Keniscayaan Akuntabilitas Dewan Era 4.0

Oleh :
Nurudin
Penulis adalah dosen Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Era 4.0 itu keniscayaan sejarah. Ia tidak bisa ditolak kehadirannya. Era 4.0 sejalan dengan tingkat perkembangan teknologi dan peradaban manusia. Ia bisa bergerak maju dengan pesat yang kadang di luar kesadaran manusia itu sendiri. Kita baru merasakan perubahan era setelah manusia mengalami dampaknya. Yang bisa kita lakukan adalah mengantisipasi perkembangannya, bukan menghilangkannya.
Konsekuensinya, membutuhkan peran aktif manusia untuk ikut bergerak dalam era itu. Tentu saja, sebagai sebuah perkembangan yang pesat tak semua orang sadar dan mampu ikut mengendalikann. Bisa jadi, ada individu yang justru belum paham apa itu era 4.0. Maka pemahaman dan bagaimana caranya mengantisipasi layak untuk diketahui.
Apa itu Revolusi Industri 4.0 (RI 4.0)? Mengapa tiba-tiba muncul di luar kesadaran kita? Tentu ada revolusi industri 1,2, dan 3. Secara sederhana ada perbedaan mencolok keempatnya. RI 1 dicirikan saat ditemukannya mesin uap yang menggantikan tenaga manusia, angin dan air. Kemudian RI 2 ditandai dengan adanya perkembangan industri. RI ini ditandai dengan “ban berjalan” (conveyor belt) Manusia diorganisir menjadi spesialis. Lalu ada RI 3 dengan munculnya mesin bergerak, robot dengan mengandalkan otomatisasi (komputer dan robot).
Lalu apa RI 4.0? Secara ringkas era ini ditandai adanya kolaborasi teknologi cyber dan otomatisasi. Ada pusat pengendali otomatis yang dilakukan teknologi tanpa memerlukan tenaga kerja manusia dalam mengaplikasikannya. Efisiensi tentu menjadi tujuan penting dalam era ini. Era ini dicirikan juga dengan penggunaan internet berbasis big data.
Soal Akuntabilitas Dewan
Tentu saja individu, lembaga, institusi, organsisasi tidak bisa lepas dari pengaruh RI 4.0. Dengan kata lain RI 4.0 adalah keniscayaan sejarah yang tak akan mudah untuk dilawan begitu saja. Salah satu yang layak untuk bisa menjawab tantangan ini adalah anggota dewan (baik pusat maupun daerah). Mengapa harus anggota dewan? Karena selama ini anggota dewan masih dianggap minor oleh sekelompok masyarakat. Sudah lama persepsi yang muncul pada anggota dewan itu negatif. Ini masalah yang harus dipecahkan.
Tentu saja, menyoroti anggota dewan itu juga sangat beragam dengan segudang pekerjaan yang kompleks. Sebagai wakil rakyat atribut anggota dewan berat. Penulis hanya akan menyoroti satu kasus dari sekian tuntutan yakni soal akuntabilitas. Tentu saja akuntabilitas yang berkaitan dengan RI 4.0.
Akuntabilitas secara sederhana bisa diartikan sebagai kewajiban melaporkan dan bertanggung jawab atas keberhasilan atau pun kegagalan misi organisasi. Pelaporan itu dalam rangka mencapai hasil yang sudah ditetapkan sebelumnya melalui media pertanggungjawaban yang dikerjakan secara berkala. Jadi, akuntabilitas ini sifatnya wajib sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Kaitannya dengan akuntabilitas bisa dilakukan melalui diu cara; (1) akuntabilitas veritikal dan (2) akuntabilitas horizontal. Akuntalibitas vertikal tak lain akuntabilitas yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pada atasannya. Sementara itu akuntabilitas horizontal merupakan akuntantabilitas yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pada lembaga yang setara.
Denggan demikian, sebagai wakil rakyat anggota dewan berkewajiban melaporkan pertanggungjawaban kepada atasannya (rakyat) dan kepada lembaga di mana dia beraktivitas serta lembaga negara lain. Dari sekian pertanggungjawaban yang menjadi sorotan adalah pertanggunjawaban pada rakyatnya.
Jika dirinci lebih lanjut akuntabilitas anggota dewan itu bisa menyangkut; pertama, akuntabulitas hukum dan kejujuran. Ini menyangkut akuntabilitas penegakan hukum dan kejujuran dengan tidak melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan wewenangnya.
Kedua, akuntabilitas manajerial. Akuntabilitas ini berkaitan dengan pola kerja dan pengelolaan kerja berkaitan dengan prosedur yang sudah ditetapkan secara efektif dan efisien. Ini menyangkut garis-garis besar alur kerja yang sudah ditetapkan.
Ketiga, akuntabilitas program. Ini menyangkut program yang sudah dijalankan. Tentu saja program yang sudah direncanakan itu dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan pada yang memberikan mandat. Evaluasi perlu dilakukan setiap waktu tertentu agar bisa punya tolok ukur capaian kerja.
Keempat, akuntabilitas finansial. Akuntabilitas ini berkaitan dengan penggunaan dana yang dilakukan anggota dewan. Darimana dana didapatkan, untuk tujuan apa, disumbangkan ke mana, bagaimana membelanjakan keuangan dan sebagainya. Dari sekian akuntabilitas hal ini menjadi masalah krusial. Terkaitnya beberapa anggota dewan pada kasus korupsi tak lain karena rendahnya akuntabiltas finansial tersebut.
Kelima, akuntablitas kebijakan. Akuntabilitas ini berkaitan dengan kebijakan yang sudah diambil dan dipertanggungjawabkan pada publik. Dasarnya, ada pada tujuan, alasan pengambilan kebijakan, manfaat, sampai dampaknya.
Apa yang Harus Dilakukan?
Lalu bagaimana kaitannya dengan akuntabilitas anggota dewan di era RI 4.0? Tentu saja ada banyak ciri yang melekat pada era ini. Satu hal yang paling mendasar adalah perantaraan internet yang memungkinkan keterbukaan informasi di banyak sisi. Era ini juga dilengkapi dengan ciri utama munculnya big data.
Setiap anggota dewan tak akan bisa lagi “bersembunyi” dengan menutupi setiap aktivitas yang akuntabilitasnya selalu disorot oleh publik. Saat ini setiap dewan akan disorot oleh konstituennya. Apa janji-janjinya dahulu, apa yang akan dilaksanakan, apa yang sudah dilaksanakan, bagaimana merespon problem di masyarakat. Hanya mereka yang bisa memanfaatkan akuntabilitas di era RI 4.0 lah yang akan bisa akuntabel.
Apakah setiap anggaran anggota dewan tak bisa dilihat dan diketahui? Zaman RI 4.0 apa yang tidak bisa diketahui? Karena masyarakat sudah menggunakan internet sebagai alat komunikasi. Di era big data dengan lalu lintas pesan internet yang semakin padat memungkinkan setiap orang mendapatkan informasi anggota dewan.
Bahkan anggota dewan pada suatu hari ada dimana bisa diketahui keberadaannya. Bukankah era big data membuat setiap manusia mempunyai data apa saja, dimana saja, dan kapan saja?
Lalu apa yang harus dilakukan? Tak ada pilihan anggota dewan untuk terbuka dalam setiap hal. Bagaimana ini dilakukan? Anggota dewan tentu tak bisa kerja sendirian. Ia bisa memanfaatkan staf ahli untuk mengurusinya. Yang dilakukan anggota dewan itu bekerja sesuai dengan tujuan pokoknya sebagai wakil rakyat. Soal pelaporan bisa dilakukan orang lain.
Yang jelas masyarakat membutuhkan laporan soal akuntabilitas anggota dewan. Kita sudah memasuki era RI 4.0 dimana tidak dimungkinkan menyembunyikan diri dari pergaulan luas, termasuk soal akuntabilitas.
———- *** ————

Tags: