Kepala Daerah Korupsi Menodai Rakyat

Agus Samiadji

Oleh :
Agus Samiadji
Wartawan Senior Anggota PWI Jatim

Pada awal tahun 2019, rakyat Indonesia menantikan kehidupan lebih baik, namun ternyata mendapat kabar sangat mengejutkan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap Operasi Tangkap Tangan terhadap Bupati Mesuji Khamami sebagai tersangka dugaan korupsi. Bupati Khamami sebagai tersangka karena suap menerima fee uang sebesar Rp 1,28 miliar pembangunan proyek infrastruktur di Kabupaten Mesuji Lampung. Tidak hanya Bupati saja yang ditangkap oleh KPK, juga ada pejabat Pemda Kabupaten Mesuji 4 orang pejabat. Perbuatan korupsi yang dilakukan oleh Kepala Daerah Bupati Khamami tersebut adalah menodai hati rakyat Indonesia khususnya rakyat di Kabupaten Mesuji Lampung tersebut.
Penulis merasa heran, mengapa para pejabat daerah seperti Bupati dan Walikota, Gubernur dan Penegak Hukum masih terus melakukan korupsi dan tidak jera. Kepala daerah, penegak hukum, wakil di DPR-RI, DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten telah melanggar janji serta merugikan rakyat dan negara. Sebelum menjadi pejabat dan wakil rakyat dalam pemilihan kepala daerah dengan visi dan misi yang baik membela untuk kesejahteraan rakyat.
Menurut hemat saya, para kepala daerah tersebut semuanya sudah mendapat fasilitas yang cukup “wah”. Dapat rumah dinas, mobil dinas beserta pengemudinya serta bahan bakarnya. Khususnya untuk Gubernur, Bupati, Walikota bahkan mendapat mobil dinas untuk istrinya sebagai Tim Penggerak PKK serta keperluan organisasi kemasyarakatan membantu para suaminya. Untuk keperluan dinas keluar kota seperti ke Jakarta, dll Kepala Daerah mendapat uang perjalanan dinas, termasuk uang bermalam di hotel. Mendapat gaji besar ditambah tunjangan jabatan yang jumlahnya jutaan rupiah. Karena itu, rakyat merasa heran apa sih yang dicari ? Bagi kepala daerah duduk manis saja sudah cukup berlebihan.
Selain itu, kepada Wakil Rakyat di DPR-RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan kota dengan janji visi dan misinya saat kampanye calon wakil rakyat. Para calon wakil rakyat itu, semuanya dengan mendekati dan minta dukungan rakyat dengan visi dan misi yang amat baik untuk membela rakyat.
Setelah terpilih menjadi wakil rakyat dan duduk di kursi mewah, gedung megah, ruang kerja yang ber-AC dibantu dengan staff, sekretaris bahkan tenaga ahli. Biasanya saat baru terpilih memang baik, tapi setelah terpilih menjadi anggota legislatif dua kali jabatan biasanya agak lupa. Maklum karena kesibukan dalam tugasnya dalam rapat-rapat dan bahkan kunjungan kerja ke daerah bahkan keluar negeri.
Selain hal itu, mungkin untuk duduk dan dipilih menjadi anggota DPR-RI, DPRD Provinsi, DPRD Kota dan Kabupaten mengeluarkan biaya besar, maka terpaksa mereka mencari jalan dan celah memanfaatkan kekuasaannya untuk memperoleh keuntungan. Banyak pejabat atau wakil rakyat terkena OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK dan menjadi tersangka dan masuk lembaga pemasyarakatan atau penjara.
Memang harus diakui, bahwa untuk mencalonkan menjadi wakil rakyat memerlukan biaya besar sekali. Tidak cukup hanya puluhan juta atau ratusan juta bahkan milyaran rupiah. Karena itu, tak heran kalau banyak para wakil rakyat yang terkena OTT (Operasi Tangkap Tangan). Sedangkan yang belum terkena OTT mereka harus bersyukur dan harus mawas diri serta harus membela kepentingan rakyat.
Yang sangat disayangkan rakyat, bahwa korupsi tidak saja pejabat negara, kepala daerah, wakil rakyat DPR-RI dan DPRD tetapi juga dilakukan oleh penegak hukum seperti hakim, kejaksaan dan korps kepolisian. Khususnya para hakim yang melakukan korupsi adalah sangat keterlaluan. Karena hakim adalah lembaga yang harus mengadili perkara dan bekerja seadil-adilnya. Bahkan ada sebutan Hakim seperti wakil dari Tuhan.
Menurut data dari sumber Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jumlah pejabat dan lembaga sesuai dengan profesinya yang terbesar adalah korupsi yang terbanyak di tahun 2018, yakni profesi legislatif atau wakil rakyat yang terkena proses hukum. Ada 124 anggota DPR-RI dan DPRD provinsi dan kabupaten serta kota. Sedangkan Bupati / Walikota dan Wakil Bupati yang terkena masalah korupsi dan tersangka hukuman ada 68 kepala daerah dan pejabat Eselon I, II dan III ada 86 orang. Penegak hakim, kejaksaan dan kepolisian ada 18 orang. Selain itu juga ada kepala lembaga / kementerian 15 orang. Gubernur / kepala daerah ada 10 orang, pengacara ada 7 orang dan para pihak swasta dan korporsasi ada 151 orang. Sedangkan pada tahun 2019 baru ada 1 orang Bupati Mesuji Khamami serta 4 orang pejabat Kabupaten Mesuji Lampung. Harapan dan himbauan dari Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan agar Kepala Daerah di daerah jangan main-main dengan melakukan korupsi, karena sekarang KPK sudah mempunyai jaringan sampai di daerah bekerjasama dengan penegak hukum kejaksaan dan kepolisian.
Pimpinan Partai Bantu KPK
Dengan terbentuknya jaringan koordinasi dan supervisi maka membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cepat mengatasi dan menangani kasus korupsi di daerah-daerah. Menurut hemat saya agar pimpinan partai politik membantu KPK dan bekerja untuk bisa mengurangi korupsi di tubuh partai politik yang duduk di DPR-RI, DPRD Provinsi, DPRD Kota dan Kabupaten di Indonesia.
Sebagai contoh pada tahun 2018 saja ada anggota DPR-RI, DPRD Kabupaten dan kota ada 91 orang dan 28 kepala daerah. Dengan adanya hal tersebut maka pimpinan partai politik yang menjadi wadah calon wakil rakyat agar diberikan wawasan dan pengetahuan mengenai hukum dan kerjasama dengan KPK. Menurut keterangan yang dihimpun penulis bahwa saat ini sudah ada pimpinan partai yang melakukan pembenahan diri dan bekerjasama dengan KPK. Wakil sekretaris Jenderal Partai Demokrat Renanda Bachtir mengatakan sejak 2 tahun lebih telah melakukan kerjasama dengan KPK untuk membuat sekolah “Anti Korupsi” itu, maka kader-kader Demokrat yang ingin menjadi wakil rakyat atau untuk menambah wawasan para kader Partai Demokrat.
Selain Partai Demokrat, juga Partai Golkar bekerjasama dengan KPK yang mengharuskan para kader partai Golkar ikut dalam kerjasama dengan KPK tersebut. Harapan saya tidak hanya Partai Demokrat dan Partai Golkar saja, tetapi semua partai politik harus dibekali wawasan anti korupsi.
Selain itu, saya sangat apresiasi dengan inovasi Gubernur Jatim Dr. Sukarwo yang telah melakukan kerjasama dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), pada beberapa tahun lalu mendatangkan pimpinan KPK beserta jajarannya untuk mengatasi masalah pemberantasan korupsi di Jawa timur. Kerjasama masalah pemberantasan korupsi tersebut yang paling pertama dilakukan oleh Gubernur Jatim Dr. Sukarwo yang kemudian diikuti oleh seluruh bupati / walikota, pimpinan DPRD dan pejabat teras di Jatim.
Karena itu Gubernur Jatim Dr. Sukarwo selalu mewanti-wanti agar nama Jatim dijaga. Tetapi sayang tahun 2018 lalu terjadi korupsi di DPRD Kota Malang, Walikota Malang Mochammad Anton dan Bupati Malang Rendra Kresna. Karena itu Gubernur Jatim Dr. Sukarwo sangat marah melihat korupsi masal dan berjamaah di DPRD Kota Malang tersebut.
Selamat berjuang memberantas korupsi.

———- *** ———-

 

Rate this article!
Tags: