 180 bayi serta angka kematian balita (dilaporkan) sebesar 11.97 per 1.000 kelahiran hidup atau sejmulah 219 anak,” terangnya.

Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan paparan peran penting lintas sektor dan pemerintah desa dalam upaya percepatan penurunan stunting oleh narasumber Tenaga Ahli Local Goverment Capacity Building Akseleration For Stunting Reduction Region 3 Yudi Anggoro.

Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekretaris Daerah Kabupaten Probolinggo Tutug Edi Utomo mengungkapkan disamping pandemi Covid-19 jelas Tutug, ada beberapa virus lain yang ada di sekitar.

“Bahkan sudah hidup berdampingan di tengah-tengah masyarakat luas termasuk di Kabupaten Probolinggo seperti stunting, tubercoluse (TBC), HIV AIDS, angka kematian anak dan angka kematian ibu,” tuturnya.
Menurut Tutug, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak. Pihak pertama yang paling bertanggung jawab atas kesehatan anak adalah calon ibu dan bapak, dimana proses mulai dilakukan sejak janin dalam kandungan. Sejak itulah seorang ibu harus benar-benar memperhatikan asupan gizi tinggi.

“Oleh karena itu pencegahan stunting menjadi permasalahan yang harus dihadapi dan ditanggulangi secara terpadu dan terintegrasi melalui kolaborasi semua pihak, pemerintah, pengusaha swasta, tokoh agama, tokoh masyarakat dan yang paling berperan adalah dimulai dari lingkungan keluarga dan masyarakat sebagai individu atau pribadi, khususnya dalam pengetahuan gizi perilaku hidup bersih dan sehat,” tandasnya.

Tutug menerangkan persoalan pencegahan stunting dan virus-virus lainnya masih banyak ditemukan di berbagai desa dan kecamatan di Kabupaten Probolinggo. “Oleh karena itu pihanya mengajak secara bersama-sama untuk meningkatkan peran posyandu dan kader tingkat desa yang merupakan garda terdepan yang sangat tepat, strategis dan konkret di lapangan dalam hal deteksi dini pemantaun pertumbuhan dan perkembangannya,” tegasnya.

Mantan Kepala Bappeda ini menekankan kepada semua Kepala OPD, camat dan kepala desa dan pihak-pihak yang tergabung dalam tim pencegahan stunting dan dapatnya melakukan rencana aksi yang telah ditetapkan sesuai peran tugas dan fungsi masing-masing.

“Melakukan pemetaan dan pendataan secara cermat sebaran virus yang ada dimasyarakat antara lain perkembangan Covid-19, stunting, TBC, HIV AIDS, angka kematian anak dan angka kematian ibu. Sehingga memudahkan kita semua dalam upaya melakukan intervensi penurunan angka terhadap pandemi virus-virus yang ada di masyarakat,” tambahnya. [wap]

Tags: