Keniscayaan Percepatan Digitalisasi Pendidikan

Oleh :
Muhammad Syaikhul Islam
Penulis adalah Pengurus PP Forum Guru Muhammadiyah (FGM) dan Guru SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya

Menyambut tahun pelajaran 2022/2023 pada medio Juli 2022 mendatang, beberapa program kembali digalakkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek), di antaranya Pembelajaran Berbasis TIK (PembaTIK) dan Kita Harus Belajar (Kihajar). Pembukaan program yang dihelat secara daring melalui platform YouTube Rumah Belajar oleh Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) pada Rabu (22/6/2022) tersebut menjadi langkah penting dalam mendukung percepatan digitalisasi pendidikan di tanah air.

Dari topik peluncuran program yang diangkat, Kemendikbudristek sepertinya ingin membangun kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan, sekaligus melakukan transformasi membangun pendidikan di Indonesia yang lebih maju dan unggul dengan mengarusutamakan digitalisasi pendidikan dalam bingkai Merdeka Belajar dengan speed yang lebih cepat.

Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menegaskan bahwa program PembaTIK yang sejatinya telah dimulai sejak 2017 lalu dapat berjalan dengan baik lantaran adanya dukungan para guru, orang tua, dan pelajar di seluruh Indonesia. Semua komponen, menurutnya, mampu bersinergi dengan baik dengan bergerak bersama mewujudkan Merdeka Belajar. Dia juga berharap dengan program yang ada seluruh guru akan terbantu dalam menyusun rancangan pembelajaran dan menerapkannya dalam proses belajar dan mengajar di kelas.

Lebih lanjut, Mendikbud juga berharap tak hanya kepada pelajar di seluruh Indonesia, namun juga yang berada di Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN) untuk mengikuti program Kihajar STEM (Science, Technology, Engineering, Math) yang telah diinisiasi Kemendikbudristek sejak 2016 silam. Nadiem berharap para siswa dapat mengeksplorasi banyak hal-hal baru, menarik, dan membuat proyek-proyek seru di bidang sains, teknologi, dan matematika.

Menurut hemat penulis, digitalisasi pendidikan di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan di era disrupsi pasca-pandemi Covid-19. Pengalaman baru para penggiat pendidikan di masa pandemi Covid-19 lalu yang dipaksa untuk mengakrabi dan mendayagunakan TIK dalam proses belajar dan mengajar yang digelar secara daring ataupun hybrid merupakan berkah atau dampak positif di balik bencana global tersebut.

Tren positif meningkatnya kapasitas para penggiat pendidikan, baik guru, siswa, maupun pihak penyelenggara pendidikan dalam bidang TIK seyogyanya terus dikembangkan jelang pembelajaran tatap muka (PTM) normal pada Juli mendatang. Hal ini akan menjadi modalitas penting agar pendidikan di Indonesia mampu melakukan akselerasi mengejar berbagai ketertinggalan yang ada selama ini.

Dalam upaya percepatan digitalisasi pendidikan, menurut penulis ada empat aspek yang perlu diperhatikan agar harapan yang baik tersebut dapat tercapai dengan efektif. Pertama, regulasi atau kebijakan pemerintah melalui Kemendikbudristek musti fokus dan konsisten. Mengingat ini adalah misi besar dan penting, maka diperlukan payung kebijakan yang benar-benar mendukung tercapainya tujuan dari percepatan digitalisasi pendidikan dimaksud. Berbagai kebijakan yang ada dapat terus diperkuat dengan regulasi derivatif lainnya dan ditopang implementasinya dengan berbagai program. Selain itu, cetak biru (blue print) misi besar ini musti dapat dilaksanakan secara istiqomah alias konsisten. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah mengingat eksistensi dan regulasi kementerian pendidikan di Indonesia berkelindan dengan kebijakan politik hasil Pemilu. Cetak biru yang telah ditorehkan seyogyanya dapat terus diimplementasikan dengan baik oleh siapapun pemerintah dan mendikbud yang mendapat amanah dari rakyat.

Kedua, dukungan dan sinergi dari para pemangku kepentingan pendidikan tanah air mutlak dibutuhkan. Dalam konteks ini, Kemendikbudristek sewajarnya menggandeng semua komponen pendidikan secara gotong royong, baik dari unsur pemerintah (negeri) maupun swasta. Perlakuan seimbang dalam melibatkan kedua komponen tersebut juga penting diperhatikan mengingat keberadaan keduanya yang sama-sama penting dan tidak dapat saling dinegasikan. Sinergitas antara penyelenggara pendidikan (Dinas Pendidikan ataupun yayasan/persyarikatan) bersama guru, tenaga kependidikan, orang tua dan atau komite sekolah, serta siswa harus berjalan seirama dengan latar perspektif dan kebutuhan yang sama. Kebersamaan dan sinergitas antar-komponen pemangku kepentingan akan menjadikan biaya percepatan digitalisasi menjadi efisien.

Ketiga, dukungan infrastruktur (sarana dan prasarana) tak dapat diabaikan. Sekolah di kota dan desa, bahkan di pelosok harus mendapatkan dukungan fasilitas pendukung yang memadai dan (relatif) sama. Disparitas sarana dan prasarana antar-sekolah dan antar-daerah sudah seharusnya dikikis mengingat para pelajar di semua lapisan adalah anak bangsa yang perlu dicerdaskan tanpa melihat latar belakang suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA). Langkah percepatan digitalisasi pendidikan tanah air dengan salah dua di antaranya melalui program PembaTIK dan Kihajar STEM mutlak memerlukan dukungan peralatan teknologi yang memadai. Dalam hal ini, alokasi biaya yang harus disediakan oleh pemerintah sangat mungkin akan mengalami pembengkakan. Demikian juga para penyelenggara pendidikan swasta musti merogoh kocek lebih dalam.

Keempat, peningkatan kapasitas guru membutuhkan ikhtiar yang simultan. Tak hanya menyediakan infrastruktur, namun guru sebagai agen utama pendidikan perlu mendapat perhatian serius pada aspek peningkatan kapasitas (capacity building) mereka pada bidang TIK dan STEM. Dengan membekali para guru dengan kapasitas yang baik, maka pekerjaan rumah dalam skala prioritas di langkah pertama misi percepatan digitalisasi pendidikan bisa terselesaikan dengan baik. Pada tahap selanjutnya, guru akan mendesiminasikan kapasitasnya sekaligus menjadi fasilitator proses belajar dan mengajar yang baik.

Penulis menyadari bahwa memulakan langkah besar percepatan digitalisasi pendidikan bukanlah hal yang mudah, namun juga bukanlah hal yang mustahil untuk direalisasikan dalam sistem pendidikan di tanah air. Dengan regulasi yang efetif, fokus, dan berkesinambungan, didukung oleh persepsi positif semua pemangku pendidikan, ketersediaan infrastruktur yang memadai, dan kapasitas guru yang dapat diandalkan (reliable), penulis yakin misi baik Kemendikbudristek di bawah nahkoda Mas Menteri akan dapat terwujud segera. Insya-Allah.

——— *** ———–

Tags: