Kepala BPTJ Sebut Penerapan Ganjil Genap di Jatim Bisa Menekan CO2

Kegiatan workshop bertema Penerapan Kebijakan Ganjil Genap sebagai Upaya Mengatasi Kemacetan di Jatim yang digelar di Surabaya, Senin (3/12).
Kepala BPTJ Sebut Penerapan Ganjil Genap di Jatim Bisa Menekan CO2. [trie diana/bhirawa]

Pemprov Jatim, Bhirawa
Masyarakat yang tinggal di kota-kota besar di Indonesia berpotensi besar terpapar polusi udara. Emisi gas buang pada kendaraan, seperti gas CO2 (karbon dioksida) berpotensi menyebabkan polusi udara dan efek rumah kaca (global warming), bahkan berdampak pada munculnya berbagai penyakit kronis di dalam tubuh.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono mengatakan, permasalahan CO2 banyak didominasi di kota-kota besar di Indonesia. Masalah itu dapat ditekan dengan menggunakan sistem ganjil genap di perkotaan, seperti halnya di Jawa Timur, khususnya di Kota Surabaya.
Wacana penerapan ganjil genap di Jatim, lanjut Bambang, sudah didiskusikan dengan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Jatim Fattah Yasin. Sebab masalah kemacetan, menurut Bambang sudah menjadi masalah yang emergency (darurat). Pihaknya mencontohkan di Jabodetabek, akibat kemacetan bisa merugikan Rp 100 triliun per tahun. Dan berdampak pada roda perekonomian.
“Kita bukan hanya bicara kemacetan atau kerugiannya, tetapi masalah gas buang (CO2). Dengan sistem ganjil genap, kita berhasil menurunkan gas CO2 sebanyak 20 persen (Jabodetabek). Alangkah lebih indahnya jika di Surabaya CO2 nya juga menurun,” kata Bambang Prihartono di Surabaya di sela workshop bertema Penerapan Kebijakan Ganjil Genap sebagai Upaya Mengatasi Kemacetan di Jatim, Senin (3/12).
Bahkan, lanjut Bambang, masalah CO2 menjadi konsen pembahasan bagi PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa). Telebih di kota-kota besar. “Saya mengimbau dan ingin membantu Kota Surabaya untuk menata transportasinya. Memang kewenangan itu di daerah, tapi kami wajib untuk menyampaikan dan mengimbau. Jangan perkembangan kota ini terlambat. Apa gunanya jika Jabodetabek maju, tapi Surabaya tidak maju,” harapnya.
Bambang menambahkan, pihaknya ingin sharing (berbagi) informasi dan pengalaman. Tentunya menyampaikan harapan dari Menhub (Menteri Perhubungan) supaya di Kota Surabaya sistem ganjil genap mulai dipertimbangkan.
“Hal ini sesuai dengan harapan Pak Menhub. Terutama di Jatim, yakni kawasan gerbangkertosusilo nya sudah mulai harus ditata. Ini dilakukan sebelum terlambat, seperti di Jabodetabek. Di sana relatif terlambat dibandingkan di Surabaya,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Jatim Fattah Yasin mengaku, sistem ganjil genap ini masih wacana. Terkait penerapan di Jatim, terutama di Surabaya, pihaknya mengaku masih perlu melihat respon dari masyarakat. Dan perlu melakukan penelitian maupun kajian-kajian, seperti halnya data-data jumlah kendaraan, angkutan umum dan hal yang berkaitan dengan pengembangan jalan.
“Ganjil genap ini wajib disinergikan dengan angkutan lainnya. Yang terpenting adalah sosialisasi yang masif agar masyarakat mendapat informasi sebanyak-banyaknya. Masalah kemacetan merupakan tugas kita bersama. Dan ini merupakan usulan Pak Menteri melalui Ditjen Perhubungan Darat di luar Jakarta,” pungkasnya.
Butuh Kajian Efektif
Sementara itu, pengamat transportasi Universitas Brawijaya Malang Achmad Wicaksono menilai penerapan ganjil genap di Jatim perlu pengkajian yang membutuhkan waktu tidak sebentar.
“Semuanya perlu dikaji tentang efektif atau tidaknya, kemudian ruas jalan mana saja, lalu bagaimana jalan alternatifnya. Bahkan kalau perlu harus ada uji coba terlebih dahulu,” katanya.
Ia juga menyampaikan, berdasarkan data yang dimilikinya dari inrix.com tentang kemacetan lalu lintas di dunia pada akhir 2017, yakni Indonesia berada di peringkat kedua setelah Thailand.
Terkait tingkat kemacetan kota di dunia, Jakarta berada di urutan 17, sedangkan untuk di Indonesia, Jakarta berada di urutan pertama, diikuti Kota Bandung dan Kota Malang di urutan kedua dan ketiga.
“Surabaya berada di urutan sembilan dalam daftar tingkat kemacetan di Indonesia,” kata dosen Teknik Sipil bidang transportasi tersebut.
Dengan demikian, kata dia, jika di Jatim dilakukan penerapan ganjil genap maka yang dijadikan proyek percontohan adalah Kota Malang dan Kota Surabaya karena termasuk dalam 10 besar kota dengan kemacetan lalu lintas tinggi di Indonesia. [bed]

Tags: